29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:30 AM WIB

Peredaran Narkoba di Buleleng Masif, BNN Dorong Desa Bikin Perarem

SINGARAJA – Peredaran narkotika di Provinsi Bali, disebut kian mengkhawatirkan. Bali masih menjadi sasaran empuk peredaran narkotika, oleh para sindikat.

Upaya pencegahan dan pemberantasan pun diharapkan kian digenjot, guna mengantisipasi peredaran narkotika yang makin masif.

Kekhawatiran itu mencuat, menyusul terungkapnya pengiriman ganja seberat 25 kilogram ke Bali.

Meski penerima paket mengklaim ganja akan dikirim ke Lombok, fakta bahwa ditemukannya ganja tersebut di Bali, menjadikan Bali sebagai lokasi sasaran para sindikat.

“Kalau satu gram ganja itu bisa digunakan satu orang saja, artinya ada 25.235 orang yang menjadi sasaran peredaran ganja itu. Sebab jumlah yang kami amankan 25 kilogram lebih 235 gram.

Artinya pelanggan sebanyak itu ada di Bali,” kata Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali Brigjen I Putu Gede Suastawa, saat ditemui di Singaraja, kemarin.

Brigjen Suastawa mengatakan, pengakuan kurir ganja yang menyebut barang haram itu akan dibawa ke Lombok, masih akan dibuktikan. Sejauh ini fakta hukum yang ada adalah ganja itu dikirim ke Bali.

“Artinya Bali masih menjadi sasaran mereka (sindikat narkoba) sebenarnya. Indonesia semua darurat narkoba, Bali juga masih jadi market yang bagus di mata mereka.

Kami dan kepolisian akan terus berkolaborasi melakukan langkah pencegahan dan pemberantasan,” ujarnya.

Salah satu cara pencegahan yang paling efektif, adalah membuat perarem atau aturan adat. Sejumlah desa akan mulai menerapkan perarem secara penuh pada tahun 2019 ini.

Upaya itu diharapkan bisa mengurangi peredaran maupun penggunaan narkotika di Bali. Rencananya BNNP Bali akan mendorong 15 desa di Buleleng membuat perarem serupa pada Maret tahun ini.

“Kami sudah siap contoh-contohnya. Perarem di Denpasar, Gianyar, Badung, akan kami berikan. Silahkan disesuaikan dengan 

desa kala patra, mana yang ditambah, mana yang dikurangi. Kami harap ini bisa direalisasikan tahun ini,” imbuh Suastawa.

Ia optimistis aturan adat itu akan mencegah peredaran narkotika. Mengingat masyarakat di Bali pada umumnya lebih terikat dengan aturan adat, ketimbang hukum positif.

SINGARAJA – Peredaran narkotika di Provinsi Bali, disebut kian mengkhawatirkan. Bali masih menjadi sasaran empuk peredaran narkotika, oleh para sindikat.

Upaya pencegahan dan pemberantasan pun diharapkan kian digenjot, guna mengantisipasi peredaran narkotika yang makin masif.

Kekhawatiran itu mencuat, menyusul terungkapnya pengiriman ganja seberat 25 kilogram ke Bali.

Meski penerima paket mengklaim ganja akan dikirim ke Lombok, fakta bahwa ditemukannya ganja tersebut di Bali, menjadikan Bali sebagai lokasi sasaran para sindikat.

“Kalau satu gram ganja itu bisa digunakan satu orang saja, artinya ada 25.235 orang yang menjadi sasaran peredaran ganja itu. Sebab jumlah yang kami amankan 25 kilogram lebih 235 gram.

Artinya pelanggan sebanyak itu ada di Bali,” kata Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali Brigjen I Putu Gede Suastawa, saat ditemui di Singaraja, kemarin.

Brigjen Suastawa mengatakan, pengakuan kurir ganja yang menyebut barang haram itu akan dibawa ke Lombok, masih akan dibuktikan. Sejauh ini fakta hukum yang ada adalah ganja itu dikirim ke Bali.

“Artinya Bali masih menjadi sasaran mereka (sindikat narkoba) sebenarnya. Indonesia semua darurat narkoba, Bali juga masih jadi market yang bagus di mata mereka.

Kami dan kepolisian akan terus berkolaborasi melakukan langkah pencegahan dan pemberantasan,” ujarnya.

Salah satu cara pencegahan yang paling efektif, adalah membuat perarem atau aturan adat. Sejumlah desa akan mulai menerapkan perarem secara penuh pada tahun 2019 ini.

Upaya itu diharapkan bisa mengurangi peredaran maupun penggunaan narkotika di Bali. Rencananya BNNP Bali akan mendorong 15 desa di Buleleng membuat perarem serupa pada Maret tahun ini.

“Kami sudah siap contoh-contohnya. Perarem di Denpasar, Gianyar, Badung, akan kami berikan. Silahkan disesuaikan dengan 

desa kala patra, mana yang ditambah, mana yang dikurangi. Kami harap ini bisa direalisasikan tahun ini,” imbuh Suastawa.

Ia optimistis aturan adat itu akan mencegah peredaran narkotika. Mengingat masyarakat di Bali pada umumnya lebih terikat dengan aturan adat, ketimbang hukum positif.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/