27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 2:36 AM WIB

Eksepsi Ditolak, Minta Sandoz Diperiksa, Alit: Biar Jelas Siapa Penipu

DENPASAR – Kandas sudah harapan AA Ngurah Alit Wira Putra alias Alit Ketek, 50, bisa bebas dari jerat hukum pidana.

Pasalnya, eksepsi atau nota keberatan yang diajukan mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Bali, itu ditolak majelis hakim yang diketuai Ida Ayu Andya Dewi dengan anggota IG Partha Barghawa dan I Made Pasek.

Dalam pertimbangan putusannya majelis hakim menilai dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Bali sudah jelas dan cermat.

Tudingan tim penasihat hukum Alit, bahwa dakwaan JPU bersifat prematur juga dimentahkan oleh majelis hakim. Dari hasil musyawarah majelis hakim disepakati menolak eksepsi Alit.

“Menyatakan, eksepsi yang diajukan terdakwa AA Ngurah Alit Wira Putra tidak dapat diterima,” tandas hakim Adnya Dewi lantas mengetuk palu sebanyak tiga kali di PN Denpasar, kemarin (4/7).

Mendengar putusan hakim, Alit yang sedari awal terlihat santai hanya manggut-manggut. “Bagaimana saudara terdakwa, sudah mengerti putusan ini? Eksepsi saudara ditolak,” jelas hakim.

Alit menganggukkan kepala. Begitu juga dengan penasihat hukumnya, Ali Sadikin dan Wayan Santosa.

Selanjutnya hakim memerintahkan penuntut umum melanjutkan pembuktian pada persidangan selanjutnya dengan menghadirkan para saksi.

“Penuntut umum (JPU) siap?” tanya hakim. “Siap, Yang Mulia,” jawab JPU Arimbawa bersemangat.   Sementara itu, Alit yang diwawancarai usai sidang tidak lagi “sakit gigi”.

Pria bergelar magister hukum itu kembali lantang bersuara. Ditanya sikapnya terhadap putusan hakim yang menolak eksepsinya, Alit tersenyum.

“Jadi, dengan ditolaknya eksepsi ini justru nanti akan terbuka semuanya dalam sidang selanjutnya. Ya, agak sabar sedikit,” katanya.

Pada prinsipnya dia mengaku setuju dengan putusan eksepsi hakim. Pada persidangan selanjutnya dengan agenda pembuktian, Alit berjanji akan membuktikan bahwa apa yang ia sampaikan dalam eksepsi itu benar.

“Ini akan terungkap siapa menipu siapa,” cetusnya. Yang menarik, Alit siap buka-bukaan di persidangan. Ia meminta majelis hakim memeriksa pihak-pihak terkait.

Yakni Putu Pasek Sandoz Prawirotama anak mantan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Candra Wijaya dan Made Jayantara.

Ketiganya adalah orang yang menikmati aliran dana dari Sutrisno Lukito Disastro, investor dari Jakarta yang hendak melaksanakan proyek pengembangan Pelabuhan Tanjung Benoa.

Alit member uang pada Sandoz sebesar Rp 7,5 miliar dan Rp USD 80 ribu atau setara Rp 800 juta. Apabila ditotal Rp 8,3 miliar.

Kemudian member Candra Wijaya Rp 4,6 miliar, serta I Made Jayantara bagian Rp 1,1 miliar. Jika ditotal ketiganya mendapat Rp 14 miliar.

Jika merujuk pada kerugian yang diderita Sutrisno sebesar Rp 16,1 miliar, maka Alit “hanya” kecipratan Rp 2,1 miliar.

Di awal pertemuan dengan Sutrisno, Alit meminta Rp 30 miliar untuk membereskan perizinan. Namun, Sutrisno baru menggelontorkan Rp 16,1 miliar. Sedangkan sisanya Rp 13,9 miliar belum diberikan.

“Ada orang lain yang terlibat, yaitu Sandoz, Made Jayantara, dan Candra Wijaya. Aliran dana itu juga yang akan saya jelaskan. Karena itu, saya meminta majelis hakim memanggil ketiganya menjadikan satu (dalam sidang),” tukasnya.

Alit ingin membuktikan jika dirinya tidak bermain sendiri. Diungkapkan Alit, pembagian uang kepada Sandoz cs sesuai pembagian tugas.

Sebelum uang dibagikan, terlebih dulu ada pembagian tugas di Kantor Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Denpasar.

“Itu (pembagian tugas) yang paling penting. Nah, dalam pembagian tugas itulah kemudian sesuai peran masing-masing mereka meminta uang,” tandasnya.

Alit mengaku bukan dirinya yang menentukan besaran jatah yang diterima. Jatah diberikan sesuai permintaan Sandoz cs berdasar pembagian tugas.

“Sisa dari mereka (Sandoz cs) itu baru ada di tabungan saya untuk operasional dan lainnya,” imbuh Alit.Nah, dalam pertemuan itu pembagian tugas dan jatah uang berdasar persentase.

Alit sendiri jika berhasil mendapatkan izin dari Pemprov minta bagian saham di PT Bangun Segitiga Mas (BSM) sebesar 15 persen atau setara Rp 50 miliar.

Menurut Alit, sebenarnya izin prinsip dan rekomendasi dari gubernur sudah keluar. Tapi, izin prinsip untuk proyek pengembangan Pelabuhan Benoa itu ternyata bukan diperuntukkan PT BSM.

Izin keluar justru atas nama perusahaan lain, yakni PT Nusa Mega Penida. Padahal, yang mengajukan permohonan perizinan adalah PT BSM.

Alit menduga izin prinsip bukan untuk PT BSM untuk menghindari sisa pembayaran Rp 14 miliar.

 “Permintaan rekomendasi pakai PT BSM, tapi keluarnya perusahaan lain (PT Nusa Mega Penida), itu yang mengaburkan. Sehingga menghindari membayar yang Rp 14 miliar itu.

Kalau pakai PT BSM kan seharusnya sudah selesai, mereka (investor) harus bayar kewajibannya untuk menghindari konflik yang lain,” tuturnya. 

DENPASAR – Kandas sudah harapan AA Ngurah Alit Wira Putra alias Alit Ketek, 50, bisa bebas dari jerat hukum pidana.

Pasalnya, eksepsi atau nota keberatan yang diajukan mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Bali, itu ditolak majelis hakim yang diketuai Ida Ayu Andya Dewi dengan anggota IG Partha Barghawa dan I Made Pasek.

Dalam pertimbangan putusannya majelis hakim menilai dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Bali sudah jelas dan cermat.

Tudingan tim penasihat hukum Alit, bahwa dakwaan JPU bersifat prematur juga dimentahkan oleh majelis hakim. Dari hasil musyawarah majelis hakim disepakati menolak eksepsi Alit.

“Menyatakan, eksepsi yang diajukan terdakwa AA Ngurah Alit Wira Putra tidak dapat diterima,” tandas hakim Adnya Dewi lantas mengetuk palu sebanyak tiga kali di PN Denpasar, kemarin (4/7).

Mendengar putusan hakim, Alit yang sedari awal terlihat santai hanya manggut-manggut. “Bagaimana saudara terdakwa, sudah mengerti putusan ini? Eksepsi saudara ditolak,” jelas hakim.

Alit menganggukkan kepala. Begitu juga dengan penasihat hukumnya, Ali Sadikin dan Wayan Santosa.

Selanjutnya hakim memerintahkan penuntut umum melanjutkan pembuktian pada persidangan selanjutnya dengan menghadirkan para saksi.

“Penuntut umum (JPU) siap?” tanya hakim. “Siap, Yang Mulia,” jawab JPU Arimbawa bersemangat.   Sementara itu, Alit yang diwawancarai usai sidang tidak lagi “sakit gigi”.

Pria bergelar magister hukum itu kembali lantang bersuara. Ditanya sikapnya terhadap putusan hakim yang menolak eksepsinya, Alit tersenyum.

“Jadi, dengan ditolaknya eksepsi ini justru nanti akan terbuka semuanya dalam sidang selanjutnya. Ya, agak sabar sedikit,” katanya.

Pada prinsipnya dia mengaku setuju dengan putusan eksepsi hakim. Pada persidangan selanjutnya dengan agenda pembuktian, Alit berjanji akan membuktikan bahwa apa yang ia sampaikan dalam eksepsi itu benar.

“Ini akan terungkap siapa menipu siapa,” cetusnya. Yang menarik, Alit siap buka-bukaan di persidangan. Ia meminta majelis hakim memeriksa pihak-pihak terkait.

Yakni Putu Pasek Sandoz Prawirotama anak mantan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Candra Wijaya dan Made Jayantara.

Ketiganya adalah orang yang menikmati aliran dana dari Sutrisno Lukito Disastro, investor dari Jakarta yang hendak melaksanakan proyek pengembangan Pelabuhan Tanjung Benoa.

Alit member uang pada Sandoz sebesar Rp 7,5 miliar dan Rp USD 80 ribu atau setara Rp 800 juta. Apabila ditotal Rp 8,3 miliar.

Kemudian member Candra Wijaya Rp 4,6 miliar, serta I Made Jayantara bagian Rp 1,1 miliar. Jika ditotal ketiganya mendapat Rp 14 miliar.

Jika merujuk pada kerugian yang diderita Sutrisno sebesar Rp 16,1 miliar, maka Alit “hanya” kecipratan Rp 2,1 miliar.

Di awal pertemuan dengan Sutrisno, Alit meminta Rp 30 miliar untuk membereskan perizinan. Namun, Sutrisno baru menggelontorkan Rp 16,1 miliar. Sedangkan sisanya Rp 13,9 miliar belum diberikan.

“Ada orang lain yang terlibat, yaitu Sandoz, Made Jayantara, dan Candra Wijaya. Aliran dana itu juga yang akan saya jelaskan. Karena itu, saya meminta majelis hakim memanggil ketiganya menjadikan satu (dalam sidang),” tukasnya.

Alit ingin membuktikan jika dirinya tidak bermain sendiri. Diungkapkan Alit, pembagian uang kepada Sandoz cs sesuai pembagian tugas.

Sebelum uang dibagikan, terlebih dulu ada pembagian tugas di Kantor Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Denpasar.

“Itu (pembagian tugas) yang paling penting. Nah, dalam pembagian tugas itulah kemudian sesuai peran masing-masing mereka meminta uang,” tandasnya.

Alit mengaku bukan dirinya yang menentukan besaran jatah yang diterima. Jatah diberikan sesuai permintaan Sandoz cs berdasar pembagian tugas.

“Sisa dari mereka (Sandoz cs) itu baru ada di tabungan saya untuk operasional dan lainnya,” imbuh Alit.Nah, dalam pertemuan itu pembagian tugas dan jatah uang berdasar persentase.

Alit sendiri jika berhasil mendapatkan izin dari Pemprov minta bagian saham di PT Bangun Segitiga Mas (BSM) sebesar 15 persen atau setara Rp 50 miliar.

Menurut Alit, sebenarnya izin prinsip dan rekomendasi dari gubernur sudah keluar. Tapi, izin prinsip untuk proyek pengembangan Pelabuhan Benoa itu ternyata bukan diperuntukkan PT BSM.

Izin keluar justru atas nama perusahaan lain, yakni PT Nusa Mega Penida. Padahal, yang mengajukan permohonan perizinan adalah PT BSM.

Alit menduga izin prinsip bukan untuk PT BSM untuk menghindari sisa pembayaran Rp 14 miliar.

 “Permintaan rekomendasi pakai PT BSM, tapi keluarnya perusahaan lain (PT Nusa Mega Penida), itu yang mengaburkan. Sehingga menghindari membayar yang Rp 14 miliar itu.

Kalau pakai PT BSM kan seharusnya sudah selesai, mereka (investor) harus bayar kewajibannya untuk menghindari konflik yang lain,” tuturnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/