DENPASAR – Sempat menemui titik terang setelah rektor mengadakan rapat, kasus dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unud yang diduga dilakukan oknum dosen berinisial “W” kembali kusut.
Hal ini terjadi setelah mahasiswi yang menjadi korban tiba-tiba mencabut surat kuasa kepada Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Bali.
Menurut Direktur YLBH Bali Ni Kadek Vany Primaliraning, pencabutan surat kuasa secara mendadak itu penuh kejanggalan.
Kejanggalan pertama, surat pencabutan kuasa tidak diserahkan langsung korban. Surat diserahkan oleh ibu korban dan seorang perempuan yang mengaku teman kuliah korban.
“Bahkan, ada seorang pria yang mengaku sopir angkutan online ikut masuk ke kantor YLBH mengawal penyerahan surat pencabutan kuasa,” ujar Vany kepada Jawa Pos Radar Bali.
Perempuan yang mengaku teman korban itu juga memaksa staf YLBH Bali membuka masker saat menerima surat. Setelah itu perempuan tersebut memfoto penyerahan surat dari ibu korban.
“Ada keanehan, ngapain orang yang mengaku teman korban harus repot-repot memfoto penyerahan surat, seolah-olah semua ini diawasi,” imbuh Vany.
Anehnya lagi, saat Vany tanya pada ibu korban tentang alasan pencabutan surat kuasa, ibu korban gelagapan tidak bisa menjawab. Ibu korban mengatakan buru-buru hendak pulang karena takut ketinggalan bus.
“Orang yang mengaku teman korban ini lebih banyak bicara daripada ibu korban. Ia seperti ingin memastikan ibu korban tidak bicara aneh-aneh,” bebernya.
Kejanggalan kedua, lanjut Vany, muncul surat perdamaian yang diteken korban dan dosen berinisial “W”.
Surat perdamaian itu tertulis hari Senin tanggal 11 Januari 2021. Namun, informasi yang didapat Vany, surat ditandatangani pada tanggal 12 Januari 2021.
Korban ditemani ibunya bertemu pelaku di kos korban untuk meneken surat perdamaian. Menurut Vany surat perdamaian ini juga aneh. Antara tanggal surat dibuat dan ditandatangi berbeda.
“Selain itu, korban selama ini takut bertemu dengan terduga pelaku. Tapi, tiba-tiba bertemu di kos korban. Ini sangat aneh,” sindirnya.
Keanehan berikutnya menurut Vany yaitu korban mendadak tidak lagi tinggal di kosnya. Korban ditempatkan di rumah temannya di daerah Nusa Dua.
Kondisi tersebut membuat YLBH Bali sulit bertemu korban untuk menanyakan kebenaran surat pencabutan kuasa dan surat perdamaian.
Tidak hanya Vany yang kesulitan bertemu korban, teman-teman korban yang selama ini memberikan dukungan pada korban juga kesulitan bertemu.
YLBH Bali saat ini sedang berusaha mendapat konfirmasi langsung dari korban tentang kebenaran pencabutan surat kuasa.