TABANAN – Kasus bunuh diri di Jembatan Kembar Jalan By Pass Ir Soekarno Tabanan memantik reaksi perwakilan korban nasabah KSP Maha Suci yang sempat bergulir sejak tahun 2018 lalu.
Korban bunuh diri yang nekat terjun dari atas jembatan bernama I Putu Astawa tersebut merupakan nasabah dari KSP Maha Suci.
Astawa diduga mengalami depresi setelah jadi korban penipuan yang dilakukan koperasi simpan pinjam yang telah beroperasi di Tabanan sejak tahun 2013 lalu ini.
Atas dasar tersebut, perwakilan korban ini menanyakan penanganan kasus KSP Maha Suci yang ditanangi oleh Polres Tabanan
mengingat hingga saat ini belum ada penetapan tersangka dalam kasus penipuan hingga Rp47 miliar ini.
Para perwakilan korban nasabah KSP Maha Suci melakukan audiensi di Mapolres Tabanan didampingi anggota DPRD Provinsi Bali asal Tabanan I Made Supartha.
Mereka diterima langsung Wakapolres Tabanan Kompol Ni Made Sukerti di ruang Rupatama Mapolres Tabanan kemarin.
Ditemui usai audiensi, I Made Suparta menyayangkan lambannya proses penanganan kasus peinipuan yang dilakukan oleh KSP Maha Suci yang tekah bergulir kurang lebih dalam kurun waktu dua tahun ini.
Dengan audiensi ini, penanganan kasus oleh Polres Tabanan bisa dilakukan serius. Terlebih kasus ini sudah memakan korban.
“Jangan sampai ini juga berdampak pada nasabah lain karena kan tekanan luar biasa dari pihak perbankan supaya membayar tagihan.
Padahal proses pembayaran ini dulu dijanjikan oleh koperasi jaminan di simpan di bank, uangnya di taruh di koperasi,
namun koperasi tidak menjalankan tanggungjawab dan justru membebankan nasabah,” kata Made Suparta.
Menurutnya, modus operasional koperasi salah satunya melalui program penyelematan aset.
Para nasabah ditawarkan menanamkan modalnya dengan iming-iming keuntungan bunga 1 persen, ditambah cashback bunga 3 persen.
Sehingga total nasabah mendapat bunga mencapai 4 persen per bulan. Pihak koperasi diduga bekerjasama dengan sejumlah BPR di Bali dalam menjalankan
aksinya untuk meyakinkan nasabah. Mereka menyasar, nasabah-nasabah yang memiliki hutang di bank untuk ditawarkan pelunasan.
Anggota Fraksi PDIP DPRD Bali ini menambahkan agar proses penanganan kasus ini lebih serius dengan memeriksa semua pihak pengelola koperasi baik dari atas hingga bawah.
Proses penanganan kasus yang dinilai lamban ini diakui karena pucuk pimpinan koperasi yakni I Gusti Agung Jaya Wiratma meninggal pada Agustus 2018 lalu sebelum ditetapkan menjadi tersangka.
“Walaupun tersangka utama ini sudah meninggal, tapi tersangka dalam hal ini tidak hanya satu orang saja, banyak yang terlibat mereka kolektif kolegial,” tegasnya.
Selain itu, lanjut Suparta, penerapan pasal dalam kasus ini juga harus dari berbagai undang-undang, entah dari UU Perbankan, Tindak Pidana Pencucian Uang, penipuan, dan beberapa pasal lainnya.
“Jangan hanya menggunakan satu pasal saja. Ketika memakai berbagai macam pasal yang berkaitan sehingga penyelidikan dan penyidikan ini kami harapkan lebih serius.
Polisi sudah melakukan berbagai upaya, seperti gelar perkara, memanggil sejumlah saksi tapi prosesnya lama. Kami berharap ke depan bisa lebih serius lagi,” imbuhnya.
Ia juga menyayangkan terkait tanggungjawab dari Dinas Koperasi Tabanan maupun Provinsi atasnya lemahnya pengawasan terhadap praktik penipuan yang dilakukan KSP Maha Suci ini.
“Dinas koperasi juga lalai, seharusnya bertanggungjawab, jangan lepas tangan, ini tiga tahun berjalan bodong dibiarkan,” ucapnya.
Sementara itu, Kasubag Humas Polres Tabanan Iptu I Made Budiarta menegaskan bahwa kasus tersebut hingga saat ini tetap berjalan dan tidak pernah dihentikan.
Hingga saat ini, kasus yang masih dalam proes penyelidikan ini, pihaknya telah memeriksa 38 saksi.
Namun diakuinya dalam proses penanganan kasus tersebut, menemui beberapa kendala.
Salah satunya, pucuk pimpinan dari koperasi yang diduga kuat menjadi tersangka telah meninggal.
“Sehingga kami melakukan pengembangan, prosesnya menyasar orang-orang yang terlibat yang lain, itupun harus dibuktikan apakah cukup bukti atau tidak,” jelas Budiarta.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Tabanan I Made Yasa terkesan lepas tangan dalam kasus ini.
Bebasnya operasional koperasi ini dalam menjalankan praktiknya di Tabanan dalam kurun waktu tiga tahun itu bukan menjadi wewenang Dinas Koperasi Tabanan mengingat koperasi tersebut bodong alias tidak berizin.
“Kami hanya membina dan mengawasi koperasi yang kami berikan izin, kalau tidak berizin kan tidak terdaftar di kami, jadinya tidak tahu dia ada atau tidak ada,” ungkapnya.
Apalagi, menurutnya, saat ini ada sekitar 509 koperasi yang terdaftar di Tabanan sehingga pengawasan dan pembinaan difokuskan pada koperasi yang telah berijin tersebut.
“Selama ini yang kita awasi yang sudah terdaftar di Kementerian Koperasi, kalau ada permasalahan kita bina,
kalau sudah tidak melakukan RAT tiga kali berturut-turut kami usulkan untuk dibubarkan agar tidak terjadi permasalahan kedepannya.
Kalau seperti ini (KSP Maha Suci) kan baru kami ketahui bodong setelah ada masalah. Dan kalau memang ada indikasi pidana kami serahkan kepada pihak berwajib,” tandas mantan Kadis Pariwisata Tabanan ini.