27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 2:13 AM WIB

Korupsi Kredit BPD Rp 200 M, Penyidik Kantongi Lima Calon Tersangka

DENPASAR – Penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pencairan kredit investasi di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali senilai Rp 200 miliar terus bergulir.

Terbaru, di tengah tim penyidik Pidsus Kejati Bali menyiapkan ekspos, diam-diam tim sudah mengantongi sejumlah calon tersangka dalam perkara ini.

Ketua tim penyidik Pidsus Kejati Bali  Otto. S didampingi Kasipenkum Edwin Beslar kemarin menyebutkan, setidaknya ada lima calon tersangka dalam kasus ini.

Sayangnya, terkait siapa bakal tersangka Otto masih enggan untuk membeber lebih gamblang dengan alasan masih berkembang.

“Kalau calon tersangka sudah lama. Sementara ini sudah ada lima calon tersangka dan akan terus berkembang,” tegasnya sembari menyebut bahwa lima calon tersangka berasal dari internal dan eksternal BPD Bali.

Kata Otto, tim penyidik masih terus mengumpulkan sejumlah alat bukti maupun petunjuk untuk menyambung mata rantai yang saat ini diakui masih putus-putus.

“Kalau saksi sementara yang sudah kami periksa ada sekitar 20-an orang, dan ditambah ahli sekitar dua sampai tiga (ahli keuangan dan perbankan)

dan masih akan bertambah karena ahli yang lain sengaja kami rahasiakan karena (ahli) itu menjadi senjata kami agar nantinya tidak gagal dalam proses penyidikan maupun di persidangan nanti,” terangnya.

Menurut Otto, selaku ketua tim penyidik dalam perkara ini, pihaknya mengaku sangat berhati-hati.

Unsur kehati-hatian dalam penanganan penyidikan perkara ini, menurutnya, lebih agar tidak ada kesan adanya tudingan kriminalisasi maupun rekayasa oleh pihak tertentu dalam perkara ini.

“Intinya perkara ini bukan kredit fiktif, melainkan fisik dari perkara ini ada. Kami (penyidik)  ingin menuntaskan kewajiban mereka atas apa yang sudah mereka kerjakan.

Kami juga tidak mau salah menyeret orang dan ingin menjaring siapa pihak yang semestinya bertanggungjawab secara pidana

dan bukan sekedar administrasinya, jadi kami perkuat dulu bukti supaya saat penetapan nanti benar-benar kuat,” jelasnya.

Sehingga dengan tujuan itulah, kata Otto, pihaknya sangat mengutamakan kehati-hatian dalam proses penyidikan maupun pendalaman terhadap perkara ini.

“Jadi, kami tidak mau juga buru-buru,” tambahnya. Otto juga menjelaskan, bahwa pihaknya tengah intens berkomunikasi dengan pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Bali.

Lalu bagaimana dengan obyek hotel (H Sovereign Bali di Jalan Raya Tuban No. 2 Kuta, Badung) yang hingga saat ini masih beroperasi?

Kata Otto, sebagai salah satu obyek yang dijaminkan di bank, pihak penyidik ternyata juga telah memeriksa pemilik maupun para pemilik dari H Sovereign Bali.

“Kami sudah memeriksa pemilik dan para pemilik hotel, “tandasnya. Kenapa tidak dilakukan penyegelan? Ditanya demikian, pernyataan mengejutkan justru terlontar dari Otto.

Menurutnya,  hotel kelas bintang yang terletak di posisi strategis dekat bandara internasional Ngurah Rai Tuban ini ternyata sudah berada di tangan kurator dan dalam proses untuk dilelang karena ada penetapan pengadilan terkait pailit.

“Proses segel kan suatu tindakan hukum, nah untuk melakukan tindakan hukum kami harus melihat apa tujuannya.

Apalagi status hotel ini kan sekarang sudah di tangan kurator, jadi kalau kami menyita untuk tujuan lelang sama saja, kami salah nanti,” urainya.

Bahkan dengan status pailit, kata Otto, pihaknya selaku penyidik juga sudah memeriksa pihak kurator.

“Kami bukan hanya koordinasi, tapi kami juga sudah periksa kuratornya, dan memang benar sudah ada surat penunjukan dari pengadilan untuk hotel Sovereign Bali, “pungkas Otto.

Sebagaimana diketahui, mencuatnya kasus dugaan korupsi di BPD Bali ini menyusul dengan adanya ketidakwajaran pencairan dana kredit kepada dua kreditur yakni PT. Karya Utama Putera Pratama

senilai Rp 150 miliar pada Tahun 2013, dan PT. Hakadikon Beton Pratama senilai Rp 42 miliar. Pasalnya selaku kreditur, pemilik PT Karya Utama Putera Pratama

dan PT Hakadikon merupakan orang yang sama. Pencairan kredit untuk PT Karya Utama Putera Pratama terjadi 2013. Pemilik PT inisialnya HS.

Pencairan terjadi menjelang suksesi. Selain  proses pencairan yang tidak wajar dan super cepat,   penyerahan obyek agunan yang tidak sesuai dengan nilai kredit karena obyek agunan (H Sovereign Bali)  yang berada di sekitar Jalan Raya Tuban, Badung merupakan tanah sewa.

Selain proses pengajuan kredit tidak sesuai dengan sistem kredit perbankan, nilai atau jumlah dana yang dikucurkan juga tidak sebanding dengan nilai agunan yang dijaminkan.

DENPASAR – Penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pencairan kredit investasi di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali senilai Rp 200 miliar terus bergulir.

Terbaru, di tengah tim penyidik Pidsus Kejati Bali menyiapkan ekspos, diam-diam tim sudah mengantongi sejumlah calon tersangka dalam perkara ini.

Ketua tim penyidik Pidsus Kejati Bali  Otto. S didampingi Kasipenkum Edwin Beslar kemarin menyebutkan, setidaknya ada lima calon tersangka dalam kasus ini.

Sayangnya, terkait siapa bakal tersangka Otto masih enggan untuk membeber lebih gamblang dengan alasan masih berkembang.

“Kalau calon tersangka sudah lama. Sementara ini sudah ada lima calon tersangka dan akan terus berkembang,” tegasnya sembari menyebut bahwa lima calon tersangka berasal dari internal dan eksternal BPD Bali.

Kata Otto, tim penyidik masih terus mengumpulkan sejumlah alat bukti maupun petunjuk untuk menyambung mata rantai yang saat ini diakui masih putus-putus.

“Kalau saksi sementara yang sudah kami periksa ada sekitar 20-an orang, dan ditambah ahli sekitar dua sampai tiga (ahli keuangan dan perbankan)

dan masih akan bertambah karena ahli yang lain sengaja kami rahasiakan karena (ahli) itu menjadi senjata kami agar nantinya tidak gagal dalam proses penyidikan maupun di persidangan nanti,” terangnya.

Menurut Otto, selaku ketua tim penyidik dalam perkara ini, pihaknya mengaku sangat berhati-hati.

Unsur kehati-hatian dalam penanganan penyidikan perkara ini, menurutnya, lebih agar tidak ada kesan adanya tudingan kriminalisasi maupun rekayasa oleh pihak tertentu dalam perkara ini.

“Intinya perkara ini bukan kredit fiktif, melainkan fisik dari perkara ini ada. Kami (penyidik)  ingin menuntaskan kewajiban mereka atas apa yang sudah mereka kerjakan.

Kami juga tidak mau salah menyeret orang dan ingin menjaring siapa pihak yang semestinya bertanggungjawab secara pidana

dan bukan sekedar administrasinya, jadi kami perkuat dulu bukti supaya saat penetapan nanti benar-benar kuat,” jelasnya.

Sehingga dengan tujuan itulah, kata Otto, pihaknya sangat mengutamakan kehati-hatian dalam proses penyidikan maupun pendalaman terhadap perkara ini.

“Jadi, kami tidak mau juga buru-buru,” tambahnya. Otto juga menjelaskan, bahwa pihaknya tengah intens berkomunikasi dengan pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Bali.

Lalu bagaimana dengan obyek hotel (H Sovereign Bali di Jalan Raya Tuban No. 2 Kuta, Badung) yang hingga saat ini masih beroperasi?

Kata Otto, sebagai salah satu obyek yang dijaminkan di bank, pihak penyidik ternyata juga telah memeriksa pemilik maupun para pemilik dari H Sovereign Bali.

“Kami sudah memeriksa pemilik dan para pemilik hotel, “tandasnya. Kenapa tidak dilakukan penyegelan? Ditanya demikian, pernyataan mengejutkan justru terlontar dari Otto.

Menurutnya,  hotel kelas bintang yang terletak di posisi strategis dekat bandara internasional Ngurah Rai Tuban ini ternyata sudah berada di tangan kurator dan dalam proses untuk dilelang karena ada penetapan pengadilan terkait pailit.

“Proses segel kan suatu tindakan hukum, nah untuk melakukan tindakan hukum kami harus melihat apa tujuannya.

Apalagi status hotel ini kan sekarang sudah di tangan kurator, jadi kalau kami menyita untuk tujuan lelang sama saja, kami salah nanti,” urainya.

Bahkan dengan status pailit, kata Otto, pihaknya selaku penyidik juga sudah memeriksa pihak kurator.

“Kami bukan hanya koordinasi, tapi kami juga sudah periksa kuratornya, dan memang benar sudah ada surat penunjukan dari pengadilan untuk hotel Sovereign Bali, “pungkas Otto.

Sebagaimana diketahui, mencuatnya kasus dugaan korupsi di BPD Bali ini menyusul dengan adanya ketidakwajaran pencairan dana kredit kepada dua kreditur yakni PT. Karya Utama Putera Pratama

senilai Rp 150 miliar pada Tahun 2013, dan PT. Hakadikon Beton Pratama senilai Rp 42 miliar. Pasalnya selaku kreditur, pemilik PT Karya Utama Putera Pratama

dan PT Hakadikon merupakan orang yang sama. Pencairan kredit untuk PT Karya Utama Putera Pratama terjadi 2013. Pemilik PT inisialnya HS.

Pencairan terjadi menjelang suksesi. Selain  proses pencairan yang tidak wajar dan super cepat,   penyerahan obyek agunan yang tidak sesuai dengan nilai kredit karena obyek agunan (H Sovereign Bali)  yang berada di sekitar Jalan Raya Tuban, Badung merupakan tanah sewa.

Selain proses pengajuan kredit tidak sesuai dengan sistem kredit perbankan, nilai atau jumlah dana yang dikucurkan juga tidak sebanding dengan nilai agunan yang dijaminkan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/