26.2 C
Jakarta
26 April 2024, 2:02 AM WIB

[Memanas] Gendo Sebut Ada Tebang Pilih di Kasus BPR

GIANYAR – Sidang kasus tindak pidana Bank dengan terdakwa inisial NWPLD yang merupakan mantan Teller PT. BPR Suryajaya Ubud kembali digelar di Pengadilan Negeri Gianyar pada Selasa (14/1).


I Wayan ‘Gendo’ Suardana, SH dan I Wayan Adi Sumiarta, SH., M.Kn dari Gendo Law Office hadir dalam sidang dengan agenda pembacaan nota eksepsi (keberatan) dari Penasihat hukum terdakwa.


Surat keberatan setebal 24 halaman tersebut dibacakan oleh Gendo dalam sidang yang berlangsung sekitar satu jam lebih.


Dalam surat keberatannya, Gendo mempertanyakan sistem perbankan PT. BPR Suryajaya Ubud yang dilengkapi sistem digitalisasi dan komputerisasi, dengan mekanisme pangawasan berjenjang, sehingga terdakwa dapat melakukan tindak pidana perbankan atau penggelapan hingga merugikan PT. BPR Suryajaya Ubud.


“Logiskah hanya seorang Teller bisa menggelapkan uang hingga lebih dari 7 milyar rupiah dalam kurun waktu 1 (satu) tahun?”, ujarnya dihadapan Ketua Pn Gianyar Ida Ayu Ari Adriyanthi AW sebagai pimpinan sidang dan jaksa Ni Made Widyastuti dari kejaksaan negeri Gianyar. 


Sebelumnya, Gendo juga memblejeti rekam jejak PT BPR Suryajaya Ubud, yang ternyata tidak taat hukum ketenagakerjaan karena tercatat pernah mempraktekan penetapan kliennya sebagai karyawan kontrak diawal dengan training 3 bulan.


Bagi Gendo hal tersebut adalah fakta bahwa BPR Suryajaya Ubud perusahaan yang rekam jejaknya tidak baik.


Lebih lanjut, Gendo juga mempersoalkan kedua atasan terdakwa yakni Ida Ayu Putu Silawati selaku Kepala Bagian Operasional dan Dewa Ngakan Ketut Catur Susana sebagai Direksi, hingga sidang atas terdakwa tersebut digelar, kedua orang tersebut tidak ditetapkan sebagai terdakwa dan hanya sebagai saksi.


Padahal kedua atasan terdakwa tersebut, dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum secara jelas disebutkan bahwa tindak pidana dilakukan bersama kedua atasannya.


Atas dasar tersebut, Gendo menduga bahwa Penuntut Umum melakukan tebang pilih dalam kasus ini.


“Mengapa hanya Terdakwa saja yang diajukan ke depan persidangan? Keadaan ini menunjukan bahwa Penuntut Umum bertindak tebang pilih dan hanya menyasar Terdakwa yang dalam konteks perkara ini, relasi kuasanya paling lemah dalam sistem hierarki di PT. BPR Suryajaya Ubud,” tegasnya.


Lebih jauh, Dalam surat dakwaan Penuntut Umum tersebut menyebutkan kerugian dari PT. BPR Suryajaya Ubud setidak-tidaknya Rp.2.500.000, namun fakta yang ditemukan dalam surat dakwaan penuntut umum adalah kerugian dengan jumlah minimal sejumlah angka Rp. 2.401.500. 


Berdasarkan temuan tersebut, Gendo menilai Penuntut Umum telah keliru mendakwa karena mendakwa Terdakwa lebih besar dari nominal terendah yang didalilkan sendiri oleh Penuntut Umum.


Gendo menyampaikan ketidakcermatan tersebut bisa merugikan kepentingan hukum Terdakwa. Oleh karenanya, surat dakwaan yang tidak cermat harus dinyatakan batal demi hukum.


“Terdakwa didakwa dengan tidak cermat dan dapat merugikan kepentingan hukum Terdakwa.  Oleh karenanya, surat dakwaan yang tidak cermat harus dinyatakan batal demi hukum,”tegasnya.


Gendo juga membongkar ketidakcermatan Penuntut Umum dalam membuat surat dakwaan untuk terdakwa yang tidak mampu menunjukan kapan tindak pidana tersebut dilakukan.


Dalam persidangan Gendo menyampaikan mendakwa seseorang dengan uraian waktu kejadian (tempus delicti) yang tidak jelas dan tidak cermat adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dalam hukum acara pidana sehingga surat dakwaan batal demi hukum.


Hal lainnya adalah ketidakcermatan Penuntut Umum menguraikan dakwaannya, dalam tabel rincian kerugian BPR Suryajaya Ubud, dengan daftar nasabah yang nominal kerugian yang didalilkan, Penuntut Umum dituding ceroboh menuliskan nomor urut dalam tabel dan menurut Gendo hal tersehut dapat merugikan kepentingan hukum terdakwa karena rincian tersebut diragukan validitasnya.


“Kegagalan menguraikan secara cermat terkait tempus delicti dalam surat dakwaan harus dikualifikasi sebagai surat dakwaan yang tidak cermat sehingga surat dakwaan batal demi hukum,”tegasnya.


NWPLD diajukan ke Pengadilan dengan tuduhan bersama-sama dengan saksi Dewa Ngakan Ketut Catur Susana dan Saksi Ida Ayu Silawati melakukan tindak pidana perbankan dan Penggelapan yang didalilkan menyebabkan kerugian PT BPR Suryajaya Ubud lebih dari 7 milyar rupiah.


Diduga tindak pidana tersebut dilakukan dalam kedudukan terdakwa sebagai teller dari 4 Januari 2016 sampai dengan 29 Desember 2016.


Sampai sidang ini digelar kedua atasan terdakwa tidak diajukan ke persidangan dan masih dalam status sebagai saksi.


Sidang selanjutnya akan digelar kembali pada Selasa, 21 Januari 2020 di Pengadilan Negeri Gianyar.

GIANYAR – Sidang kasus tindak pidana Bank dengan terdakwa inisial NWPLD yang merupakan mantan Teller PT. BPR Suryajaya Ubud kembali digelar di Pengadilan Negeri Gianyar pada Selasa (14/1).


I Wayan ‘Gendo’ Suardana, SH dan I Wayan Adi Sumiarta, SH., M.Kn dari Gendo Law Office hadir dalam sidang dengan agenda pembacaan nota eksepsi (keberatan) dari Penasihat hukum terdakwa.


Surat keberatan setebal 24 halaman tersebut dibacakan oleh Gendo dalam sidang yang berlangsung sekitar satu jam lebih.


Dalam surat keberatannya, Gendo mempertanyakan sistem perbankan PT. BPR Suryajaya Ubud yang dilengkapi sistem digitalisasi dan komputerisasi, dengan mekanisme pangawasan berjenjang, sehingga terdakwa dapat melakukan tindak pidana perbankan atau penggelapan hingga merugikan PT. BPR Suryajaya Ubud.


“Logiskah hanya seorang Teller bisa menggelapkan uang hingga lebih dari 7 milyar rupiah dalam kurun waktu 1 (satu) tahun?”, ujarnya dihadapan Ketua Pn Gianyar Ida Ayu Ari Adriyanthi AW sebagai pimpinan sidang dan jaksa Ni Made Widyastuti dari kejaksaan negeri Gianyar. 


Sebelumnya, Gendo juga memblejeti rekam jejak PT BPR Suryajaya Ubud, yang ternyata tidak taat hukum ketenagakerjaan karena tercatat pernah mempraktekan penetapan kliennya sebagai karyawan kontrak diawal dengan training 3 bulan.


Bagi Gendo hal tersebut adalah fakta bahwa BPR Suryajaya Ubud perusahaan yang rekam jejaknya tidak baik.


Lebih lanjut, Gendo juga mempersoalkan kedua atasan terdakwa yakni Ida Ayu Putu Silawati selaku Kepala Bagian Operasional dan Dewa Ngakan Ketut Catur Susana sebagai Direksi, hingga sidang atas terdakwa tersebut digelar, kedua orang tersebut tidak ditetapkan sebagai terdakwa dan hanya sebagai saksi.


Padahal kedua atasan terdakwa tersebut, dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum secara jelas disebutkan bahwa tindak pidana dilakukan bersama kedua atasannya.


Atas dasar tersebut, Gendo menduga bahwa Penuntut Umum melakukan tebang pilih dalam kasus ini.


“Mengapa hanya Terdakwa saja yang diajukan ke depan persidangan? Keadaan ini menunjukan bahwa Penuntut Umum bertindak tebang pilih dan hanya menyasar Terdakwa yang dalam konteks perkara ini, relasi kuasanya paling lemah dalam sistem hierarki di PT. BPR Suryajaya Ubud,” tegasnya.


Lebih jauh, Dalam surat dakwaan Penuntut Umum tersebut menyebutkan kerugian dari PT. BPR Suryajaya Ubud setidak-tidaknya Rp.2.500.000, namun fakta yang ditemukan dalam surat dakwaan penuntut umum adalah kerugian dengan jumlah minimal sejumlah angka Rp. 2.401.500. 


Berdasarkan temuan tersebut, Gendo menilai Penuntut Umum telah keliru mendakwa karena mendakwa Terdakwa lebih besar dari nominal terendah yang didalilkan sendiri oleh Penuntut Umum.


Gendo menyampaikan ketidakcermatan tersebut bisa merugikan kepentingan hukum Terdakwa. Oleh karenanya, surat dakwaan yang tidak cermat harus dinyatakan batal demi hukum.


“Terdakwa didakwa dengan tidak cermat dan dapat merugikan kepentingan hukum Terdakwa.  Oleh karenanya, surat dakwaan yang tidak cermat harus dinyatakan batal demi hukum,”tegasnya.


Gendo juga membongkar ketidakcermatan Penuntut Umum dalam membuat surat dakwaan untuk terdakwa yang tidak mampu menunjukan kapan tindak pidana tersebut dilakukan.


Dalam persidangan Gendo menyampaikan mendakwa seseorang dengan uraian waktu kejadian (tempus delicti) yang tidak jelas dan tidak cermat adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dalam hukum acara pidana sehingga surat dakwaan batal demi hukum.


Hal lainnya adalah ketidakcermatan Penuntut Umum menguraikan dakwaannya, dalam tabel rincian kerugian BPR Suryajaya Ubud, dengan daftar nasabah yang nominal kerugian yang didalilkan, Penuntut Umum dituding ceroboh menuliskan nomor urut dalam tabel dan menurut Gendo hal tersehut dapat merugikan kepentingan hukum terdakwa karena rincian tersebut diragukan validitasnya.


“Kegagalan menguraikan secara cermat terkait tempus delicti dalam surat dakwaan harus dikualifikasi sebagai surat dakwaan yang tidak cermat sehingga surat dakwaan batal demi hukum,”tegasnya.


NWPLD diajukan ke Pengadilan dengan tuduhan bersama-sama dengan saksi Dewa Ngakan Ketut Catur Susana dan Saksi Ida Ayu Silawati melakukan tindak pidana perbankan dan Penggelapan yang didalilkan menyebabkan kerugian PT BPR Suryajaya Ubud lebih dari 7 milyar rupiah.


Diduga tindak pidana tersebut dilakukan dalam kedudukan terdakwa sebagai teller dari 4 Januari 2016 sampai dengan 29 Desember 2016.


Sampai sidang ini digelar kedua atasan terdakwa tidak diajukan ke persidangan dan masih dalam status sebagai saksi.


Sidang selanjutnya akan digelar kembali pada Selasa, 21 Januari 2020 di Pengadilan Negeri Gianyar.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/