31.5 C
Jakarta
25 April 2024, 12:12 PM WIB

Rugikan Negara Rp 225 Juta, Bendesa Adat Selat Bangli Jadi Pesakitan

DENPASAR – Di usia senjanya I Made Rijasa semestinya bisa hidup tenang. Namun, pria 75 tahun itu kini menjadi pesakitan di Pengadilan Tipikor Denpasar.

Rijasa yang juga Bendesa Adat Desa Pakraman Selat, Bangli, didakwa merugikan LPD Desa Adat Selat, senilai Rp 225 juta.

Dalam dakwaan JPU Matheos Matulessy diungkapkan, terdakwa Rijasa merupakan sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan,

dan turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan Ni Luh Natariyantini (sidang terpisah) melawan hukum.

Terdakwa membuat, menandatangani dan mengajukan surat permohonan pendanaan LPD, kepada Pengelola Dana Usaha Ekonomi Produktif (UEP) PPK Kecamatan Susut, Bangli.

Tujuannya penambahan modal LPD, dengan lampiran 21 nama calon peminjam sebesar Rp 300 juta. Pinjaman itu akan dikembalikkan dalam jangka waktu 24 bulan, dengan sistem angsuran pokok dan bunga setia bulannya.

“Namun, terdakwa Rijasa bersama Ni Luh Natariyantini, tidak pernah menyalurkan dana UEP dimaksud.

Sehingga program untuk meningkatkan pelayanan kredit pada masyarakat miskin tidak terlaksana,” beber JPU Matheos di muka majelis hakim yang diketuai Esthar Oktavi, kemarin (5/11).

Terdakwa yang menjabat Ketua Badan Pengawas LPD Desa Pakraman Selat, Susut, Bangli, itu mengakibatkan keuangan negara, dalam hal ini LPD Desa Pakraman Selat, mengalami kerugian.

Terdakwa kelahiran 1 Juli 194, itu dinilai  memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.

Yakni memperkaya I Ketut Joko sebesar Rp 197.100.000; Nengah Diarsa Rp 30 juta, beserta bunga deposito sebesar Rp 240 ribu; I Wayan Daging Rp 5 juta;

Agus Pratama Rp 20 juta; dan Suwiti Rp 5 juta beserta bunga R 150 ribu. Jika dikalkulasi, bahwa negara dirugikan Rp 225 juta, sesuai audit BPKP Perwakilan Provinsi Bali.

Seharusnya dana Rp 299.400.000 tersebut disalurkan pada mereka yang nama-namanya (21 orang) disebutkan dalam permohonan pendanaan LPD.

Namun, kata jaksa, terdakwa selaku badan pengawas tidak memberikan petunjuk apa-apa kepada Ni Luh Natariyantini selaku Kepala LPD Selat, terkait penyaluran dana UEP yang benar.

Perbuatan terdakwa sebagaimana dimaksud dan diancam pidana Pasal 2 dan 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

DENPASAR – Di usia senjanya I Made Rijasa semestinya bisa hidup tenang. Namun, pria 75 tahun itu kini menjadi pesakitan di Pengadilan Tipikor Denpasar.

Rijasa yang juga Bendesa Adat Desa Pakraman Selat, Bangli, didakwa merugikan LPD Desa Adat Selat, senilai Rp 225 juta.

Dalam dakwaan JPU Matheos Matulessy diungkapkan, terdakwa Rijasa merupakan sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan,

dan turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan Ni Luh Natariyantini (sidang terpisah) melawan hukum.

Terdakwa membuat, menandatangani dan mengajukan surat permohonan pendanaan LPD, kepada Pengelola Dana Usaha Ekonomi Produktif (UEP) PPK Kecamatan Susut, Bangli.

Tujuannya penambahan modal LPD, dengan lampiran 21 nama calon peminjam sebesar Rp 300 juta. Pinjaman itu akan dikembalikkan dalam jangka waktu 24 bulan, dengan sistem angsuran pokok dan bunga setia bulannya.

“Namun, terdakwa Rijasa bersama Ni Luh Natariyantini, tidak pernah menyalurkan dana UEP dimaksud.

Sehingga program untuk meningkatkan pelayanan kredit pada masyarakat miskin tidak terlaksana,” beber JPU Matheos di muka majelis hakim yang diketuai Esthar Oktavi, kemarin (5/11).

Terdakwa yang menjabat Ketua Badan Pengawas LPD Desa Pakraman Selat, Susut, Bangli, itu mengakibatkan keuangan negara, dalam hal ini LPD Desa Pakraman Selat, mengalami kerugian.

Terdakwa kelahiran 1 Juli 194, itu dinilai  memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.

Yakni memperkaya I Ketut Joko sebesar Rp 197.100.000; Nengah Diarsa Rp 30 juta, beserta bunga deposito sebesar Rp 240 ribu; I Wayan Daging Rp 5 juta;

Agus Pratama Rp 20 juta; dan Suwiti Rp 5 juta beserta bunga R 150 ribu. Jika dikalkulasi, bahwa negara dirugikan Rp 225 juta, sesuai audit BPKP Perwakilan Provinsi Bali.

Seharusnya dana Rp 299.400.000 tersebut disalurkan pada mereka yang nama-namanya (21 orang) disebutkan dalam permohonan pendanaan LPD.

Namun, kata jaksa, terdakwa selaku badan pengawas tidak memberikan petunjuk apa-apa kepada Ni Luh Natariyantini selaku Kepala LPD Selat, terkait penyaluran dana UEP yang benar.

Perbuatan terdakwa sebagaimana dimaksud dan diancam pidana Pasal 2 dan 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/