26.7 C
Jakarta
12 September 2024, 20:45 PM WIB

Guru Cabul Dituntut 8 Tahun, Ini Respons Mengejutkan Kubu Terdakwa…

DENPASAR – Putu Arif Mahendra, 32, guru tari salah satu sekolah swasta di wilayah Kreneng, Denpasar, dituntut 8 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar, Putu Oka Surya Atmaja.

Dalam sidang tertutup untuk umum itu JPU menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja

melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya secara berlanjut.

Di hadapan hakim Hakim Novita Riama, JPU menyebut perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 81 ayat (2) UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP (dakwaan subsider).

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Novita Riama itu, terdakwa juga menuntut terdakwa membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan.

Tuntutan 8 tahun penjara itu dibenarkan kuasa hukum terdakwa, Iswahyudi. “Ya, klien kami dituntut 8 tahun,” ujar Iswahyudi usai sidang.

Ditambahkan Iswahyudi, pekan depan pihaknya akan mengajukan pembelaan secara tertulis. Dalam berkas tuntutan yang ditunjukkan pihak kuasa hukum,

jika pihak JPU menyebutkan merusak pembinaan generasi muda sebagai hal yang memberatkan tuntutan terdakwa.

Sedangkan hal meringankan tak ada. Dalam berkas itu juga disebutkan sejumlah barang bukti seperti beberapa baju dan seragam sekolah milik korban

serta empat lembar formulir tanda pemesanan kamar di Hotel Oranjie yang masing-masing tertanggal 20 Februari, 26 Februari, 28 Februari serta 1 Maret 2018.

Seperti diketahui, Arif ditangkap Satreskrim Polresta Denpasar pada 21 Maret karena dituding melakukan pelecehan/pencabulan

dan persetubuhan yang diawali dengan pemaksaan dan pengancaman terhadap anak didiknya sendiri berinisial AC berusia 16 tahun.

Korban dan terdakwa sudah lama kenal yakni sejak korban SMP yang bersekolah di tempat yang sama.

Terlebih dari SMP, korban ikut ekstrakurikuler seni tari yang terdakwa adalah guru pembimbingnya.

Nah, pada 28 Desember 2017, korban menghubungi terdakwa melalui aplikasi Line untuk menanyakan siapa pasangan menarinya. Namun  terdakwa malah mencoba merayu.

Dua hari kemudian, saat latihan menari korban diminta menemui terdakwa lebih awal di ruang akreditasi lantai 1 dekat ruang guru.

Terdakwa seketika mulai melecehkan korban mulai mencium dan lainnya namun tak sampai persetubuhan.

Korban tak melawan karena takut atas ancaman terdakwa yang meminta tak usah ikut menari lagi jika menolak keinginan terdakwa.

Ulah terdakwa terus terulang, hingga terdakwa sering video call sex dengan korban melalui aplikasi medsos.

Hingga Januari 2018, terdakwa mengajak korban ketemu di sebuah hotel di Denpasar pada pukul 13.30, usai latihan.

Terdakwa terus menekan korban hingga terjadi persetubuhan terus menerus sampai Maret. Bahkan, terdakwa juga mengajak satu korban lagi yang tak lain teman korban. Persetubuhan tiga orang itu pun terjadi

DENPASAR – Putu Arif Mahendra, 32, guru tari salah satu sekolah swasta di wilayah Kreneng, Denpasar, dituntut 8 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar, Putu Oka Surya Atmaja.

Dalam sidang tertutup untuk umum itu JPU menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja

melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya secara berlanjut.

Di hadapan hakim Hakim Novita Riama, JPU menyebut perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 81 ayat (2) UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP (dakwaan subsider).

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Novita Riama itu, terdakwa juga menuntut terdakwa membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan.

Tuntutan 8 tahun penjara itu dibenarkan kuasa hukum terdakwa, Iswahyudi. “Ya, klien kami dituntut 8 tahun,” ujar Iswahyudi usai sidang.

Ditambahkan Iswahyudi, pekan depan pihaknya akan mengajukan pembelaan secara tertulis. Dalam berkas tuntutan yang ditunjukkan pihak kuasa hukum,

jika pihak JPU menyebutkan merusak pembinaan generasi muda sebagai hal yang memberatkan tuntutan terdakwa.

Sedangkan hal meringankan tak ada. Dalam berkas itu juga disebutkan sejumlah barang bukti seperti beberapa baju dan seragam sekolah milik korban

serta empat lembar formulir tanda pemesanan kamar di Hotel Oranjie yang masing-masing tertanggal 20 Februari, 26 Februari, 28 Februari serta 1 Maret 2018.

Seperti diketahui, Arif ditangkap Satreskrim Polresta Denpasar pada 21 Maret karena dituding melakukan pelecehan/pencabulan

dan persetubuhan yang diawali dengan pemaksaan dan pengancaman terhadap anak didiknya sendiri berinisial AC berusia 16 tahun.

Korban dan terdakwa sudah lama kenal yakni sejak korban SMP yang bersekolah di tempat yang sama.

Terlebih dari SMP, korban ikut ekstrakurikuler seni tari yang terdakwa adalah guru pembimbingnya.

Nah, pada 28 Desember 2017, korban menghubungi terdakwa melalui aplikasi Line untuk menanyakan siapa pasangan menarinya. Namun  terdakwa malah mencoba merayu.

Dua hari kemudian, saat latihan menari korban diminta menemui terdakwa lebih awal di ruang akreditasi lantai 1 dekat ruang guru.

Terdakwa seketika mulai melecehkan korban mulai mencium dan lainnya namun tak sampai persetubuhan.

Korban tak melawan karena takut atas ancaman terdakwa yang meminta tak usah ikut menari lagi jika menolak keinginan terdakwa.

Ulah terdakwa terus terulang, hingga terdakwa sering video call sex dengan korban melalui aplikasi medsos.

Hingga Januari 2018, terdakwa mengajak korban ketemu di sebuah hotel di Denpasar pada pukul 13.30, usai latihan.

Terdakwa terus menekan korban hingga terjadi persetubuhan terus menerus sampai Maret. Bahkan, terdakwa juga mengajak satu korban lagi yang tak lain teman korban. Persetubuhan tiga orang itu pun terjadi

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/