SINGARAJA– Oknum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kecamatan Buleleng, disomasi. Oknum PPAT berinisial AH itu sempat berjanji akan menyelesaikan proses pemecahan dan balik nama sertifikat tanah. Alih-alih menyelesaikan proses tersebut, AH justru hilang tanpa jejak.
Peristiwa bermula saat salah seorang warga Desa Panji Anom, Kecamatan Sukasada, I Gede Sumenada membeli tanah seluas 40 are di Desa Panji Anom pada tahun 2018 lalu. Ia mempercayakan proses pengukuran, pemecahan sertifikat, dan balik nama sertifikat pada AH selaku PPAT.
Pada Oktober 2018, Sumenada menyetorkan sejumlah uang kepada AH. Masing-masing senilai Rp 3,5 juta untuk biaya pengukuran lahan, serta Rp 44,7 juta untuk biaya pemecahan sertifikat serta balik nama.
Kendati sudah dibayar secara tunai, sertifikat itu tak kunjung terbit. Pada Maret 2022, Sumenada kembali mendatangi AH untuk menagih sertifikat. Tapi saat itu AH meminta tempo dan menandatangani selembar surat pernyataan. Isinya dia menyanggupi menyelesaikan sertifikat itu pada bulan Juni 2022. Pun saat sudah jatuh tempo, sertifikat itu tak juga terbit. Alih-alih terbit, AH justru hilang bak ditelan bumi.
Sumenada pun gerah. Melalui kuasa hukumnya, Wirasanjaya, melayangkan somasi pada AH pada 25 Juli lalu. Setelah dua bulan berlalu, somasi itu tak kunjung dijawab.
Tak hanya melayangkan somasi, Wirasanjaya juga menyurati sejumlah pihak. Di antaranya Menteri Agraria Tata Ruang, Kanwil Badan Pertanahan Provinsi Bali selaku majelis pembina dan pengawasan PPAT di Wilayah Bali, Kantor Pertanahan Buleleng selaku majelis pembina dan pengawasan PPAT di Buleleng, serta Ketua Ikatan PPAT Kabupaten Buleleng.
“Kami berharap Kantor Pertanahan Buleleng dan Kanwil BPN Bali bisa bersikap tegas menyikapi oknum ini. Karena yang dirugikan bukan hanya klien kami, tapi banyak yang lain. Seharusnya izin operasionalnya dibekukan, supaya tidak ada korban lagi,” tegas Wirasanjaya.
Wirasanjaya mengaku pihaknya sempat memasang sebuah baliho jumbo di depan kantor AH melakukan praktik sebagai PPAT. Namun baliho itu hanya terpasang selama sehari. Keesokan harinya baliho itu sudah dilepaskan oleh seorang karyawan di kantor PPAT itu.
“Saya sudah lihat langsung kantornya. Tidak ada aktivitas, tidak ada berkas-berkas. Kami sudah berusaha cari ke beberapa lokasi, tapi tidak ada orangnya,” imbuh Wirasanjaya.
Radarbali.id mencoba meminta konfirmasi kepada AH dengan cara mendatangi kantornya di kawasan Banjar Dinas Celuk Buluh, Desa Kalibukbuk. Namun kantor itu dalam kondisi kosong dan terkunci. Tidak ada aktivitas sama sekali.
Salah seorang warga yang berjualan di depan kantor PPAT menyebutkan bahwa kantor tersebut sudah tutup sejak dua bulan terakhir. Aktivitas kantor terlihat sepi. Namun selalu ada orang yang berhenti di sana untuk sekadar melihat-lihat.
“Hampir tiap hari ada saja yang berhenti di depan. Ambil foto atau lihat-lihat, setelah itu pergi. Nantinya ada lagi yang datang. Hari ini saja sudah ada tiga mobil yang berhenti di sana lalu foto-foto. Memang banyak yang cari,” ujar warga tersebut. (eps)