DENPASAR – Direktur Utama PT BPR KS Bali Agung Sedana (BAS), Nyoman Supariyani, tak berkutik saat dituntut 8 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar.
JPU Cokorda Intan Merlany Dewie dalam tuntutannya menyimpulkan, bahwa terdakwa terbukti melakukan tindak pidana perbankan.
Dijelaskan jaksa Intan, terdakwa dalam kapasitasnya pada direksi bank dengan sengaja tidak melaksanakan prosedur yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan lainnya.
Praktik kejahatan bos BPR itu dilakukan dengan cara memerintahkan stafnya tidak melakukan prosedur, dalam proses pemberian kredit 54 debitur calon tenaga kerja Indonesia (TKI).
“Menuntut, agar majelis hakim mengadili terdakwa pidana penjara 8 tahun, juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 5 miliar subsider tiga bulan kurungan,” ujar jaksa Intan di hadapan majelis hakim yang diketuai Ni Made Purnami, kemarin (5/9).
Jaksa menilai perbuatan terdakwa memenuhi unsur dalam Pasal 49 ayat (2) huruf (b) UU No 7/1992 tentang Perbankan, yang telah diubah dengan UU No 10/ 1998 tentang perubahan atas UU No 7/ 1992 tentang Perbankan, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, sesuai dakwaan alternatif kedua.
Usai pembacaan surat tuntutan, tim kuasa hukum terdakwa yang terdiri dari Hari Purwanto dkk langsung menyatakan mengajukan pledoi atau pembelaan.
Kasus penyimpangan kredit ini sebelumnya diungkap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada April 2108 lalu.
Sesuai surat dakwaan, tindak pidana perbankan yang diduga dilakukan Supariyani ini terjadi sepanjang Maret 2014 hingga Desember 2014.
Perbuatan itu terjadi dalam proses pemberian kredit 54 debitur calon TKI dengan plafon berjumlah lebih kurang sebesar Rp 24,2 miliar lebih.
Sepanjang Maret sampai Desember 2014, PT BPR KS BAS telah mencairkan kredit untuk 54 debitur sebagai TKI dengan total plafon berjumlah sekitar Rp 24, 2 miliar dan telah dibukukan.
Antara lain pada 30 Desember 2014 pengajuan kredit atas nama I Kadek Septian Dwi Cahyadi dengan plafon Rp 150 juta.
Pencairan terhadap 54 calon debitur dilakukan melalui transfer ke rekening tabungan debitur selanjutnya dilakukan penarikan oleh debitur.
“Namun, uang hasil pencairan tidak diberikan kepada debitor melainkan ke perwakilan PT IHSC dengan menyerahkan cek,” terang jaksa.