DENPASAR – Tim penasihat Suryadi, terdakwa kasus dugaan pemalsuan tanda tangan dalam surat jual beli saham PT Bali Rich Mandiri,
diberi kesempatan oleh majelis hakim membacakan pledoi di muka persidangan Pengadilan Negeri Gianyar.
Pledoi dibacakan oleh Bali Dalo SH, Dedi Putra Laksana SH MH dan Abednego Hasibuan SH secara bergantian.
Intinya, pada pledoi ini terdakwa Suryadi menyuarakan kegundahan hatinya tentang adanya tudingan tentang transaksi surat jual beli saham
PT Bali Rich Mandiri yang dikatakan fiktif dikarenakan waktu dan tempat tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Pledoi ini terkait dakwaan JPU menyatakan, ada pemalsuan tanda tangan pada surat dalam perkara terkait surat jual beli saham PT Bali Rich Mandiri dari
pemilik sebelumnya ke pembeli yang tak lain adalah ketiga terdakwa yakni Asral, Suryadi dan Tri Endang Astuti.
Di mana terdakwa pada Desember 2015 bertempat di kantor perseroan Banjar Tanggayuda, Kedewatan Ubud Gianyar,
menandatangani Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa Perseroan Terbatas PT Bali Rich Mandiri.
Intinya, rapat telah setuju dan memutuskan menyetujui penjualan saham milik Tuan I Hendro Nugroho Prawiro Hartono sebanyak 100 saham dengan nilai nominal Rp 100 juta kepada Tuan Asral.
Setelah jual beli saham maka susunan pemegang saham perseroan yang baru menjadi milik Asral 500 saham, Suryadi 200 saham dan Tri Endang Astuti, 300 saham.
Total nilai saham sebesar Rp 1 miliar. Di mana sebelumnya, pemegang saham PT Bali Rich Mandiri adalah
Rudy Dharmamulya sebesar 800 saham, Hendro Nugroho Hartono, 100 saham dan Djarius Haryanto sebanyak 100 saham.
Akibat perbuatan terdakwa, saksi Hartati, yang merupakan janda almarhum Rudy Dharmamulya mengalami
kerugian karena beralihnya saham PT Bali Rich Mandiri kepada Asral, Suryadi dan Tri Endang Astuti.
“Apakah belum juga jelas bagi jaksa penuntut umum bahwa hal tersebut murni dilakukan dalam rangka membantu Hartati?
Mengapa itu dipersalahkan sedangkan dalam peraturan kenotariatan bahwa hal penanggalan dilakukan setelah semua berkas atau tanda tangan
telah komplit jelas diperbolehkan,” ujar Bali Dalo SH, Dedi Putra Laksana SH MH dan Abednego Hasibuan SH membacakan pledoi dari terdakwa Suryadi secara bergantian.
“Kalau permasalahan administrasi ini dipermasalahkan kenapa bukan menjadi kesalahan Hartati yang jelas-jelas menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya?
Kalau permasalahan administrasi ini dipermasalahkan, kenapa bukan menjadi kesalahan Hartati yang jelas-jelas menyuruh Notaris mempersiapkan
semua dokumen-dokumen jual beli ini? Kenapa kesalahan administrasi ini malah ditimpakan oleh jaksa penuntut umum kepada kami yang jelas-jelas
tidak pernah berhubungan langsung atau menginstruksikan hal tersebut kepada notaris?. Dan kenapa pula kesalahan
administrasi ini menjadi tuduhan tindak pidana?,” tambah Suryadi melalui tim kuasa hukumnya.
Dia melanjutkan, semua arahan dan permintaan Hartati dituruti oleh para pihak dan pihaknya melakukan atas dasar iba kepada
Hartati yang baru saja ditinggalkan oleh almarhum Rudy yang notabene adalah seorang sahabat dan mitra kerjanya.
Suryadi juga membeberkan dan membantah sejumlah kesaksian palsubdari Hartati terkait surat penetapan warisnya yang mencantumkan Kristina dan Alvin Giri Putra
sebagai keponakan Hartati, padahal sesuai kenyataan yang jelas diketahui dan dari hasil BAP di Polda Bali, keduanya sudah mengakui tidak memilki hubungan saudara dengan Hartati.
Selain itu masih banyak hal lain yang dianggap palsu oleh Suryadi yang dibacakan dalam pledoi tersebut.
Di tempat terpisah, Kamis (7/11), pengacara Suryadi lainnya, Wayan Purwita mengatakan bahwa tandatangan palsu yang didakwakan oleh JPU sampai saat ini belum ada kejelasan siapa pelakunya.
“Tidak jelas siapa pelakunya, dimana dan dengan cara apa pemalsuan tandatangan dilakukan karena semua berkas di siapkan di kantor notaris
dan setelah penandatanganan akta atau perjanjian semua berkas tersimpan di kantor notaris,” tandas Wayan Purwita.