DENPASAR – Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dugaan korupsi BKK Desa Banjar membuat kecewa banyak pihak.
Tak terkecuali pakar pidana Universitas Udayana Gusti Ketut Ariawan. Yang menarik, Ariawan tertarik menyoal Kejati Bali menyerahkan kasus ini ke Inspektroat Kabupaten Buleleng.
Menurutnya, Inspektorat sifatnya hanya pengawas internal Pemkab Buleleng yang bertugas melakukan pembinaan.
“Jadi, Inspektorat itu ranahnya tidak menjatuhkan sanksi atau pidana. Inspektorat hanya mengingatkan saja kalau terjadi kesalahan, sifatnya pembinaan,” tutur Ariawan.
Soal kekecewaan masyarakat Desa Banjar, Ariawan bisa memahami. Ariawan berharap SP3 karena dalih pengembalian kerugian negara tidak terulang lagi.
Apalagi terjadinya korupsi sudah ada indikasi kuat dengan penetapan tersangka. Penyidik berarti sudah memiliki alat bukti cukup. Untuk benar atau tidaknya korupsi terjadu merupakan kewenangan hakim memutuskan.
Masyarakat yang kecewa menurutnya bisa menempuh upaya hukum dengan membentuk kelompok semacam masyarakat antikorpusi, selanjutnya mengajukan gugatan praperadilan.
“Bisa mengajukan gugatan praperadilan, agar ada putusan bahwa SP3 itu tidak sah, sehingga kasus bisa dibuka kembali,” sarannya.
Yang menarik, saat disinggung penyidik juga berdalih hukum tidak hanya memenjarakan orang, tapi juga asas kemanfaatan berupa pemulihan uang negara, Ariawan memberikan jawaban menohok.
Ia membandingkan kasus korupsi yang dilakukan kelompok ternak di Kambupaten Jembrana yang nilainya di bawah Rp 50 juta tetap diadili.
Ada juga korupsi bibit sapi di Carangsari, Petang, Badung, dengan kerugian Rp 127 juta, terdakwa tetap dituntut.
“Terhadap kasus lain kenapa tidak dilakukan seperti itu (SP3). Kalau Rp 156,1 juta itu dianggap sedikit, sedikit bagi siapa? Yen care tiyang liyu gati (kalau bagi saya banyak sekali),” sindirnya.
Sebelumnya, Kasi Penkum Kejati Bali, A. Luga Harlianto membenarkan adanya SP3. Namun, Luga membantah jika Kejati Bali tidak bekerja.
Dikatakan Luga, Kejati Bali telah memanggil Inspektorat Pemkab Buleleng untuk menerima hasil penyidikan.
Selanjutnya, Kejati Bali menyerahkan sanksi jabatan kepada Pemkab Buleleng. “Kami ranahnya pidana, untuk sanksi yang berwenang Pemkab Buleleng,” terang Luga.
Menurut Luga, hasil penyidikan diserahkan pada Inspektorat karena ada hukum lain yang bisa diterapkan pada yang bersangkutan.
Ditanya alasan SP3, Luga menyebut penyidik telah menggelar ekspose. Ada berbagai pertimbangan kasus ini dihentikan.
Salah satunya tersangka sudah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 156,5 juta, sesuai hasil audit BPKP Wilayah Bali.
Kerugian dikembalikan pada 20 Agustus lalu ke kas daerah Pemkab Buleleng. “UU Tipikor itu rohnya dipulihkannya suatu kerugian, dan itu sudah dipulihkan.
Semua sudah kami jelaskan pada warga yang datang,” tutur mantan Kasi Datun Merauke itu. Meski demikian, Luga menyebut kasus ini bisa dibuka lagi jika ada alat bukti baru.