29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 3:04 AM WIB

Tim Kuasa Hukum JRX Beberkan Alasan Minta Majelis Hakim Diganti

DENPASAR – Tim Kuasa Hukum terdakwa I Gede Ari Astina alias JRX SID menilai hakim yang mengadili perkaranya tidak independen, tidak bebas dan memiliki konflik kepentingan secara tidak langsung. Hal itu diduga terjadi saat sidang perdana yang digelar secara online pada Kamis (10/9) lalu.

Atas dasar itulah, sehingga tim kuasa hukum mendatangi Pengadilan Negeri Denpasar, Senin (14/9) untuk menyerahkan surat permohonan pergantian Majelis Hakim untuk sidang berikutnya. 

“Pertama adalah Majelis Hakim menurut kami memiliki kepentingan secara tidak langsung terhadap perkara yang diperiksa dan diadili. Majelis hakim juga tidak bebas dan tidak independen. Sempat di bawah tekanan,” kata I Wayan “Gendo” Suardana selaku salah satu Kuasa Hukum JRX saat menyerahkan surat permohonan pergantian Majelis Hakim ke Pengadilan Negeri Denpasar, Senin (14/9) siang.

Gendo pun membeberkan dalil atas tudingan tersebut. Disebutkan, dalam persidangan perdana, majelis hakim bisa dilihat di rekaman sidang menit ke-26 detik ke-12 sampai menit 26 detik ke-58. “Majelis hakim menyampaikan bahwa sesuai dengan surat keberatan saudara terdakwa melalui penasihat hukum sudah diterima dan diteruskan kepada majelis hakim,” imbuhnya.

Lanjut Gendo, bahwa Ketua Pengadilan Negeri Denpasar juga telah melakukan press release pada 7 September 2020 dan telah disampaikan permasalahannya dan tetap berkomitmen melakukan sidang online. Lalu dalam video sidang perdana Kamis (10/9) lalu, dari menit ke-26 detik 59 sampai menit ke-29 detik 35 ketua majelis hakim juga menyampaikan bahwa sidang tetap dilakukan secara online. 

Lebih lanjut dia mengatakan, dugaan pihaknya selaku kuasa hukum terkait tidak independennya majelis hakim ini didasari beberapa hal. Kemudian yang dijadikan dasar Majelis Hakim menyatakan sidang tetap dilakukan secara online adalah mengacu pada komitmen dari ketua PN Denpasar untuk tetap menyelenggarakan online. Lalu kemudian itu dijadikan dasar oleh majelis hakim yang memeriksa perkara a-qou (tersebut) untuk kemudian menetapkan sidang online.

Hal itu, menurut Gendo, menunjukkan bahwa Majelis Hakim tidak bebas dan berada dalam tekanan karena melanjutkan komitmen Ketua PN Denpasar. 

“Padahal sesungguhnya ini kan dua entitas yang berbeda. Ketua Pengadilan Negeri Denpasar beda dengan Majelis Hakim. Majelis hakim itu berdasarkan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Wajib mengadili perkara secara independen dan tidak punya konflik kepentingan,” papar dia.

“Kami menilai ini punya konflik kepentingan tidak langsung. Walau tidak langsung, kami juga menilai majelis hakim mengalami konflik yuridis. Cara berpikirnya konflik karena menempatkan MoU (nota kesepahaman) seolah-seolah berada di atas KUHAP sebagai undang-undang atau ketentuan hukum yang mengatur hukum acara,” papar Gendo.

MoU yang dimaksud Gendo adalah nota kesepahaman yang dibuat Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Menteri Hukum dan HAM terkait sidang online bagi perkara pidana yang terdakwanya ditahan. Walau dalam kenyataannya, ada beberapa kasus pidana yang terdakwanya ditahan ternyata diadili secara tatap muka juga.

DENPASAR – Tim Kuasa Hukum terdakwa I Gede Ari Astina alias JRX SID menilai hakim yang mengadili perkaranya tidak independen, tidak bebas dan memiliki konflik kepentingan secara tidak langsung. Hal itu diduga terjadi saat sidang perdana yang digelar secara online pada Kamis (10/9) lalu.

Atas dasar itulah, sehingga tim kuasa hukum mendatangi Pengadilan Negeri Denpasar, Senin (14/9) untuk menyerahkan surat permohonan pergantian Majelis Hakim untuk sidang berikutnya. 

“Pertama adalah Majelis Hakim menurut kami memiliki kepentingan secara tidak langsung terhadap perkara yang diperiksa dan diadili. Majelis hakim juga tidak bebas dan tidak independen. Sempat di bawah tekanan,” kata I Wayan “Gendo” Suardana selaku salah satu Kuasa Hukum JRX saat menyerahkan surat permohonan pergantian Majelis Hakim ke Pengadilan Negeri Denpasar, Senin (14/9) siang.

Gendo pun membeberkan dalil atas tudingan tersebut. Disebutkan, dalam persidangan perdana, majelis hakim bisa dilihat di rekaman sidang menit ke-26 detik ke-12 sampai menit 26 detik ke-58. “Majelis hakim menyampaikan bahwa sesuai dengan surat keberatan saudara terdakwa melalui penasihat hukum sudah diterima dan diteruskan kepada majelis hakim,” imbuhnya.

Lanjut Gendo, bahwa Ketua Pengadilan Negeri Denpasar juga telah melakukan press release pada 7 September 2020 dan telah disampaikan permasalahannya dan tetap berkomitmen melakukan sidang online. Lalu dalam video sidang perdana Kamis (10/9) lalu, dari menit ke-26 detik 59 sampai menit ke-29 detik 35 ketua majelis hakim juga menyampaikan bahwa sidang tetap dilakukan secara online. 

Lebih lanjut dia mengatakan, dugaan pihaknya selaku kuasa hukum terkait tidak independennya majelis hakim ini didasari beberapa hal. Kemudian yang dijadikan dasar Majelis Hakim menyatakan sidang tetap dilakukan secara online adalah mengacu pada komitmen dari ketua PN Denpasar untuk tetap menyelenggarakan online. Lalu kemudian itu dijadikan dasar oleh majelis hakim yang memeriksa perkara a-qou (tersebut) untuk kemudian menetapkan sidang online.

Hal itu, menurut Gendo, menunjukkan bahwa Majelis Hakim tidak bebas dan berada dalam tekanan karena melanjutkan komitmen Ketua PN Denpasar. 

“Padahal sesungguhnya ini kan dua entitas yang berbeda. Ketua Pengadilan Negeri Denpasar beda dengan Majelis Hakim. Majelis hakim itu berdasarkan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Wajib mengadili perkara secara independen dan tidak punya konflik kepentingan,” papar dia.

“Kami menilai ini punya konflik kepentingan tidak langsung. Walau tidak langsung, kami juga menilai majelis hakim mengalami konflik yuridis. Cara berpikirnya konflik karena menempatkan MoU (nota kesepahaman) seolah-seolah berada di atas KUHAP sebagai undang-undang atau ketentuan hukum yang mengatur hukum acara,” papar Gendo.

MoU yang dimaksud Gendo adalah nota kesepahaman yang dibuat Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Menteri Hukum dan HAM terkait sidang online bagi perkara pidana yang terdakwanya ditahan. Walau dalam kenyataannya, ada beberapa kasus pidana yang terdakwanya ditahan ternyata diadili secara tatap muka juga.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/