Bupati Badung, Giri Prasta secara tegas mengatakan bahwa tidak ada tendensi politik dalam laporan yang dibuatnya ke Polda Bali terhadap Bendesa Ungasan, Kuta Selatan, Wayan Disel Astawa. Hal itu ditegaskannya di Polda Bali, Senin (4/4/2022).
“Ini tidak ada Politik. Sama sekali tidak ada masalah politik. Ini murni masalah tata negara. Ini kami tekankan dengan baik. Jangan dipelesetkan ini ada masalah politik. Ini murni masalah tata negara. Ini masalah akte notaris,” tegasnya.
Dikatakannya, laporan ke Polda Bali kali ini beda dengan laporan yang sebelumnya telah dilayangkan ke Polresta Denpasar. Laporan yang dibuat ke Polresta Denpasar, terkait dengan dugaan pelanggaran tata ruang. Sedangkan yang di Polda Bali, terkait dengan akte sewa.
“Yang di Polresta Denpasar itu tentang pelanggaran tata ruang. Dan boleh kita melihat. Kalau yang di sini berbicara malasah akte. Nanti kan dilihat yang dilaporkan ini adalah Bendesa adat, pak Disel,” imbuhya. Saat ditanya apakah ada pihak lain yang ikut dilaporkan, Giri Prasta mengatakan jika pengembangan nanti tergantung pihak kepolisian.
“Nanti akan dikembangkan. Karena itu bukan kewenangan kami melakukan pengembangan,” ujarnya.
Sebelumnya, laporan yang dilayangkan ke Polda Bali itu sendiri terkait dengan akte pembangunan tujuh tempat usaha beach club’ di Melasti, Ungasan, Badung.
Giri Prastas melaporkan dugaan pelanggaran 266 KUHP tentang menyuruh orang lain melakukan kesepakatan akte autentik. Yang kedua 263 KUHP membuat perjanjian di bawah tangan. Dikatakannya, bahwa di dalam akta itu, Wayan Disel bertindak sebagai diri sendiri.
“Perjanjian kerja sama ini dalam akta itu adalah untuk diri sendiri Wayan Disel. Ini apa dasarnya untuk diri sendiri. Kalau saya misalkan punya tanah, hak milik saya, Ya untuk diri saya sendiri,” ujarnya. Sementara tanah yang dibuatkan akte itu adalah milik negara.
Lanjut dia, tujuannya melaporkan hal ini agar adanya transparansi keuangan hasil dari para investor di kawasan itu yang kini mencapai kurang lebih Rp. 40 miliar. Pihaknya ingin adanya transparansi agar masyarakat adat juga bisa mengetahuinya. Jangan sampai uang itu hanya dinikmati oleh oknum atau kelompok saja.
Menurutnya, selain itu, pihaknya juga ingin agar masyarakat bisa mendapatkan edukasi yang baik agar tidak ada lagi orang yang bisa membuat akta serupa dengan sewenang-wenang. Saat ditanya apakah pihaknya memiliki bukti adanya penghasilan Rp. 40 miliar yang dihasilkan dari sewa lahan tersebut, Giri Prasta secara tegas mengaku pihaknya memiliki bukti.
“Ada dong. Kita berdasarkan akte itu kita menghitung. Harapan kami supaya masyarakat biar tau sepenuhnya bahwa dana itu memang ada. Biar itu terbuka. Menurut saya gak boleh dong kita membuat perjanjian akte yang tidak ada alas hak yang kita miliki. Ini yang harus diluruskan. Oleh karena itu sama bapak Dirkrimum tadi kami sudah menyampaikan. Tadi itu laporan,” pungkasnya.