DENPASAR – Jika Abdul Rahman Asuman warga Tanzania membawa 1 kilogram sabu diganjar 17 tahun penjara, maka hukuman lebih ringan diberikan untuk Frank Zeidler, 56, warga Jerman.
Frank diganjar 10 tahun penjara. Sebelumnya Frank dituntut 15 tahun penjara. Artinya, pria yang bekerja sebagai terapis alias tukang pijat itu mendapat diskon hukuman hingga lima tahun penjara dari majelis hakim.
Perbandingan hukuman antara Asuman dengan Frank ini memang cukup timpang. Padahal, barang bukti yang dikuasai Frank jauh lebih besar ketimbang Asuman.
Saat ditangkap polisi, Frank kedapatan membawa narkoba jenis hasis sebanyak 2.105 gram netto atau 2 kilogram lebih.
Sedangkan Asuman menyimpan 1 kilogram sabu-sabu. Namun, hakim menjatuhkan hukuman ringan untuk Frank yang jelas-jelas barang buktinya lebih besar.
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap Frank Zeidler selama sepuluh tahun dan denda Rp 2 miliar subsider empat bulan penjara,” ujar hakim Esthar Oktavi, kemarin (13/6).
Hakim menyatakan pria kelahiran Berlin, 13 Maret 1962, itu menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah mengimpor narkotika
golongan I sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 113 ayat (2) UU Narkotika, dakwaan kesatu jaksa penuntut umum (JPU).
Hal yang memberatkan putusan hakim yaitu perbuatan terdakwa bertentangan dengan progaram pemerintah dalam pemberantasan narkoba.
Sedangkan hal yang meringankan terdakwa bersikap sopan selama persidangan, mengakui perbuatanya dan menyesalinya.
Sebelumnya JPU Made Putriningsih menuntut dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda 2 Miliar subsidair 6 bulan penjara.
Saat mendengar pembacaan putusan majelis hakim, terdakwa dibantu oleh penerjemah bahasa, I Wayan Ana.
Vonis yang diberikan majelis hakim ini pun disambut semringah oleh terdakwa dan penasihat hukumnya. Mereka langsung menyatakan menerima putusan hakim.
“Menerima, Yang Mulia,” kata salah satu penasihat hukumnya. Sementara JPU masih belum bisa bersikap apakah menerima atau mengajukan upaya banding. “Kami pikir-pikir, Yang Mulia,” kata JPU Kejati Bali, itu.
Awal penangkapan Frank bermula pada 8 Desember 2018 berangkat dari New Delhi, India dengan menggunakan pesawat Thai Airways TG 316 dan transit di Bangkok, Thailand.
Kemudian melanjutkan perjalanannya ke Bali dengan mengunakan pesawat Thai Airways TG 431.
Setiba di Bandara Ngurah Rai, terdakwa kemudian turun dari pesawat lalu menuju ke konter Imigrasi untuk stampel paspor dan mengambil koper warna hitam miliknya.
Saat di areal Bea dan Cukai, koper milik terdakwa dilakukan pemeriksaan melalui mesin X-ray.
Pada saat itu saksi Firman Cahyadi Permana dan Yakup Heriawan yang sedang bertugas menaruh curiga dengan koper milik terdakwa ketika melewati mesin X-ray.
Lalu, petugas membawa terdakwa berserta koper miliknya keruangan pemeriksaan bea dan cukai.
Selanjutkan saksi melakukan pemeriksaan dan pengeledahan terhadap barang bawaan terdakwa, ditemukan 1 paket padatan warna hitam
yang dibalut dengan lakban warna abu-abu yang diduga mengandung sediaan hasis yang tersimpan dan disembunyikan dibawah dinding koper.
Selanjutnya, paket yang diselundupkan terdakwa dilakukan pengujian dengan mengunakan Narkotic Tes.
Benar saja, paket tersebut mengandung sediaan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman berupa hasis. Terdakwa dan barang bukti kemudian diserahkan ke Direktorat Reserse Narkoba Polda Bali.