DENPASAR – Mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Denpasar Tri Nugraha (TN) ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Bali.
Pria 53 tahun itu diduga menerima gratifikasi dalam penerbitan sertifikat tanah pada tahun 2007 – 2011.
Surat penetapan tersangka bernomor: print-02/N.1/Fd.1/11/2019 itu diteken langsung Kajati Bali, Idianto.
Sebagai tersangka, Tri dijerat Pasal 12B atau Pasal 11 UU Tipikor. Dengan ancaman pasal tersebut, Tri terancam pidana maksimal 20 tahun penjara
serta denda sebesar Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar. Sedankan ancaman maksimal Pasal 11 yaitu lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta.
Menurut informasi, Tri diduga kuat meminta sejumlah uang kepada para pihak yang sedang mengajukan pengurusan sertifikat.
Tidak satu dua orang, tapi banyak orang yang memberikan uang pada pria asal Bandung, Jawa Barat, itu.
Tidak tanggung-tanggung, jika seluruhnya dirangkum Tri menerima dana gratifikasi hingga miliaran rupiah.
Terkuaknya dana gratifikasi Tri ini berdasar penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Dalam rekening bank milik Tri, ada aliran dana yang besarannya variatif, setiap orang menyetor ratusan juta.
“Yang jelas miliaran. Lebih dari Rp 10 miliar kalau ditotal semua,” ujar sumber Jawa Pos Radar Bali.
Penyidik sendiri kabarnya sudah mengecek ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), apakah Tri pernah melaporkan penerimaan uang dari pihak lain.
Hasilnya, KPK tidak pernah menerima laporan dari Tri. Padahal, pegawai negeri sipil (PNS) menerima uang dari pihak lain yang bersangkutan dengan jabatan, apalagi jumlahnya lebih dari Rp 10 juta, maka wajib lapor KPK.
Penetapan Tri sebagai tersangka ini dipertegas Kajati Bali, Idianto. “TN (Tri Nugroho) mantan kepala BPN Denpasar kami tetapkan
sebagai tersangka gratifikasi,” terang Idianto didampingi Sucitrawan, kemarin (9/12) di Kantor Kejati Bali disela-sela peringatan Hari Anti Korupsi Internasional.
Idianto menambahkan, kerugian negara ini semakin bertambah, sehingga terus dikembangkan oleh penyidik pidsus.
“TN menerima pengiriman sejumlah uang dari penerbitan sertifikat. Kami menduga ini gratifikasi diduga kaitannya dengan penerbitan sertifikat,” imbuh Kasidik Pidsus, Anang.