27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 2:35 AM WIB

Korupsi Dana Renovasi Pura, Libatkan Eks Dewan, Klian Jadi Pesakitan

DENPASAR – Pengadilan Tipikor Denpasar masih rajin menyidangkan kasus korupsi. Namun, setahun belakangan kasus korupsi yang diadili didominasi kasus korupsi kelas teri.

Seperti yang dialami terdakwa I Made Redi, 49. Pria yang menjabat Klian Pura Dalem Kebon, Banjar Bedauh, Desa Carangsari,

Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, sekaligus Sekretaris Panitia Perbaikan Pura Dalem Kebon, itu didakwa mengorupsi dana hibah renovasi pura.

Terdakwa dinilai merugikan keuangan negara Rp 116.453.000. Sekalipun dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), pria lulusan SD itu tidak menikmati dari kerugian negara yang dimaksud.

Saat didudukkan di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Denpasar kemarin (10/9), Redi hanya bisa pasrah.

Dia tampak gugup menghadap majelis hakim yang diketuai Angeliki Handajani Day. Belasan kerabat dan penyungsung pura yang datang ke ruang sidang tak bisa menenangkan terdakwa.  

Sementara itu, dalam surat dakwaan JPU Cakra Yudha yang dibacakan JPU Putu Windari Suli dan Luh Heni F. Rahayu dijelaskan,

pada 30 April 2016 telah diadakan rapat panitia yang disepakati mengajukan permohonan bantuan dana hibah kepada Bupati Badung dengan tujuan merenovasi pura.

“Untuk mempercepat mendapat bantuan saksi I Made Suweca meminta terdakwa menemui I Made Oka Suadnyana, anggota Komisi I DPRD Badung dari Fraksi Golkar periode 2014 – 2019,” beber JPU.

Pada Oktober 2016 terdakwa diantar saksi I Wayan Sena, Komang Sutarsa, dan I Made Suweca bertemu Oka Suadnyana di kandang ayam milik Oka Suadnyana di Banjar Gulingan, Mengwi.

Terdakwa meminta Oka Suadnyana memfasilitasi pengurusan dana hibah. Oka Suadnyana pun menyanggupi dengan menyatakan siap.

Namun, karena waktu itu proposal dana hibah belum dibuat, Oka meminta segera dibuatkan proposal.

“Atas petunjuk Oka Suadnyana, terdakwa meminta bantuan saksi I Made Suweca membuat proposal, mengingat Suweca sudah banyak membuat dan mengurus proposal bantuan dana hibah,” urai JPU dari Kejari Badung, itu.

Singkat cerita, proposal selesai dibuat dan diantar ke tempat Oka Suadnyana melalui saksi Suweca pada 7 November 2016.

Jumlah dana hibah yang dimohonkan sebesar Rp 219.465.000. Proposal pun dibawa maju ke Pemkab Badung.

Tim verifikasi dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (DPKP) Kabupaten Badung. Tim verifikasi turun setelah ada surat pengantar dari Asisten Pemerintah dan Kesejahteraan Rakyat.

Di dalam kolom surat ACC (persetujuan) tercantum nama anggota DPRD Badung, Oka Suadnyana. Akhirnya dana hibah disetujui dan cair Rp 200 juta.

Terdakwa usai menarik uang Rp 200 juta menuju ke rumah saksi Wayan Sena untuk diserahkan pada saksi I Made Suweca.

Selanjutnya saksi I Made Suweca mengeluarkan uang Rp 200 juta dan memiliah menjadi dua bagian, Rp 90 juta dan Rp 110 juta.

Uang sebesar Rp 90 juta diberikan kepada terdakwa untuk digunakan merenovasi pura. Sedangkan uang Rp 110 juta dipegang saksi Suweca.

Di sinilah permainan culas itu terjadi. Dari uang Rp 110 juta tersebut, Suweca mengambil Rp 10 juta untuk imbalan atas akomodasi dan pengurusan proposal.

Sementara uang sisanya sebesar Rp 100 juta akan diserahkan pada Oka Suadnyana, sebagaimana permintaan Oka Suadnyana pada pertemuan sebelumnya di kandang ayam.

“Namun, uang Rp 100 juta yang dikuasai Suweca tidak pernah sampai pada tangan Oka Suadnyana,” urai JPU.

Sementara terdakwa yang menerima Rp 90 juta melakukan renovasi. Dari dana Rp 90 juta, terdakwa  hanya mampu mempertanggungjawabkan sebesar Rp 83.606.000.

Namun, pada 4 Januari 2017 terdakwa membuat laporan pertanggungjawaban menyatakan telah menggunakan dana hibah sebesar Rp 200 juta

sesuai dengan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). Perbuatan terdakwa merugikan negara Rp 116.453.000.

Perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 188 UU Tipikor (dakwaan primer); atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama (dakwaan subsider);

atau Pasal 8 juncto Pasal 18 UU yang sama (dakwaan kedua) jaksa penuntut umum (JPU) Cakra Yudha yang dibacakan JPU Putu Windari Suli dan Luh Heni F. Rahayu.

Terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya I Putu Gede Darmawan dkk, menyatakan menerima dakwaan JPU. Sidang selanjut dengan agenda pembuktian dilakukan pekan depan. 

DENPASAR – Pengadilan Tipikor Denpasar masih rajin menyidangkan kasus korupsi. Namun, setahun belakangan kasus korupsi yang diadili didominasi kasus korupsi kelas teri.

Seperti yang dialami terdakwa I Made Redi, 49. Pria yang menjabat Klian Pura Dalem Kebon, Banjar Bedauh, Desa Carangsari,

Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, sekaligus Sekretaris Panitia Perbaikan Pura Dalem Kebon, itu didakwa mengorupsi dana hibah renovasi pura.

Terdakwa dinilai merugikan keuangan negara Rp 116.453.000. Sekalipun dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), pria lulusan SD itu tidak menikmati dari kerugian negara yang dimaksud.

Saat didudukkan di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Denpasar kemarin (10/9), Redi hanya bisa pasrah.

Dia tampak gugup menghadap majelis hakim yang diketuai Angeliki Handajani Day. Belasan kerabat dan penyungsung pura yang datang ke ruang sidang tak bisa menenangkan terdakwa.  

Sementara itu, dalam surat dakwaan JPU Cakra Yudha yang dibacakan JPU Putu Windari Suli dan Luh Heni F. Rahayu dijelaskan,

pada 30 April 2016 telah diadakan rapat panitia yang disepakati mengajukan permohonan bantuan dana hibah kepada Bupati Badung dengan tujuan merenovasi pura.

“Untuk mempercepat mendapat bantuan saksi I Made Suweca meminta terdakwa menemui I Made Oka Suadnyana, anggota Komisi I DPRD Badung dari Fraksi Golkar periode 2014 – 2019,” beber JPU.

Pada Oktober 2016 terdakwa diantar saksi I Wayan Sena, Komang Sutarsa, dan I Made Suweca bertemu Oka Suadnyana di kandang ayam milik Oka Suadnyana di Banjar Gulingan, Mengwi.

Terdakwa meminta Oka Suadnyana memfasilitasi pengurusan dana hibah. Oka Suadnyana pun menyanggupi dengan menyatakan siap.

Namun, karena waktu itu proposal dana hibah belum dibuat, Oka meminta segera dibuatkan proposal.

“Atas petunjuk Oka Suadnyana, terdakwa meminta bantuan saksi I Made Suweca membuat proposal, mengingat Suweca sudah banyak membuat dan mengurus proposal bantuan dana hibah,” urai JPU dari Kejari Badung, itu.

Singkat cerita, proposal selesai dibuat dan diantar ke tempat Oka Suadnyana melalui saksi Suweca pada 7 November 2016.

Jumlah dana hibah yang dimohonkan sebesar Rp 219.465.000. Proposal pun dibawa maju ke Pemkab Badung.

Tim verifikasi dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (DPKP) Kabupaten Badung. Tim verifikasi turun setelah ada surat pengantar dari Asisten Pemerintah dan Kesejahteraan Rakyat.

Di dalam kolom surat ACC (persetujuan) tercantum nama anggota DPRD Badung, Oka Suadnyana. Akhirnya dana hibah disetujui dan cair Rp 200 juta.

Terdakwa usai menarik uang Rp 200 juta menuju ke rumah saksi Wayan Sena untuk diserahkan pada saksi I Made Suweca.

Selanjutnya saksi I Made Suweca mengeluarkan uang Rp 200 juta dan memiliah menjadi dua bagian, Rp 90 juta dan Rp 110 juta.

Uang sebesar Rp 90 juta diberikan kepada terdakwa untuk digunakan merenovasi pura. Sedangkan uang Rp 110 juta dipegang saksi Suweca.

Di sinilah permainan culas itu terjadi. Dari uang Rp 110 juta tersebut, Suweca mengambil Rp 10 juta untuk imbalan atas akomodasi dan pengurusan proposal.

Sementara uang sisanya sebesar Rp 100 juta akan diserahkan pada Oka Suadnyana, sebagaimana permintaan Oka Suadnyana pada pertemuan sebelumnya di kandang ayam.

“Namun, uang Rp 100 juta yang dikuasai Suweca tidak pernah sampai pada tangan Oka Suadnyana,” urai JPU.

Sementara terdakwa yang menerima Rp 90 juta melakukan renovasi. Dari dana Rp 90 juta, terdakwa  hanya mampu mempertanggungjawabkan sebesar Rp 83.606.000.

Namun, pada 4 Januari 2017 terdakwa membuat laporan pertanggungjawaban menyatakan telah menggunakan dana hibah sebesar Rp 200 juta

sesuai dengan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). Perbuatan terdakwa merugikan negara Rp 116.453.000.

Perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 188 UU Tipikor (dakwaan primer); atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama (dakwaan subsider);

atau Pasal 8 juncto Pasal 18 UU yang sama (dakwaan kedua) jaksa penuntut umum (JPU) Cakra Yudha yang dibacakan JPU Putu Windari Suli dan Luh Heni F. Rahayu.

Terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya I Putu Gede Darmawan dkk, menyatakan menerima dakwaan JPU. Sidang selanjut dengan agenda pembuktian dilakukan pekan depan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/