BANGLI – Lantaran mengidap depresi, narapidana (napi) asal Rusia, Magnaeva Alexsandra, 41, yang mendekam di Rutan Kelas II B Bangli mendadak dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Provinsi (RSJP) Bali di Bangli Selasa lalu (14/5).
Hingga Kamis kemarin (16/5), napi yang tersandung kasus sabu-sabu seberat 993,52 gram itu masih menjalani perawatan.
Kepala Rutan Bangli I Made Suwendra menyatakan, napi Magenaeva Alexsandra merupakan kiriman dari di Lembaga Pemasyarkatan Perempuan (LPP) Kelas II A Kerobokan, Badung.
“Sebelumnya warga binaan tersebut ditahan di LPP Kerobokan, dilayarkan ke Rutan Bangli tanggal 11 April 2019,” ujar Suwendra.
Baru beberapa hari menjadi warga binaan di Rutan Bangli, perilaku dari napi yang divonis 16 tahun dengan denda sebesar Rp 10 miliar itu mendadak berubah.
Yang bersangkutan tidak mau makan dan tidak mau diajak berkomunikasi, baik itu dengan petugas maupun warga binaan lainya. Bahkan, dia tidak mau mandi.
Melihat perubahan perilaku napi itu, maka pihaknya berkoordinasi dengan dokter Rutan. Hasil diagnosa sementara, dikatakan jika napi itu mengalami depresi.
“Dari hasil diagnosa dan juga saran dari dokter, maka hari Selasa (14/5) yang bersangkutan kami larikan ke RSJ untuk menjalani perawatan,” terang Suwendra.
Selama menjalani perawatan, petugas kami secara bergiliran melakukan penjagaan. Dari pagi sampai sore, dijaga oleh petugas perempuan. Kemudian, malam hari, dijaga oleh petugas laki-laki.
“Kami juga sudah berkordinasi dengan Konsulat Rusia, terkait biaya selama menjalani perawatan di RSJ,” jelasnya.
Sementara itu, dr. Arya Santosa yang menangani Magnaeva Alexsandra di RSJ Bangli, menyatakan napi itu dirawat di ruang perawatan Intensive Phisikiatri Care Unit (IPCU), di bawah pengawalan dari petugas Rutan Bangli.
Kata dia, kondisi pasien udah mulai membaik, meski belum bisa diajak berkomunikasi namun pasien sudah menunjukan mulai ada interaksi.
“Pasien masih perlu diobservasi dan perlu proses agar kondisinya normal lagi,” jelasnya. Dari hasil diagnosa awal, pasien diduga mengalami depresi dan perlu asupan obat.
Tujuan supaya kondisi napi itu kembali normal. Pihaknya belum mengetahui, sampai kapan harus merawat napi tersebut. “Belum bisa saya jawab, yang jelas perlu proses,” tukasnya.