28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 5:10 AM WIB

TERHARU! Ini Pesan Ratmono, Cyclist yang Meninggal Jatuh ke Jurang

DENPASAR – Meninggalnya Ratmono, membawa banyak kenangan. Khususnya para cyclist dan runner Bali. Seperti diungkapkan Novi Ruswandono.

Seperti diberitakan, Ratmono mengalami insiden kecelakan di Km 28 Jalan Raya Bontihing-Tambakan, tepatnya di Banjar Dinas Klandis, Desa Pakisan. Ratmono jatuh ke jurang dan tewas.

Novi bersabahat dengan Ratmono sejak masih menekuni hobi lari. Dua runner ini, pernah sama- sama meramaikan Jawa Pos Fit Marathon Suramadu 2017 di Surabaya.

Juga Marathon Jawa Pos Fit Run Makassar 2017 yang start dan finish di Benteng Fort Rotterdam itu. ’’Begitu tahu saya mulai gowes, Pak Ratmono juga ingin ikut gowes,’’ kenang Novi.

Hal itu terjadi sekitar 2 tahun lalu. Semula Manager Keuangan Jawa Pos Radar Bali ini menyarankan Ratmono agar gowes pakai sepeda gunung atau MTB saja, lantaran masih tahap pemula.

Namun, Ratmono ngotot langsung ingin bermain di road bike (RB) alias sepeda balap. ’’Tolong carikan saya sepeda balap,’’ pinta Ratmono.

Akhirnya, Novi menghubungi Ko Wietek, owner Roda Jaya Colnago Bali. Akhirnya, dapatlah RB Giant untuk Ratmono. Sejak itu, mereka sering gowes bareng. Ratmono pakai Giant, Novi naik Colnago.

Mereka sering latihan sampai ke Carangsari, Petang (Badung), hingga ke Tanah Lot (Tabanan). Terkadang juga latihan bersama Amrullah, kawan sesama cyclist.

Seiring seringnya berlatih; akhirnya ketahuan, Ratmono itu semangat gowesnya tinggi. Namun, belum bisa secepat kawan- kawannya yang masih muda.

’’Biasanya, setiap Pak Ratmono gowes, selalu saya temani. Ibaratnya, saya yang ngawal,’’ tutur Novi yang masih shock atas meninggalnya Ratmono ini.    

Sering ditemani, dan speed- nya masih slow, rupanya membuat Ratmono nggak enak hati. Dia takut merepotkan Novi atau Amrullah. Maka, beberapa kali, Ratmono juga berlatih sendiri.

Soal speed Ratmono yang lambat, kawan- kawannya maklum. Namanya, juga pemula. Tapi, yang membuat Novi dan kawan-kawan kaget, rupanya Ratmono punya masalah dengan jantungnya.

Sehingga, kondisinya drop dan kolaps saat bersepeda bareng. ’’Saat gowes, tiba- tiba Pak Ratmono kolaps, akhirnya saya pegangi. Pernah juga, tiba- tiba berhenti, lalu jatuh,’’ jelasnya.

Begitu belakangan mengetahui Ratmono punya masalah dengan jantung, akhirnya Novi menyarankan Ratmono membeli alat pendeteksi detak jantung. Bisa dipakai gowes, akan ada alarm berbunyi, bila detak jantungnya meningkat tajam.       

Walau tergolong slow, saat gowes, namun Ratmono bersemangat ketika mengikuti Gowes Indonesia Bersatu, pada Sabtu, 24 Maret 2018, hingga Minggu besoknya (25/3).

Saat itu, 125 cyclist ambil bagian, mereka melahap rute 263 kilometer. Dari Denpasar hingga bermalam di Lovina, Buleleng, balik lagi ke Denpasar via Pupuan (Tabanan), dan Badung.

Hanya, saat itu, Ratmono memang tak menuntaskan gowesnya. Dia harus loading, sepedanya diangkut pikap panitia. Ratmono sendiri, saat itu, pilih nebeng mobil Jawa Pos Radar Bali yang meliput even itu.

Sebelum meninggal, Ratmono pun ingin kembali melahap rute Denpasar- Lovina, Buleleng. Hanya, kali ini, dia tak bersama- sama Novi.

Dia awalnya akan berangkat berdelapan. Namun, malam sebelum keberangkatan, seorang peserta, membatalkan diri. Sebab, Sabtu (12/1), tak bisa meninggalkan pekerjaannya.

Akhirnya, hanya tujuh orang yang berangkat. Itu pun, di awal start dari perempatan Cokroaminoto, Ubung, seorang peserta membatalkan diri.

Sehingga tinggal berenam berangkat. Dalam rombongan ini, Ratmono sempat ada di urutan ketiga. Seorang kawannya, loading (loading bike), sepedanya dinaikkan mobil.

Hingga akhirnya, di turunan tajam letter S, Ratmono nahas. Kecelakaan yang menimpanya, diketahui dari sepeda yang nyangkut di pohon. Masih teka- teki penyebab nahasnya.

Apa karena jantungnya kumat, sehingga lepas kendali. Atau, saat mengerem, tiba- tiba kram. Bisa juga, lantaran kondisi medan licin, akhirnya tergelincir.

Sebelum ditemukan meninggal, Ratmono sempat minta tolong sopir mobil loading bike, untuk memfotonya.

Anehnya, dia tak mau difoto dengan sepeda. Tapi, hanya ingin difoto seorang diri tanpa sepeda. ’’Nggak apa- apa, nggak ada sepeda. Untuk kenang- kenangan saya,’’ jawabnya, seperti ditirukan Novi.  

Selain itu, saat istirahat di Penelakan, Kintamani, Ratmono neraktir alias membayari semua makanan dan minuman kawan- kawannya.

Meski baru 2 tahunan dan tergolong pendatang baru, Ratmono di kalangan cyclist Denpasar, dikenal supel. Sehingga, banyak yang kehilangan. Selamat jalan, sahabat!. (djo)

DENPASAR – Meninggalnya Ratmono, membawa banyak kenangan. Khususnya para cyclist dan runner Bali. Seperti diungkapkan Novi Ruswandono.

Seperti diberitakan, Ratmono mengalami insiden kecelakan di Km 28 Jalan Raya Bontihing-Tambakan, tepatnya di Banjar Dinas Klandis, Desa Pakisan. Ratmono jatuh ke jurang dan tewas.

Novi bersabahat dengan Ratmono sejak masih menekuni hobi lari. Dua runner ini, pernah sama- sama meramaikan Jawa Pos Fit Marathon Suramadu 2017 di Surabaya.

Juga Marathon Jawa Pos Fit Run Makassar 2017 yang start dan finish di Benteng Fort Rotterdam itu. ’’Begitu tahu saya mulai gowes, Pak Ratmono juga ingin ikut gowes,’’ kenang Novi.

Hal itu terjadi sekitar 2 tahun lalu. Semula Manager Keuangan Jawa Pos Radar Bali ini menyarankan Ratmono agar gowes pakai sepeda gunung atau MTB saja, lantaran masih tahap pemula.

Namun, Ratmono ngotot langsung ingin bermain di road bike (RB) alias sepeda balap. ’’Tolong carikan saya sepeda balap,’’ pinta Ratmono.

Akhirnya, Novi menghubungi Ko Wietek, owner Roda Jaya Colnago Bali. Akhirnya, dapatlah RB Giant untuk Ratmono. Sejak itu, mereka sering gowes bareng. Ratmono pakai Giant, Novi naik Colnago.

Mereka sering latihan sampai ke Carangsari, Petang (Badung), hingga ke Tanah Lot (Tabanan). Terkadang juga latihan bersama Amrullah, kawan sesama cyclist.

Seiring seringnya berlatih; akhirnya ketahuan, Ratmono itu semangat gowesnya tinggi. Namun, belum bisa secepat kawan- kawannya yang masih muda.

’’Biasanya, setiap Pak Ratmono gowes, selalu saya temani. Ibaratnya, saya yang ngawal,’’ tutur Novi yang masih shock atas meninggalnya Ratmono ini.    

Sering ditemani, dan speed- nya masih slow, rupanya membuat Ratmono nggak enak hati. Dia takut merepotkan Novi atau Amrullah. Maka, beberapa kali, Ratmono juga berlatih sendiri.

Soal speed Ratmono yang lambat, kawan- kawannya maklum. Namanya, juga pemula. Tapi, yang membuat Novi dan kawan-kawan kaget, rupanya Ratmono punya masalah dengan jantungnya.

Sehingga, kondisinya drop dan kolaps saat bersepeda bareng. ’’Saat gowes, tiba- tiba Pak Ratmono kolaps, akhirnya saya pegangi. Pernah juga, tiba- tiba berhenti, lalu jatuh,’’ jelasnya.

Begitu belakangan mengetahui Ratmono punya masalah dengan jantung, akhirnya Novi menyarankan Ratmono membeli alat pendeteksi detak jantung. Bisa dipakai gowes, akan ada alarm berbunyi, bila detak jantungnya meningkat tajam.       

Walau tergolong slow, saat gowes, namun Ratmono bersemangat ketika mengikuti Gowes Indonesia Bersatu, pada Sabtu, 24 Maret 2018, hingga Minggu besoknya (25/3).

Saat itu, 125 cyclist ambil bagian, mereka melahap rute 263 kilometer. Dari Denpasar hingga bermalam di Lovina, Buleleng, balik lagi ke Denpasar via Pupuan (Tabanan), dan Badung.

Hanya, saat itu, Ratmono memang tak menuntaskan gowesnya. Dia harus loading, sepedanya diangkut pikap panitia. Ratmono sendiri, saat itu, pilih nebeng mobil Jawa Pos Radar Bali yang meliput even itu.

Sebelum meninggal, Ratmono pun ingin kembali melahap rute Denpasar- Lovina, Buleleng. Hanya, kali ini, dia tak bersama- sama Novi.

Dia awalnya akan berangkat berdelapan. Namun, malam sebelum keberangkatan, seorang peserta, membatalkan diri. Sebab, Sabtu (12/1), tak bisa meninggalkan pekerjaannya.

Akhirnya, hanya tujuh orang yang berangkat. Itu pun, di awal start dari perempatan Cokroaminoto, Ubung, seorang peserta membatalkan diri.

Sehingga tinggal berenam berangkat. Dalam rombongan ini, Ratmono sempat ada di urutan ketiga. Seorang kawannya, loading (loading bike), sepedanya dinaikkan mobil.

Hingga akhirnya, di turunan tajam letter S, Ratmono nahas. Kecelakaan yang menimpanya, diketahui dari sepeda yang nyangkut di pohon. Masih teka- teki penyebab nahasnya.

Apa karena jantungnya kumat, sehingga lepas kendali. Atau, saat mengerem, tiba- tiba kram. Bisa juga, lantaran kondisi medan licin, akhirnya tergelincir.

Sebelum ditemukan meninggal, Ratmono sempat minta tolong sopir mobil loading bike, untuk memfotonya.

Anehnya, dia tak mau difoto dengan sepeda. Tapi, hanya ingin difoto seorang diri tanpa sepeda. ’’Nggak apa- apa, nggak ada sepeda. Untuk kenang- kenangan saya,’’ jawabnya, seperti ditirukan Novi.  

Selain itu, saat istirahat di Penelakan, Kintamani, Ratmono neraktir alias membayari semua makanan dan minuman kawan- kawannya.

Meski baru 2 tahunan dan tergolong pendatang baru, Ratmono di kalangan cyclist Denpasar, dikenal supel. Sehingga, banyak yang kehilangan. Selamat jalan, sahabat!. (djo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/