DENPASAR – Mantan Wakil Gubernur Bali Drs Ketut Sudikerta, 51, menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (12/9) siang.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang terdiri dari Jaksa Ketut Sujaya, Eddy Arta Wijaya dan Martinus T Suluh secara bergiliran membacakan surat dakwaan terkait kasus yang menimpa pria yang akrab dipanggil Tommy Kecil tersebut.
Dihadapan Hakim yang diketuai oleh Esthar Oktavi, jaksa memaparkan kasus yang menjerat Sudikerta ini berawal dari bulan Mei 2011 silam.
Sudikerta saat itu masih menjabat sebagai wakil bupati Badung. Sudikerta bersama-sama dengan AA Ngurah Agung dan I Wayan Wakil
melakukan proses penggantian Sertifikat Hak Milik (SHM) No: 5048 seluas 38.650 M2 an Pura Luhur/Jurit Uluwatu Pecatu.
“Proses permohonan pergantian sertifikat tersebut dilakukan karena adanya keinginan mereka terdakwa untuk mendapat keuntungan dengan tujuan akan menjual tanah tersebut,” ujar Jaksa Sujaya.
Selanjutnya, pada tahun 2013, saksi Korban atas nama Alim Markus bersama dengan I Wayan Santosa menemui terdakwa Sudikerta. Saksi korban menyampaikan keinginannya untuk berinvestasi di Bali.
Sudikerta kemudian menyampaikan memiliki tanah (SHM) No: 5048 seluas 38.650 M2 an Pura Luhur/Jurit Uluwatu Pecatu
dan SHM 3.300 M2 atas nama I Wayan Suandi (telah berganti nama dari I Wayan Wakil) di daerah Balangan, Jimbaran.
Sudikerta kemudian menawarkan kepada saksi korban untuk berinvestasi. Tercatat beberapa kali pertemuan lebih lanjut pun dilakukan dengan Sudikerta.
“Bahwa semua pertemuan-pertemuan tersebut untuk menindaklanjuti kerjasama terdakwa Sudikerta dengan saksi korban untuk bersama-sama membangun hotel dan vila,” ujarnya.
Dalam dakwaan juga terungkap, Sudikerta mengakui tanah tersebut adalah miliknya dengan memakai nama PT. Pecatu Bangun Gemilang.
Sudikerta juga menjamin segala perijinan termasuk memastikan tidak ada sengketa atas tanah tersebut.
“Apalagi jabatan Sudikerta adalah wakil bupati Badung sehingga saksi korban tergerak dan tergiur hatinya untuk berinvestasi,” sambung jaksa.
Beberapa kali transaksi dengan uang milliaran rupiah pun telah dilakukan. Namun, karena tak ujung ada kejelasan, saksi korban Alim Markus untuk membangun hotel dan villa di atas tanah tersebut tidak dapat dilaksanakan.
Disebutkan, saksi korban Alim Markus beberapa kali melakukan pertemuan dengan terdakwa Sudikerta, I Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung dan meminta untuk penyelesaian masalah dan uangnya dikembalikan.
Namun, tidak pernah berhasil dan karena merasa dibohongi dan ditipu, akhirnya saksi korban Alim Markus melaporkan peristiwa tersebut ke Kepolisian Daerah Bali.
Korban mengalami kerugian mencapai Rp 149 milliar. Atas perbuatan tersebut, Sudikerta bersama I Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung pun didakwa dengan pasal berlapis.
Yakni Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu juga melanggar Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tidan Pidana Pencucian uang.
Atas dakwaan ini, pihak Sudikerta melalui penasihat pun kemudian langsung membacakan eksepsi atau nota pembelaan atas dakwaan tersebut.
Sidang selanjutnya akan digelar pekan depan dengan agenda jawabab atas eksepsi tersebut.