28.1 C
Jakarta
22 November 2024, 19:44 PM WIB

Eks Perbekel Lolos Tersangka, Pelapor Anggap Keputusan Penyidik Aneh

DENPASAR – Penyidik Pidsus Kejari Denpasar akhirnya menetapkan tersangka kasus korupsi dana sisa lebih pengunaan angggaran (Silpa) APBDes 2017 Dauh Puri Klod, Denpasar Barat.

Tak seperti dugaan awal, penyidik Pidsus justru menetapkan mantan bendahara desa Ni Luh Putu Ariyaningsih sebagai tersangka.

Tak pelak, penetapan Ariyaningsih sebagai tersangka ini menyeruakkan beragam keanehan. Pasalnya, mantan perbekel Dauh Puri Klod, I Gusti Made Wira Namiartha tidak ikut ditetapkan tersangka.

Dengan hanya ditetapkan satu orang tersangka, maka Namiartha yang saat ini duduk sebagai anggota Fraksi PDIP DPRD Kota Denpasar itu pun terselamatkan.

Sementara Ariyaningsih terksan dijadikan “tumbal”. “Bahasa ekstremnya, Kejari Denpasar hanya menang gertak diawal dan lembek di akhir,” sentil I Nyoman Mardika, kemarin.

Sebagai warga yang pertama kali melaparkan kasus ini, Mardika mengaku sangat kecewa dan tidak puas dengan kinerja Kejari Denpasar.

Mardika tidak habis pikir kenapa mantan perbekel bisa lolos dari jerat hukum. “Ini jelas sangat aneh. Kalau hanya menetapkan satu tersangka,

tidak perlu lama-lama menunggu audit BPKP. Kami di desa juga sudah tahu, kalau bendahara terlibat,” sodoknya.

Kekecewaan Mardika ini bisa dimaklumi. Pasalnya, berdasar Permendagri Nomor 113/2014 yang sudah diubah dan ditambahkan menjadi

Permendagri Nomor 20/2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, perbekel atau kepala desa bertanggungjawab atas APBDes.

Hal itu tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) Permendagri Nomor 20/2018. Dalam pasal tersebut disebutkan, kepala desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa atau PPKD.

Lebih jelas lagi kewenangan kepala desa diatur dalam Pasal 3 ayat (2) huruf (a) dijelaskan, kepala desa menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDes.

Sementara dalam Pasal 3 huruf (C) disebutkan, kepala desa melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBDes.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai PPKD, kepala desa dibantu sekretaris desa, kaur dan kasi, serta kaur keuangan.

Penyidik kejari selama ini mengacu permendagri tersebut sebagai salah satu landasan hukum.

“Sudah jelas kepala desa sebagai PPKD. Kok, bisa bebas? Ada apa ini? Ini sangat aneh. Ariyaningsih seperti dikorbankan atau menjadi tumbal,” sindir Mardika.

Pria yang juga aktivis itu juga tidak puas dengan Pasal 55 KUHP yang digunakan jaksa untuk menjerat tersangka. Sebab, Pasal 55 KUHP menerangkan peran turut serta tersangka.

“Pertanyaannya, jika tersangka Ariyaningish turut serta, maka yang diikuti siapa? Penyidik berdalih jika dikembangkan bisa menyeret tersangka lain. Iya kalau itu terjadi, kalau tidak?” sentilnya.

 

DENPASAR – Penyidik Pidsus Kejari Denpasar akhirnya menetapkan tersangka kasus korupsi dana sisa lebih pengunaan angggaran (Silpa) APBDes 2017 Dauh Puri Klod, Denpasar Barat.

Tak seperti dugaan awal, penyidik Pidsus justru menetapkan mantan bendahara desa Ni Luh Putu Ariyaningsih sebagai tersangka.

Tak pelak, penetapan Ariyaningsih sebagai tersangka ini menyeruakkan beragam keanehan. Pasalnya, mantan perbekel Dauh Puri Klod, I Gusti Made Wira Namiartha tidak ikut ditetapkan tersangka.

Dengan hanya ditetapkan satu orang tersangka, maka Namiartha yang saat ini duduk sebagai anggota Fraksi PDIP DPRD Kota Denpasar itu pun terselamatkan.

Sementara Ariyaningsih terksan dijadikan “tumbal”. “Bahasa ekstremnya, Kejari Denpasar hanya menang gertak diawal dan lembek di akhir,” sentil I Nyoman Mardika, kemarin.

Sebagai warga yang pertama kali melaparkan kasus ini, Mardika mengaku sangat kecewa dan tidak puas dengan kinerja Kejari Denpasar.

Mardika tidak habis pikir kenapa mantan perbekel bisa lolos dari jerat hukum. “Ini jelas sangat aneh. Kalau hanya menetapkan satu tersangka,

tidak perlu lama-lama menunggu audit BPKP. Kami di desa juga sudah tahu, kalau bendahara terlibat,” sodoknya.

Kekecewaan Mardika ini bisa dimaklumi. Pasalnya, berdasar Permendagri Nomor 113/2014 yang sudah diubah dan ditambahkan menjadi

Permendagri Nomor 20/2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, perbekel atau kepala desa bertanggungjawab atas APBDes.

Hal itu tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) Permendagri Nomor 20/2018. Dalam pasal tersebut disebutkan, kepala desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa atau PPKD.

Lebih jelas lagi kewenangan kepala desa diatur dalam Pasal 3 ayat (2) huruf (a) dijelaskan, kepala desa menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDes.

Sementara dalam Pasal 3 huruf (C) disebutkan, kepala desa melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBDes.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai PPKD, kepala desa dibantu sekretaris desa, kaur dan kasi, serta kaur keuangan.

Penyidik kejari selama ini mengacu permendagri tersebut sebagai salah satu landasan hukum.

“Sudah jelas kepala desa sebagai PPKD. Kok, bisa bebas? Ada apa ini? Ini sangat aneh. Ariyaningsih seperti dikorbankan atau menjadi tumbal,” sindir Mardika.

Pria yang juga aktivis itu juga tidak puas dengan Pasal 55 KUHP yang digunakan jaksa untuk menjerat tersangka. Sebab, Pasal 55 KUHP menerangkan peran turut serta tersangka.

“Pertanyaannya, jika tersangka Ariyaningish turut serta, maka yang diikuti siapa? Penyidik berdalih jika dikembangkan bisa menyeret tersangka lain. Iya kalau itu terjadi, kalau tidak?” sentilnya.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/