DENPASAR – Kasus dugaan korupsi dana santunan kematian di Dinsosnakertrans Kabupaten Jembrana dengan terdakwa Kelian Dinas Banjar Munduk Ranti, Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, I Gede Astawa memasuki babak baru.
Setelah sebelumnya Kelian Dinas Banjar Sari Kuning Tulungagung, Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana I Dewa Ketut Artawan didakwa dan diancam dengan hukuman pidana selama 20 tahun penjara, nasib sama kini menimpa Astawa.
Seperti terungkap saat sidang dakwaan dengan Ketua Majelis Hakim Ni Made Sukereni di Pengadilan Tipikor Denpasar beberapa waktu lalu.
Saat sidang, pria 48 tahun ini oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ivan Praditya Putra didakwa dengan dakwaan berlapis yakni, dakwaan primer, Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, dan dakwaan subsider, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun.
“Terdakwa I Gede Astawa bekerja sama saksi Indah Suryaningsih (diajukan dalam berkas perkara lain) mencairkan data fiktif atau direkayasa sebanyak 59 pencairan atas nama alamarhum/almarhumah yang sudah pernah diajukan,” beber Jaksa Ivan Praditya Putra.
Lebih lanjut, Ivan menjelaskan jika 59 data fiktif yang diajukan itu meliputi 56 berkas dibuat secara fiktif, dan 3 berkas sisanya diajukan secara berulang atau pernah diajukan sebelumnya.
“Dari hasil pencairan dana santunan kematian, itu saksi Indah menikmati Rp 55,8 juta. Sedangkan terdakwa Astawa kebagian Rp 32,7 juta, dengan total kerugian negara sebesar Rp 88,5 juta,” jelas jaksa asal Kejari Jembrana.
Selanjutnya, atas surat dakwaan yang disampaikan JPU, terdakwa yang didampingi kuasa hukumnya dari pusat bantuan hukum (PBH) Peradi Denpasar tidak mengajukan eksepsi atau keberatan. Selanjutnya, sidang ditunda dan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.