29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:14 AM WIB

Kasus Korupsi Al-Ma’ruf, MAKI Siap Praperadilankan Kejari Denpasar

DENPASAR – Kejari Denpasar mesti bersiap berjibaku menghadapi perlawanan hukum dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).

Ini menyusul keputusan MAKI yang akan kembali mempraperadilankan Kejari Denpasar terkait keluarnya

Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) kasus dugaan korupsi dana hibah Rp 200 juta untuk Yayasan Al-Ma’ruf Denpasar.

Koordiantor MAKI, Boyamin Saiman mengungkapkan, praperadilan untuk Kejari Denpasar segera diajukan setelah wabah corona mereda.

Boyamin menyatakan, mempraperadilankan Kejari Denpasar merupakan utang MAKI kepada masyarakat Kota Denpasar yang harus dilunasi.

“Tidak mungkin kami tidak mengajukan praperadilan. Pasti kami ajukan. Yakinlah, kami akan menang,” kata Boyamin.

Boyamin yakin akan memenangkan praperadilan, setelah pada pertengahan Februari lalu gugatan MAKI nyaris dikabulkan hakim PN Denpasar.

Alasan hakim tunggal I Made Pasek menolak gugatan MAKI saat itu hanya karena berkas yang diajukan tidak lengkap.

Seperti pemohon hanya mengajukan praperadilan untuk satu tersangka saja, yaitu MAN. Padahal dalam rangkaian perkara ini ada dua tersangka lain, yakni MS dan SM.

Seharusnya tiga tersangka dimasukkan dalam berkas. Pertimbangan lainnya yaitu pemohon semestinya menyertakan Jaksa Agung RI sebagai pihak termohon dan harus menyertakan SKPP tersangka MS dan SM. 

Menurut Boyamin, meski pihaknya kalah pada persidangan sebelumnya, namun sejatinya pihaknya diuntungkan.

MAKI mendapat bahan materi yang lebih lengkap dari pihak kejaksaan. Salah satunya yaitu mendapat SKPP ketiga tersangka.

Sebelumnya, kejaksaan hanya memberikan SKPP tersangka MAN. Itu menjadi amunisi baru bagi MAKI.

“Kami anggap praperdilan sebelumnya itu seperti pemanasan untuk melengkapi semua bahan. Buktinya, sekarang kami sudah kantongi semua SKPP tiga tersangka,” tegas pria asal Ponorogo, Jawa Timur, itu.

Begitu juga dengan persyaratan lainnya yang sebelumnya menjadi kekurangan mengajukan praperadilan akan dipenuhi.

Ditanya tujuan kenapa bersemangat mengajukan praperadilan, Boyamin menyebut tujuannya tidak lain untuk penegakan hukum.

Penghentian penuntutan kasus korupsi dana hibah Yayasan AL-Ma’ruf ini memang penuh kejanggalan.

Sebab, kasus ini diselidiki dan disidik Polresta Denpasar. Kerugian negara pun sudah diketahui Rp 200 juta. Dana yang semestinya digunakan untuk ziarah malah masuk ke dalam kantong pribadi para tersangka.

Anehnya, saat jaksa memberikan petunjuk penyidik Polresta Denpasar bahwa berkas sudah P-21 atau lengkap dan bisa dilimpahkan ke kejaksaan.

Namun, saat pelimpahan tahap dua, para tersangka tidak ditahan. Ironisnya, tidak lama berselang keluarlah “surat sakti” bernama SKPP.

Salah satu alasan terbitnya SKPP karena para tersangka sudah mengembalikan kerugian negara.

“Kalau korupsi, ya harus diproses sampai selesai. Ingat, pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana. Istilah kasarnya kejaksaan seperti menjilat ludah sendiri,” tandas Boyamin.

Ditambahkan, penghentian penuntutan korupsi akan menjadi ketidakadilan. “Ketika pencuri burung dan ayam digebuki lalu masuk penjara meskipun mengembalikan barang, ini korupsi mestinya juga diproses,” sindirnya.

Tujuan lain dari praperadilan yaitu sebagai bentuk pertanggungjawaban kejaksaan untuk menangani hukum dengan benar dan mempertanggungjawabkan kepada publik.

“Dalam hukum juga ada penjeraan. Besok-besok lagi kalau ada yang melanggar hukum agar jera dan tidak diulangi lagi,” pungkasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kasi Intel Kejari Denpasar, Kadek Hari Supriyadi mengaku akan segera koordinasi dengan Kasi Pidsus untuk mengetahui lebih detail kasus ini.

Maklum, Hari baru dilantik menjadi Kasi Intel beberapa hari lalu. “Senin (hari ini, Red) saya baru mulai efektif tugas.

Segera kami akan koordinasi dengan Kasi Pidsus untuk menjawab ini,” kata mantan Kasi Pidum Kejari Buleleng itu. 

DENPASAR – Kejari Denpasar mesti bersiap berjibaku menghadapi perlawanan hukum dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).

Ini menyusul keputusan MAKI yang akan kembali mempraperadilankan Kejari Denpasar terkait keluarnya

Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) kasus dugaan korupsi dana hibah Rp 200 juta untuk Yayasan Al-Ma’ruf Denpasar.

Koordiantor MAKI, Boyamin Saiman mengungkapkan, praperadilan untuk Kejari Denpasar segera diajukan setelah wabah corona mereda.

Boyamin menyatakan, mempraperadilankan Kejari Denpasar merupakan utang MAKI kepada masyarakat Kota Denpasar yang harus dilunasi.

“Tidak mungkin kami tidak mengajukan praperadilan. Pasti kami ajukan. Yakinlah, kami akan menang,” kata Boyamin.

Boyamin yakin akan memenangkan praperadilan, setelah pada pertengahan Februari lalu gugatan MAKI nyaris dikabulkan hakim PN Denpasar.

Alasan hakim tunggal I Made Pasek menolak gugatan MAKI saat itu hanya karena berkas yang diajukan tidak lengkap.

Seperti pemohon hanya mengajukan praperadilan untuk satu tersangka saja, yaitu MAN. Padahal dalam rangkaian perkara ini ada dua tersangka lain, yakni MS dan SM.

Seharusnya tiga tersangka dimasukkan dalam berkas. Pertimbangan lainnya yaitu pemohon semestinya menyertakan Jaksa Agung RI sebagai pihak termohon dan harus menyertakan SKPP tersangka MS dan SM. 

Menurut Boyamin, meski pihaknya kalah pada persidangan sebelumnya, namun sejatinya pihaknya diuntungkan.

MAKI mendapat bahan materi yang lebih lengkap dari pihak kejaksaan. Salah satunya yaitu mendapat SKPP ketiga tersangka.

Sebelumnya, kejaksaan hanya memberikan SKPP tersangka MAN. Itu menjadi amunisi baru bagi MAKI.

“Kami anggap praperdilan sebelumnya itu seperti pemanasan untuk melengkapi semua bahan. Buktinya, sekarang kami sudah kantongi semua SKPP tiga tersangka,” tegas pria asal Ponorogo, Jawa Timur, itu.

Begitu juga dengan persyaratan lainnya yang sebelumnya menjadi kekurangan mengajukan praperadilan akan dipenuhi.

Ditanya tujuan kenapa bersemangat mengajukan praperadilan, Boyamin menyebut tujuannya tidak lain untuk penegakan hukum.

Penghentian penuntutan kasus korupsi dana hibah Yayasan AL-Ma’ruf ini memang penuh kejanggalan.

Sebab, kasus ini diselidiki dan disidik Polresta Denpasar. Kerugian negara pun sudah diketahui Rp 200 juta. Dana yang semestinya digunakan untuk ziarah malah masuk ke dalam kantong pribadi para tersangka.

Anehnya, saat jaksa memberikan petunjuk penyidik Polresta Denpasar bahwa berkas sudah P-21 atau lengkap dan bisa dilimpahkan ke kejaksaan.

Namun, saat pelimpahan tahap dua, para tersangka tidak ditahan. Ironisnya, tidak lama berselang keluarlah “surat sakti” bernama SKPP.

Salah satu alasan terbitnya SKPP karena para tersangka sudah mengembalikan kerugian negara.

“Kalau korupsi, ya harus diproses sampai selesai. Ingat, pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana. Istilah kasarnya kejaksaan seperti menjilat ludah sendiri,” tandas Boyamin.

Ditambahkan, penghentian penuntutan korupsi akan menjadi ketidakadilan. “Ketika pencuri burung dan ayam digebuki lalu masuk penjara meskipun mengembalikan barang, ini korupsi mestinya juga diproses,” sindirnya.

Tujuan lain dari praperadilan yaitu sebagai bentuk pertanggungjawaban kejaksaan untuk menangani hukum dengan benar dan mempertanggungjawabkan kepada publik.

“Dalam hukum juga ada penjeraan. Besok-besok lagi kalau ada yang melanggar hukum agar jera dan tidak diulangi lagi,” pungkasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kasi Intel Kejari Denpasar, Kadek Hari Supriyadi mengaku akan segera koordinasi dengan Kasi Pidsus untuk mengetahui lebih detail kasus ini.

Maklum, Hari baru dilantik menjadi Kasi Intel beberapa hari lalu. “Senin (hari ini, Red) saya baru mulai efektif tugas.

Segera kami akan koordinasi dengan Kasi Pidsus untuk menjawab ini,” kata mantan Kasi Pidum Kejari Buleleng itu. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/