25.9 C
Jakarta
25 April 2024, 3:59 AM WIB

Pria Ini Ditahan, Diadili dan Diputus Bebas karena Nama Kakeknya Mirip

DENPASAR – Kasus dugaan pemalsuan silsilah keluarga yang menjerat Ir Sanjaya ternyata berawal dari masalah tanah. Kuasa hukum Ir Sanjaya, Erwin Siregar menjelaskan, kasus tanah itu bermula pada tahun 1968 lalu. Awalnya hanya karena ada kemiripan nama kakek pelapor dan terlapor atau terdakwa.

 

Saat itu tanah yang terletak di Jalan Batas Dauh Sari, Sesetan, Denpasar Selatan, dengan luas kurang lebih 1 hektare itu memiliki sertifikat atas nama ayah dari terdakwa bernama Widja Kusuma.

 

Kemudian pada tahun 1990-an dilakukan pembaruan sertifikat dengan atas nama yang masih sama, I Made Widja Kusuma. 

 

Tiba-tiba di tahun 2020, pelapor I Putu Widyantara menuduh Ir. Sanjaya melakukan penyerobotan tanah. Kasus ini pun dilaporkan ke Polda Bali, walau akhirnya keluar surat perintah penghentian perkara (SP3) karena tak terbukti adanya penyerobotan.

 

 

Kala itu, Widyantara mengaku tanah itu diberikan oleh kakeknya bernama Kak Wanten. Padahal, kata Erwin, Ir Sanjaya menyebut asal mula tanah itu merupakan warisan dari kakeknya bernama I Made Wanten yang kemudian diwariskan kepada ayah terdakwa.

 

 

“Padahal, I Made Wanten dan Kak Wanten ini adalah dua orang yang berbeda. Antara pelapor dan klien saya tidak ada hubungan keluarga secara silsilah keluarga,” urainya.

 

 

I Putu Widyantara akhirnya merasa dirugikan dengan silsilah tersebut dan memilih melapor ke penegak hukum setelah beberapa kali melakukan mediasi. 

 

Sementara itu, terkait putusan bebas oleh Majelis Hakim tersebut, istri terdakwa Ny. Sanjaya mengaku lega atas putusan bebas sang suami.

 

“Kami sekeluarga menghaturkan terima kasih kepada Pak Erwin dan tim atas kerja keras dan perjuangannya. Mudah-mudahan semuanya dalam lindungan Tuhan,” tandasnya.

 

 

Sebelumnya diberitakan, majelis hakim PN Denpasar yang diketuai Noviarta dalam sidang Selasa (16/3) sore memutus Ir Sanjaya bebas dari dakwaan. Sanjaya didakwa kasus pasal 263 ayat (1) atau pasal 263 ayat (2) KUHP tentang pemalsuan surat.

 

Awalnya, Ir. Sanjaya dilaporkan ke Mapolda Bali oleh I Putu Widyantara atas dugaan penyerobotan. Namun dua kali laporan dibuat di Polda Bali, kasusnya berujung SP3. Pertimbangan Polda saat itu mengeluarkan SP3 karena Ir. Sanjaya berhasil menunjukan salinan surat silsilah keluarganya yang saat itu diminta oleh Polda Bali. 

 

Tak puas dengan hasil itu, Widyantara kembali membuat laporan ke Mapolresta Denpasar dengan tuduhan pemalsuan surat. Sebab, saat itu Ir Sanjaya menunjukkan salinan silsilah kepada penyidik Polda Bali. Salinan silsilah itu dianggap bentuk pemalsuan.

 

Sanjaya sempat ditahan selama kurang lebih satu bulan. Namun, mendapat penangguhan penahan. Dalam sidang di PN Denpasar, Sanjaya diputus bebas sebab, salinan itu bukan pemalsuan.

 

“Nah itulah yang jadi pertimbangan hakim. Artinya perbuatan menyalin itu ada, tetapi itu adalah perbuatan perdata. Dia menyalin dari yang asli untuk meyakinkan Polda Bali pada laporan pertama dan kedua yang di-SP3 itu. Akhirnya dilepas demi hukum,” beber Erwin Siregar.

DENPASAR – Kasus dugaan pemalsuan silsilah keluarga yang menjerat Ir Sanjaya ternyata berawal dari masalah tanah. Kuasa hukum Ir Sanjaya, Erwin Siregar menjelaskan, kasus tanah itu bermula pada tahun 1968 lalu. Awalnya hanya karena ada kemiripan nama kakek pelapor dan terlapor atau terdakwa.

 

Saat itu tanah yang terletak di Jalan Batas Dauh Sari, Sesetan, Denpasar Selatan, dengan luas kurang lebih 1 hektare itu memiliki sertifikat atas nama ayah dari terdakwa bernama Widja Kusuma.

 

Kemudian pada tahun 1990-an dilakukan pembaruan sertifikat dengan atas nama yang masih sama, I Made Widja Kusuma. 

 

Tiba-tiba di tahun 2020, pelapor I Putu Widyantara menuduh Ir. Sanjaya melakukan penyerobotan tanah. Kasus ini pun dilaporkan ke Polda Bali, walau akhirnya keluar surat perintah penghentian perkara (SP3) karena tak terbukti adanya penyerobotan.

 

 

Kala itu, Widyantara mengaku tanah itu diberikan oleh kakeknya bernama Kak Wanten. Padahal, kata Erwin, Ir Sanjaya menyebut asal mula tanah itu merupakan warisan dari kakeknya bernama I Made Wanten yang kemudian diwariskan kepada ayah terdakwa.

 

 

“Padahal, I Made Wanten dan Kak Wanten ini adalah dua orang yang berbeda. Antara pelapor dan klien saya tidak ada hubungan keluarga secara silsilah keluarga,” urainya.

 

 

I Putu Widyantara akhirnya merasa dirugikan dengan silsilah tersebut dan memilih melapor ke penegak hukum setelah beberapa kali melakukan mediasi. 

 

Sementara itu, terkait putusan bebas oleh Majelis Hakim tersebut, istri terdakwa Ny. Sanjaya mengaku lega atas putusan bebas sang suami.

 

“Kami sekeluarga menghaturkan terima kasih kepada Pak Erwin dan tim atas kerja keras dan perjuangannya. Mudah-mudahan semuanya dalam lindungan Tuhan,” tandasnya.

 

 

Sebelumnya diberitakan, majelis hakim PN Denpasar yang diketuai Noviarta dalam sidang Selasa (16/3) sore memutus Ir Sanjaya bebas dari dakwaan. Sanjaya didakwa kasus pasal 263 ayat (1) atau pasal 263 ayat (2) KUHP tentang pemalsuan surat.

 

Awalnya, Ir. Sanjaya dilaporkan ke Mapolda Bali oleh I Putu Widyantara atas dugaan penyerobotan. Namun dua kali laporan dibuat di Polda Bali, kasusnya berujung SP3. Pertimbangan Polda saat itu mengeluarkan SP3 karena Ir. Sanjaya berhasil menunjukan salinan surat silsilah keluarganya yang saat itu diminta oleh Polda Bali. 

 

Tak puas dengan hasil itu, Widyantara kembali membuat laporan ke Mapolresta Denpasar dengan tuduhan pemalsuan surat. Sebab, saat itu Ir Sanjaya menunjukkan salinan silsilah kepada penyidik Polda Bali. Salinan silsilah itu dianggap bentuk pemalsuan.

 

Sanjaya sempat ditahan selama kurang lebih satu bulan. Namun, mendapat penangguhan penahan. Dalam sidang di PN Denpasar, Sanjaya diputus bebas sebab, salinan itu bukan pemalsuan.

 

“Nah itulah yang jadi pertimbangan hakim. Artinya perbuatan menyalin itu ada, tetapi itu adalah perbuatan perdata. Dia menyalin dari yang asli untuk meyakinkan Polda Bali pada laporan pertama dan kedua yang di-SP3 itu. Akhirnya dilepas demi hukum,” beber Erwin Siregar.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/