DENPASAR – Erfan Handoko, 28, terdakwa pemerkosa anak di bawah umur, Rabu (12/12) menjalani sidang tuntutan di PN Denpasar.
Sidang yang digelar tertutup dengan Majelis Hakim pimpinan I Made Pasek, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I GA P. Mirah Awantara, akhirnya menuntut Erfan dengan hukuman pidana selama 13 tahun.
Ditemui usai sidang, tuntutan hukuman bagi terdakwa pencabul siswi di salah satu yayasan di Denpasar berinisial SB ini, karena JPU menilai, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagimana dakwaan alternative ketiga, Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat (1) UU RI No 35/2014 tentang Perlindungan Anak.
Oleh jaksa penuntut, pria yang kesehariannya bekerja sebagai sopir pribadi itu dinilai telah menyetubuhi SB pada awal Juni 2016, atau dua tahun lalu. “Aksi bejat itu dilakukan terdakwa di kamar mandi Yayasan,”terang jaksa.
Bahkan lanjutnya, selain hukuman pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa dengan pidana denda sebesar Rp 1 miliar atau subsidair 6 bulan penjara.
Atas tuntutan JPU, terdakwa yang didampingi kuasa hukumnya Bambang dan Dewa Batha, menyatakan akan mengajukan pembelaan (pledoi) secara tertulis.
Sementara itu, aktivis anak Siti Sapurah yang ikut memantau jalannya persidangan dan mendampingi korban merespons positif tuntutan JPU yang lumayan tinggi.
Apalagi, kata Ipung, terdakwa selama hampir dua tahun nyaris tak tersentuh.
“Tuntutan JPU ini saya rasa cukup pantas untuk terdakwa. Saya sangat puas dengan tuntutan Jaksa. Setidaknya kerja keras kepolisian dalam menangani kasus ini tidak sia-sia,” ujar perempuan yang akrab disapa Ipung itu.
Seperti diketahui, kasus pemerkosaan yang dilakukan terdakwa berawal ketika korban sedang belajar sendirian di ruang tamu.
Tiba-tiba terdakwa datang menarik tangan sembari membekap mulut saksi korban dan menyeretnya ke kamar mandi. Sesampai di kamar mandi, saksi korban yang masih belia ini diperkosa oleh terdakwa.
Bejatnya lagi, seusai hasrat birahi terpuaskan, saksi korban yang masih dalam keadaan tidak berdaya diancam terdakwa mengunakan pisau sambil berkata “Awas jangan bilang-bilang ke orang tua, kamu tak ancam pakai pisau!”.
Sejak kejadian pertama itu, saksi korban selalu menjadi sasaran untuk memuaskan hasrat birahi terdakwa.