DENPASAR – Satu per satu musuh pengusaha besar Tomy Winata dijebloskan ke bui. Setelah Harijanto Karjadi, giliran kakaknya, Hartono Karjadi yang dibekuk di persembunyiannya di Hongkong.
Hartono kemudian dijemput Tim Polda Bali dan diterbangkan ke Bali dari Jakarta, Jumat pagi (4/9). Hartono Karjadi diamankan di Hongkong beberapa hari lalu dan diterbangkan ke Jakarta, Kamis (3/9) malam.
Direskrimsus Polda Bali, Kombes Pol Yuliar Kus Nugroho menjelaskan bahwa Hartono Kariadi merupakan buronan yang telah lama diincar oleh Polda Bali. Sebelumnya dia telah masuk dalam red notice Interpol. Keberadaannya terendus sedang berada di Hongkong. Di sana dia diketahui melanggar aturan keimigrasian yakni over stay.
“Kemudian dia dideportasi ke Indonesia. Karena masih berstatus buronan Polda Bali maka kami mengirim tim untuk menjemput yang bersangkutan di Jakarta untuk dibawa ke Bali,” kata Kombes Yuliar, Jumat (4/9).
Setelah berkoordinasi dengan otoritas imigrasi di Hongkong, Hartono Karjadi kemudian diterbangkan dan tiba di Jakarta Kamis (3/9) sekitar pukul 20.50 WIB.
Dia menggunakan maskapai Cathay Pacific (CX0797) rute Hongkong-Jakarta, Soekarno Hatta. Setelah mendarat di Bandara Soekarno Hatta, dia langsung dijemput oleh Tim Dit Reskrimsus Polda Bali.
Sebelumnya, Hartono Karjadi dilaporkan ke Polda Bali bersama Harijanto Karjadi. Harijanto sendiri telah terlebih dulu divonis 2 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Denpasar, dan permohonan kasasinya ditolak oleh Makamah Agung.
Kasus yang menjerat keduanya dengan nomor laporan LP/74/II/2018/SKPT/Polda Bali tanggal 27 Februari 2018.
Dalam laporan itu keduanya diduga memberikan keterangan palsu dalam akta otentik dan atau penggelapan dan atau pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dan/atau Pasal 3,4, dan Pasal 5 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas laporan dari Desrizal kuasa hukum dari Tomy Winata.
Kasus antara Hartono Karjadi dan Harijanto Karjadi versus Tomy Winata ini bermula dari pemberian kredit PT Geria Wijaya Prestige (GWP) dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000. Dana itu untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plaza Kuta, Badung.
Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifkat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.
Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Contruction Bank Indonesia (CCB Indonesia).
Selanjutnya korban Tomy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada pembeli adalah Rp 2 miliar.
“Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” tegas JPU beberapa waktu lalu.
Namun, saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Termasuk jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya. Dimana Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP.
“Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harijanto telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005,” jelas JPU.
Sehingga akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karjadi (DPO) mengakibatkan korban Tomy Winata mengalami kerugian USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar.