AMLAPURA – Ketua LPD (Lembaga Perkreditan Desa) Bugbug I Nengah Sudiarta dilaporkan oleh kelian dan Prajuru Adat Desa Bugbug ke Polda Bali Senin lalu (8/3).
Laporan tersebut dilakukan setelah hasil parumah warga Desa Bugbung pada 4 Maret lalu mengindikasikan adanya dugaan penggelapan uang milik LPD Bugbug.
Kelian Desa Adat Bugbug, I Nyoman Purwa, didampingi tim kuasa hukum I Nengah Yasa Adi Susanta dan Ngurah Gede menceritakan,
kasus bermula ketika pada bulan Juli 2020, terkuak ada simpanan dana milik LPD Bugbug senilai Rp 4,5 miliar dengan tiga rekening berbeda di laporan hasil audit LPD Rendang.
Karena LPD Rendang kolaps, kondisi ini jelas berimbas pada LPD Bugbug karena dana yang disimpan tidak bisa didapatkan.
“Penempatan uang di LPD Rendang tanpa pemberitahuan kepada klian dan prajuru Desa Bugbug. Ini sudah tidak benar,” jelas Ngurah Gede.
Dari temuan tersebut, akhirnya digelar parumah dengan menghadirkan Ketua LPD. Namun, saat ditanyakan terkait penempatan itu,
dia hanya menceritakan keberhasilan dalam membangun LPD dan mengaku dari simpanan tersebut, LPD Bugbug justru mendapat keuntungan bunga 0,6 persen per bulan.
“Setelah kami selidiki, ternyata bunganya 1 persen. Tapi yang dibawa ke LPD Bugbug hanya 0,6 persen sementara 0,4 persen kami curiga masuk ke rekening pribadi. Karena beliau membuka rekening pribadi,” jelasnya.
Dari tiga rekening itu, dengan persentase bunga 0,4 persen senilai Rp 6 juta untuk masing-masing rekening. Sehingga jika ditotal mencapai Rp 18 juta perbulan.
Terkuak, aksi penilipen bunga deposito itu berlangsung sejak 2018 lalu. “Itu berlangsung selama 18 bulan. Total keseluruhan Rp 224 juta,” tambahnya.
Ditambahkan pihak desa juga menemukan hal janggal yakni, ada data yakni sebanyak total Rp 54 miliar jumlah kredit diberikan kepada masyarakat.
Tapi, anehnya beberapa orang mempunyai rekening pinjaman lebih dari satu. Ada yang punya tiga bahkan lima. Itu melebihi batas 20 persen dari modal yang dimiliki LPD Bugbug.
“Satu orang bahkan mempunyai pinjaman berturut-turut hingga mencapai jumlah Rp 8 miliar bahkan sampai Rp 13 miliar. Padahal, pembayaran dari pinjaman mereka tengah macet,” ucapnya.
Kasus ini sudah dilaporkan di Polda Bali. Pihak klian serta prajuru Desa Adat Bugbug dan tim kuasa hukum berharap agar uang tersebut dapat dikembalikan kepada desa adat.
“Tujuan akhir itu uangnya kembali, karena ini uang milik desa adat yang ditabungkan melalui tabungan ataupun deposito.
Kasihan masyarakat kecil yang punya tabungan Rp 5 juta ataupun Rp 10 juta yang dari misalnya bekerja sebagai buruh tidak bisa dikembalikan karena memang tidak ada uang,” tambah Adi Susanta.