27.1 C
Jakarta
20 April 2024, 0:46 AM WIB

Praperadilan Ditolak, Aset Almarhum Tri Nugraha tetap Milik Negara!

DENPASAR– Upaya keluarga mendiang Tri Nugraha (mantan Kepala BPN Denpasar dan Badung) untuk memulangkan puluhan aset yang disita Kejati Bali belum berhasil. Ini setelah hakim PN Denpasar menolak gugatan praperadilan yang diajukan Dian Fatmayanty (mantan istri) dan anak-anak almarhum Tri Nugraha.

Dalam amar putusannya, hakim Hari Supriyanto kemarin menyatakan gugatan praperadilan tidak dapat diterima lantaran aset yang disita penyidik Kejati Bali merupakan rampasan negara. Apalagi dengan adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas perkara pidana, maka tidak ada kewenangan praperadilan sehingga gugatan tidak dapat diterima.

“Jika ada keberatan, maka dapat dilakukan langkah hukum lain yakni gugatan perdata,” jelas Gde Putra Astawa, juru bicara PN Denpasar, kemarin (13/9).

Sidang sendiri digelar sejak 5 Septeber 2022 lalu. Sidang diawali dengan pembacaan permohonan atau gugatan dilanjutkan dengan agenda jawaban dari termohon (Kejati Bali) dilanjutkan replik, duplik, bukti surat, dan pemeriksaan saksi dari pemohon maupun termohon.

Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Bali A Luga Harlianto menjelaskan, Dian Fatmayanty mengajukan permohonan praperadilan terhadap sah atau tidaknya penyitaan yang dilakukan oleh penyidik Kejati Bali.

Dijelaskan Luga, dalam pertimbangannya hakim berpendapat bahwa status barang bukti sudah beralih menjadi barang rampasan ketika penanganan perkara telah SP3 dan Kajati Bali telah menerbitkan ketetapan status benda sitaan.

Barang bukti yang menjadi obyek sita dalam gugatan praperadilan ini pun telah dirampas untuk Negara. “Sehingga tidak lagi menjadi ranah dari hakim praperadilan untuk memeriksa sah atau tidaknya penyitaan,” ungkap mantan Kasi Datun Kejari Merauke itu.

Seperti diberitakan sebelumnya, gugatan diajukan lantaran puluhan barang bergerak dan tidak bergerak yang disita Kejati Bali tak kunjung dikembalikan pada ahli waris.

Sementara penyidikan sudah ditutup karena tersangka meninggal dunia. Pihak keluarga menduga ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan Kejati Bali.

Tak hanya menuntut aset dipulangkan, mereka juga menggugat Kejati Bali sebagai tergugat agar membayar kerugian inmateriil sebesar Rp 1 miliar. Kerugian inmateriil ini dibuat lantaran hampir dua tahun aset tak bisa dimanfaatkan.

Data yang didapat wartawan radarbali.id, mantan istri Tri Nugraha bertindak sebagai penggugat I, sedangkan kedua anaknya sebagai penggugat II dan III. Selain Kejati Bali, Kantor Pertanahan Kota Denpasar serta Kabupaten Badung sebagai turut tergugat I dan II.

Tri Nugraha diketahui menikah dengan istrinya pada 22 Desember 1992. Mereka dikaruinia dua anak. Setelah menjalani hubungan pernikahan kurang lebih selama 25 tahun mereka memutuskan cerai. Atas perceraian tersebut belum pernah dilakukan pembagian harta gono-gini.

Tri Nugraha sendiri dipastikan meninggal dunia dengan cara menembak dadanya sendiri di toilet Kejati Bali. Saat itu, 31 Agustus 2020 Tri sedang menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.

Dia ditetapkan sebagai tersangka dalam peristiwa dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Kejati Bali melakukan penyitaan terhadap aset almarhum Tri Nugraha. Benda yang disita berupa kendaraan bermotor baik roda dua maupun empat, sertifikat tanah, tanah dan bangunan, serta dokumen lainnya.

Aset yang disita Kejati Bali tersebut berada di Bali dan sebagian lagi tersebar di luar Bali. Salah satunya di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. (san)

DENPASAR– Upaya keluarga mendiang Tri Nugraha (mantan Kepala BPN Denpasar dan Badung) untuk memulangkan puluhan aset yang disita Kejati Bali belum berhasil. Ini setelah hakim PN Denpasar menolak gugatan praperadilan yang diajukan Dian Fatmayanty (mantan istri) dan anak-anak almarhum Tri Nugraha.

Dalam amar putusannya, hakim Hari Supriyanto kemarin menyatakan gugatan praperadilan tidak dapat diterima lantaran aset yang disita penyidik Kejati Bali merupakan rampasan negara. Apalagi dengan adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas perkara pidana, maka tidak ada kewenangan praperadilan sehingga gugatan tidak dapat diterima.

“Jika ada keberatan, maka dapat dilakukan langkah hukum lain yakni gugatan perdata,” jelas Gde Putra Astawa, juru bicara PN Denpasar, kemarin (13/9).

Sidang sendiri digelar sejak 5 Septeber 2022 lalu. Sidang diawali dengan pembacaan permohonan atau gugatan dilanjutkan dengan agenda jawaban dari termohon (Kejati Bali) dilanjutkan replik, duplik, bukti surat, dan pemeriksaan saksi dari pemohon maupun termohon.

Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Bali A Luga Harlianto menjelaskan, Dian Fatmayanty mengajukan permohonan praperadilan terhadap sah atau tidaknya penyitaan yang dilakukan oleh penyidik Kejati Bali.

Dijelaskan Luga, dalam pertimbangannya hakim berpendapat bahwa status barang bukti sudah beralih menjadi barang rampasan ketika penanganan perkara telah SP3 dan Kajati Bali telah menerbitkan ketetapan status benda sitaan.

Barang bukti yang menjadi obyek sita dalam gugatan praperadilan ini pun telah dirampas untuk Negara. “Sehingga tidak lagi menjadi ranah dari hakim praperadilan untuk memeriksa sah atau tidaknya penyitaan,” ungkap mantan Kasi Datun Kejari Merauke itu.

Seperti diberitakan sebelumnya, gugatan diajukan lantaran puluhan barang bergerak dan tidak bergerak yang disita Kejati Bali tak kunjung dikembalikan pada ahli waris.

Sementara penyidikan sudah ditutup karena tersangka meninggal dunia. Pihak keluarga menduga ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan Kejati Bali.

Tak hanya menuntut aset dipulangkan, mereka juga menggugat Kejati Bali sebagai tergugat agar membayar kerugian inmateriil sebesar Rp 1 miliar. Kerugian inmateriil ini dibuat lantaran hampir dua tahun aset tak bisa dimanfaatkan.

Data yang didapat wartawan radarbali.id, mantan istri Tri Nugraha bertindak sebagai penggugat I, sedangkan kedua anaknya sebagai penggugat II dan III. Selain Kejati Bali, Kantor Pertanahan Kota Denpasar serta Kabupaten Badung sebagai turut tergugat I dan II.

Tri Nugraha diketahui menikah dengan istrinya pada 22 Desember 1992. Mereka dikaruinia dua anak. Setelah menjalani hubungan pernikahan kurang lebih selama 25 tahun mereka memutuskan cerai. Atas perceraian tersebut belum pernah dilakukan pembagian harta gono-gini.

Tri Nugraha sendiri dipastikan meninggal dunia dengan cara menembak dadanya sendiri di toilet Kejati Bali. Saat itu, 31 Agustus 2020 Tri sedang menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.

Dia ditetapkan sebagai tersangka dalam peristiwa dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Kejati Bali melakukan penyitaan terhadap aset almarhum Tri Nugraha. Benda yang disita berupa kendaraan bermotor baik roda dua maupun empat, sertifikat tanah, tanah dan bangunan, serta dokumen lainnya.

Aset yang disita Kejati Bali tersebut berada di Bali dan sebagian lagi tersebar di luar Bali. Salah satunya di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. (san)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/