DENPASAR-Sidang kasus dugaan korupsi APBDes Desa Baha, Mengwi, dengan terdakwa Perbekel Baha I Putu Sentana, 57, kembali dilanjutkan.
Pada sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi membuat Ketua Majelis Hakim Bambang Ekaputra geram.
Hakim geram saat Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi I Made Suwendi. Saksi yang tak lain Sekretaris Desa Baha, ini mengatakan jika sejak 2007 hingga tertangkap, terdakwa yang memegang buku rekening dan bukan bendahara.
Padahal lanjut Suwendi, semestinya pemegang rekening adalah bendahara.
Selain itu, saksi juga menyebut jika terdakwa pernah melakukan penarikan untuk keperluan pribadi yang nilainya mencapai Rp 1 miliar.
Pada 2016, sejumlah kegiatan desa yang didanai dari APBDes juga tidak dilaksanakan terdakwa. Di antaranya pengadaan mobil kanker, pembangunan balai gong, dan penanaman pohon.
Pun dengan pembayaran kegiatan yang semestinya dilakukan bendahara tapi faktanya dilakukan perbekel. Tanpa didampingi bendahara, perbekel mencairkan uang langsung. “Yang mengambil uang ke bank langsung Pak Perebekl,” imbuh saksi.
Hakim Bambang bertanya pada saksi, kenapa tidak mengingatkan terdakwa jika sudah tahu dari awal salah. Masalah ini terjadi karena lemahnya pengawasan.
“Sudah kami ingatkan kalau perbuatan itu salah. Terdakwa mengiyakan, bilang iya, iya saja,” jawab saksi.
Mendengar keterangan saksi itulah hakim Bambang menjadi geregetan.
“Ini (perbekel) namanya manajemen dagang pisang goreng. Beli pisang sendiri, kupas sendiri, goreng sendiri, bungkus sendiri, jual sendiri, uangnya disimpan sendiri,” cetus hakim Bambang dengan nada tinggi.
“Ini manajemen pemerintahan. Ibarat presiden, perbekel itu punya menteri keuangan. Harusnya pimpinan tinggal tunjuk, bukan dia yang menjalankan semuanya,” imbuhnya gemas.