26.7 C
Jakarta
12 September 2024, 18:24 PM WIB

Target Berubah, Terduga Teroris Sasar Turis Agar Diperhatikan Dunia

DENPASAR – Ditangkapnya dua terduga teroris Achmad Taufikurrahman (AT), 41, dan anaknya yang masih berusia 14 tahun, ZAI,

di depan Polsek Mendoyo, Jembrana, Jumat (11/10) lalu menjadi sinyal bahwa Bali masih menjadi target utama jaringan teroris.

Alasan teroris menarget Bali karena Bali karena efektif. Bali sebagai destinasi wisata, membuat aksi terorisme sekecil apapun akan menyedot perhatian khalayak internasional.

Selama ini dunia mengenal Indonesia melalui Bali. Hal itu diungkap kriminolog Universitas Udayana (Unud), Gde Made Swardhana kepada Jawa Pos Radar Bali.

“Karena itu, kita semua yang ada di Bali jangan pernah tertidur untuk urusan terorisme,” ujar Swardhana kemarin.

Alasan lain para teroris memilih Bali karena ingin menghancurkan Bali. Di kalangan mereka, Bali yang menjadi pusat pariwisata dianggap sebagai pusat maksiat.

Apalagi, Bali pernah memiliki dua kali pengalaman getir aksi terorime. Yakni saat tragedi bom Bali pada 2002 dan 2005. Bom tersebut meluluhlantakkan perekonomian Bali.

Menurut dosen Fakultas Hukum Unud, itu pergerakan AT dan ZAI selama di Bali menunjukkan pola serangan teroris sudah bergeser.

Mereka tidak lagi merancang bom besar seperti para pendahulunya. Mereka melakukan aksi atau amaliyah dengan modal nekat menggunakan peranti seadanya.

Yang penting efektif dan menjadi perhatian. Entah target sasaran mati atau hidup tidak penting. Begitu juga nantinya pelaku teroris tidak peduli ditangkap hidup-hidup atau mati tidak menjadi soal.

“Doktrinnya kan begitu, kalau mereka (teroris) mati maka masuk surga,” imbuhnya. AT sendri diduga kuat anggota Jamaah Anshorut Daulah (JAD), jaringan pelaku penyerangan terhadap Menkopolhukam, Wiranto.

Dijelaskan Swardhana, tujuan AT melakukan survei ke Ubud tentu saja mencari orang asing untuk sasaran amaliyah.

Mereka juga menyasar tokoh-tokoh publik yang berpengaruh. Mereka tidak lagi menyasar markas-markas polisi.

“Kalau mau menyasar markas polisi, Polsek Ubud itu kecil. Maka, tidak akan terdengar oleh pihak luar jika berakasi di sana,” beber pria asal Singaraja, itu.

Menurut Swardhana, dampak terorisme bagi Bali akan sangat merugikan. Pasalnya, Bali tidak memiliki sumber daya alam dan hanya mengandalkan pariwisata.

Dengan meneror tamu yang datang ke Bali, maka Bali akan menjadi perhatian dunia. Negara-negara luar akan melarang warganya datang ke Bali.

Atau mereka akan mengevakuasi warganya dari Bali. Ini akan berpengaruh pada perekonomian Bali. Mereka mengeluarkan travel warning yang berlaku hingga enam bulan.

“Kalau sudah begitu, kami di Bali mau makan apa? Mereka (teroris) akan tertawa,” tukas pria berkacamata itu.

 

DENPASAR – Ditangkapnya dua terduga teroris Achmad Taufikurrahman (AT), 41, dan anaknya yang masih berusia 14 tahun, ZAI,

di depan Polsek Mendoyo, Jembrana, Jumat (11/10) lalu menjadi sinyal bahwa Bali masih menjadi target utama jaringan teroris.

Alasan teroris menarget Bali karena Bali karena efektif. Bali sebagai destinasi wisata, membuat aksi terorisme sekecil apapun akan menyedot perhatian khalayak internasional.

Selama ini dunia mengenal Indonesia melalui Bali. Hal itu diungkap kriminolog Universitas Udayana (Unud), Gde Made Swardhana kepada Jawa Pos Radar Bali.

“Karena itu, kita semua yang ada di Bali jangan pernah tertidur untuk urusan terorisme,” ujar Swardhana kemarin.

Alasan lain para teroris memilih Bali karena ingin menghancurkan Bali. Di kalangan mereka, Bali yang menjadi pusat pariwisata dianggap sebagai pusat maksiat.

Apalagi, Bali pernah memiliki dua kali pengalaman getir aksi terorime. Yakni saat tragedi bom Bali pada 2002 dan 2005. Bom tersebut meluluhlantakkan perekonomian Bali.

Menurut dosen Fakultas Hukum Unud, itu pergerakan AT dan ZAI selama di Bali menunjukkan pola serangan teroris sudah bergeser.

Mereka tidak lagi merancang bom besar seperti para pendahulunya. Mereka melakukan aksi atau amaliyah dengan modal nekat menggunakan peranti seadanya.

Yang penting efektif dan menjadi perhatian. Entah target sasaran mati atau hidup tidak penting. Begitu juga nantinya pelaku teroris tidak peduli ditangkap hidup-hidup atau mati tidak menjadi soal.

“Doktrinnya kan begitu, kalau mereka (teroris) mati maka masuk surga,” imbuhnya. AT sendri diduga kuat anggota Jamaah Anshorut Daulah (JAD), jaringan pelaku penyerangan terhadap Menkopolhukam, Wiranto.

Dijelaskan Swardhana, tujuan AT melakukan survei ke Ubud tentu saja mencari orang asing untuk sasaran amaliyah.

Mereka juga menyasar tokoh-tokoh publik yang berpengaruh. Mereka tidak lagi menyasar markas-markas polisi.

“Kalau mau menyasar markas polisi, Polsek Ubud itu kecil. Maka, tidak akan terdengar oleh pihak luar jika berakasi di sana,” beber pria asal Singaraja, itu.

Menurut Swardhana, dampak terorisme bagi Bali akan sangat merugikan. Pasalnya, Bali tidak memiliki sumber daya alam dan hanya mengandalkan pariwisata.

Dengan meneror tamu yang datang ke Bali, maka Bali akan menjadi perhatian dunia. Negara-negara luar akan melarang warganya datang ke Bali.

Atau mereka akan mengevakuasi warganya dari Bali. Ini akan berpengaruh pada perekonomian Bali. Mereka mengeluarkan travel warning yang berlaku hingga enam bulan.

“Kalau sudah begitu, kami di Bali mau makan apa? Mereka (teroris) akan tertawa,” tukas pria berkacamata itu.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/