27.8 C
Jakarta
14 Desember 2024, 3:47 AM WIB

Sengketa Tanah di Bungkulan, Pemprov Bali Ikut Terseret

SAWAN – Masalah status kepemilikan tanah seluas 8 are di Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, kembali bergulir. Tanah yang tadinya telah dibatalkan status kepemilikannya oleh Kanwil Badan Pertanahan Nasional (Kanwil) BPN Bali, digugat oleh Ketut Kusuma Ardana. Kusuma Ardana juga diketahui menjabat sebagai Perbekel Bungkulan. Proses gugatan kini tengah bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar.

Gugatan itu didaftarkan dengan nomor register perkara 12/G/2020/PTUN.DPS pada 21 Juli 2020 lalu. Dalam perkara itu, Kusuma Ardana menggugat Kepala Kanwil BPN Provinsi Bali sebagai tergugat I dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kanwil Provinsi Bali sebagai tergugat II.

Selain itu dalam putusan sela, majelis hakim juga mengabulkan Pemprov Bali masuk menjadi tergugat intervensi dalam perkara tersebut.

Kamis pagi (15/10) majelis hakim melakukan pemeriksaan setempat pada objek sengketa. Pemeriksaan itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Rachman Hakim Budi Sulistyo yang didampingi anggota majelis hakim Dessy Angraeni dan Rahmadian Novira.

Pada pemeriksaan setempat itu juga hadir sejumlah pihak. Yakni penggugat Ketut Kusuma Ardana, Kanwil BPN Provinsi Bali selaku tergugat yang diwakili Eko Wijati, serta Pemprov Bali selaku tergugat intervensi yang diwakili Agung Herwanto.

Saat melakukan pemeriksaan setempat, majelis fokus melakukan pemeriksaan dan pengukuran terhadap lahan yang menjadi objek sengketa. Saat ini di atas lahan tersebut berdiri dua bangunan yang difungsikan sebagai fasilitas umum (fasum). Masing-masing Puskesmas Pembantu Desa Bungkulan dan Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Sawan.

Selama proses itu, majelis hakim hanya melakukan pencatatan saja. Selanjutnya majelis hakim mempersilakan para penggugat, tergugat, dan tergugat intervensi mempersiapkan materi dalam proses persidangan. Terutama yang terkait dengan saksi dan pembuktian.

“Silahkan minggu depan penggugat mengajukan saksi. Terutama orang yang tahu langsung tentang objek sengketa. Jangan menghadirkan saksi yang hanya mendengar cerita dari orang lain. Kalau ada tambahan bukti, nanti silahkan diajukan,” kata Rachman Hakim.

Kepada wartawan, Rachman Hakim menyatakan pemeriksaan setempat itu merupakan bagian dari proses persidangan. “Ini mencari kebenaran material di lapangan saja. Keterangan lain silakan nanti lewat humas kami di PTUN,” jelasnya.

Sementara itu kuasa hukum Pemprov Bali, Agung Herwanto mengatakan, pemerintah memang masuk sebagai tergugat intervensi dalam perkara itu. Sebab dalam objek perkara ada sertifikat milik Pemprov Bali. Yakni Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 1 Tahun 2007 seluas 4 are.

“Kebetulan di dalam objek yang diklaim penggugat itu ada lahan milik pemprov. Termasuk bangunan yang sekarang digunakan sebagai Puskeswan Sawan. Gedung ini dipinjam pakai oleh Dinas Pertanian Buleleng untuk mendukung jalannya pemerintahan dan pelayanan publik di sini. Makanya kami masuk sebagai tergugat intervensi, karena kami juga punya kepentingan mempertahankan aset ini,” tegasnya.

Sedangkan penggugat Ketut Kusuma Ardana mengatakan pihaknya akan mengikuti seluruh tahapan yang ditetapkan pengadilan. Kusuma Ardana sebagai penggugat dan pihak yang mengklaim memiliki hak penguasaan lahan seluas 8 are itu juga mengaku tidak tahu mengapa di atas lahan tersebut sudah terbit SHP. Sementara Kusuma Ardana baru mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM) 2426/Desa Bungkulan pada tahun 2013 lalu.

“Itu yang jadi alasan BPN membatalkan SHM saya, karena sudah lebih dulu terbit SHP. Jelas saya keberatan, makanya saya ajukan upaya hukum di PTUN. Nanti kita buktikan saja di pengadilan. Apakah memang ada surat hibah dari bapak saya barangkali, atau bagaimana. Terus terang saya nggak tahu dan tidak pegang data untuk itu. Kita lihat saja perkembangannya nanti bagaimana, kami tidak ingin berandai-andai dulu,” ujar Kusuma Ardana.

Sekadar diketahui, masalah bermula dari terbitnya 2 buah SHM di Desa Bungkulan lewat Program Nasional Agraria (Prona) pada tahun 2013 lalu. Masing-masing SHM 2426/Desa Bungkulan dan SHM 2427/Desa Bungkulan. Kedua sertifikat ini diterbitkan atas nama Ketut Kusuma Ardana selaku pemegang hak milik. Kusuma Ardana juga Perbekel Bungkulan aktif saat ini.

Masyarakat pun mengajukan protes pada Kantor Pertanahan Buleleng pada 18 Juli 2019 lalu. Sebab selama ini lahan tersebut telah digunakan sebagai fasilitas umum. Untuk SHM 2426/Desa Bungkulan, di atasnya berdiri Puskesmas Pembantu Desa Bungkulan dan Puskeswan Kecamatan Sawan. Sementara di atas SHM 2427/Desa Bungkulan selama ini dimanfaatkan sebagai lapangan umum Desa Bungkulan.

Pada 10 Januari 2020, Kanwil BPN Bali kemudian menerbitkan Surat Keputusan Nomor 0010/Pbt/BPN.51/I/2020. Surat itu ditandatangani Kepala Kanwil BPN Bali Rudi Rubijaya. Isinya BPN membatalkan SHM 2426/Desa Bungkulan. Karena ditemukan sejumlah cacat administrasi dalam proses penerbitan sertifikat tersebut.

SAWAN – Masalah status kepemilikan tanah seluas 8 are di Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, kembali bergulir. Tanah yang tadinya telah dibatalkan status kepemilikannya oleh Kanwil Badan Pertanahan Nasional (Kanwil) BPN Bali, digugat oleh Ketut Kusuma Ardana. Kusuma Ardana juga diketahui menjabat sebagai Perbekel Bungkulan. Proses gugatan kini tengah bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar.

Gugatan itu didaftarkan dengan nomor register perkara 12/G/2020/PTUN.DPS pada 21 Juli 2020 lalu. Dalam perkara itu, Kusuma Ardana menggugat Kepala Kanwil BPN Provinsi Bali sebagai tergugat I dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kanwil Provinsi Bali sebagai tergugat II.

Selain itu dalam putusan sela, majelis hakim juga mengabulkan Pemprov Bali masuk menjadi tergugat intervensi dalam perkara tersebut.

Kamis pagi (15/10) majelis hakim melakukan pemeriksaan setempat pada objek sengketa. Pemeriksaan itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Rachman Hakim Budi Sulistyo yang didampingi anggota majelis hakim Dessy Angraeni dan Rahmadian Novira.

Pada pemeriksaan setempat itu juga hadir sejumlah pihak. Yakni penggugat Ketut Kusuma Ardana, Kanwil BPN Provinsi Bali selaku tergugat yang diwakili Eko Wijati, serta Pemprov Bali selaku tergugat intervensi yang diwakili Agung Herwanto.

Saat melakukan pemeriksaan setempat, majelis fokus melakukan pemeriksaan dan pengukuran terhadap lahan yang menjadi objek sengketa. Saat ini di atas lahan tersebut berdiri dua bangunan yang difungsikan sebagai fasilitas umum (fasum). Masing-masing Puskesmas Pembantu Desa Bungkulan dan Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Sawan.

Selama proses itu, majelis hakim hanya melakukan pencatatan saja. Selanjutnya majelis hakim mempersilakan para penggugat, tergugat, dan tergugat intervensi mempersiapkan materi dalam proses persidangan. Terutama yang terkait dengan saksi dan pembuktian.

“Silahkan minggu depan penggugat mengajukan saksi. Terutama orang yang tahu langsung tentang objek sengketa. Jangan menghadirkan saksi yang hanya mendengar cerita dari orang lain. Kalau ada tambahan bukti, nanti silahkan diajukan,” kata Rachman Hakim.

Kepada wartawan, Rachman Hakim menyatakan pemeriksaan setempat itu merupakan bagian dari proses persidangan. “Ini mencari kebenaran material di lapangan saja. Keterangan lain silakan nanti lewat humas kami di PTUN,” jelasnya.

Sementara itu kuasa hukum Pemprov Bali, Agung Herwanto mengatakan, pemerintah memang masuk sebagai tergugat intervensi dalam perkara itu. Sebab dalam objek perkara ada sertifikat milik Pemprov Bali. Yakni Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 1 Tahun 2007 seluas 4 are.

“Kebetulan di dalam objek yang diklaim penggugat itu ada lahan milik pemprov. Termasuk bangunan yang sekarang digunakan sebagai Puskeswan Sawan. Gedung ini dipinjam pakai oleh Dinas Pertanian Buleleng untuk mendukung jalannya pemerintahan dan pelayanan publik di sini. Makanya kami masuk sebagai tergugat intervensi, karena kami juga punya kepentingan mempertahankan aset ini,” tegasnya.

Sedangkan penggugat Ketut Kusuma Ardana mengatakan pihaknya akan mengikuti seluruh tahapan yang ditetapkan pengadilan. Kusuma Ardana sebagai penggugat dan pihak yang mengklaim memiliki hak penguasaan lahan seluas 8 are itu juga mengaku tidak tahu mengapa di atas lahan tersebut sudah terbit SHP. Sementara Kusuma Ardana baru mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM) 2426/Desa Bungkulan pada tahun 2013 lalu.

“Itu yang jadi alasan BPN membatalkan SHM saya, karena sudah lebih dulu terbit SHP. Jelas saya keberatan, makanya saya ajukan upaya hukum di PTUN. Nanti kita buktikan saja di pengadilan. Apakah memang ada surat hibah dari bapak saya barangkali, atau bagaimana. Terus terang saya nggak tahu dan tidak pegang data untuk itu. Kita lihat saja perkembangannya nanti bagaimana, kami tidak ingin berandai-andai dulu,” ujar Kusuma Ardana.

Sekadar diketahui, masalah bermula dari terbitnya 2 buah SHM di Desa Bungkulan lewat Program Nasional Agraria (Prona) pada tahun 2013 lalu. Masing-masing SHM 2426/Desa Bungkulan dan SHM 2427/Desa Bungkulan. Kedua sertifikat ini diterbitkan atas nama Ketut Kusuma Ardana selaku pemegang hak milik. Kusuma Ardana juga Perbekel Bungkulan aktif saat ini.

Masyarakat pun mengajukan protes pada Kantor Pertanahan Buleleng pada 18 Juli 2019 lalu. Sebab selama ini lahan tersebut telah digunakan sebagai fasilitas umum. Untuk SHM 2426/Desa Bungkulan, di atasnya berdiri Puskesmas Pembantu Desa Bungkulan dan Puskeswan Kecamatan Sawan. Sementara di atas SHM 2427/Desa Bungkulan selama ini dimanfaatkan sebagai lapangan umum Desa Bungkulan.

Pada 10 Januari 2020, Kanwil BPN Bali kemudian menerbitkan Surat Keputusan Nomor 0010/Pbt/BPN.51/I/2020. Surat itu ditandatangani Kepala Kanwil BPN Bali Rudi Rubijaya. Isinya BPN membatalkan SHM 2426/Desa Bungkulan. Karena ditemukan sejumlah cacat administrasi dalam proses penerbitan sertifikat tersebut.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/