26.1 C
Jakarta
12 Desember 2024, 2:56 AM WIB

Modus Eks Ketua LPD Kekeran, Tilap Duit Nasabah, Bikin Kredit Fiktif

MANGUPURA – Kejari Badung harus mampu membuktikan dugaan korupsi di LPD Desa Adat Kekeran, Abiansemal, Badung, yang merugikan negara sebesar Rp 5,2 miliar.

Agenda pembuktian itu akan dimulai pada sidang hari ini di Pengadilan Tipikor Denpasar. Pada sidang dakwaan sebelumnya terdakwa I Wayan Suamba, 52, yang juga mantan Ketua LPD periode 1997 – 2017 tidak mengajukan eksepsi.

“Saat sidang dakwaan digelar daring atau online, besok (hari ini, Red) sidang pembuktian digelar tatap muka atau offline,” ujar Kasi Intel Kejari Badung, I Made Gde Bamaxs Wira Wibowo.

Majelis hakim diketuai Angeliky Handajani Day dengan anggota Sumali, dan Miftahul Halis. Sementara itu, JPU Riki Saputra dalam dakwaannya memasang empat dakwaan sekaligus.

Dijelaskan, pada 15 Maret 2017 bertempat di Desa Adat Kekeran, saat itu dilaksanakan paruman agung atas laporan pertanggungjawaban pengurus LPD periode 1 Januari 2016 – 31 Mei 2017.

Namun, masyarakat menolak laporan yang dibuat terdakwa Suamba bersama Ni Ketut Artani dan I Made Winda Widana (para terdakwa dalam penuntutan terpisah).

Masyarakat menolak lantaran laporan tersebut tidak ditandatangani seluruh pengurus LPD dan Ketua Badan Pengawas periode sebelumnya, yaitu Ida Bagus Made Widnyana.

Sementara bendesa adat yang baru, I Made Wardana meminta I Gusti Komang Pernawa Pandit membuat sistem komputerisasi terkait administrasi LPD.

Di luar dugaan, Pandit menemukan selisih atau ketimpangan antara neraca yang dibuat menggunakan aplikasi komputer dengan pencatatan neraca manual sebesar Rp 2,9 miliar.

Ketimpangan tersebut meliputi tabungan, kredit, deposito, dan kas bank. “Buku tabungan yang dipegang oleh nasabah berbeda jumlahnya dengan kartu primanota yang ada di LPD.

Nominal pada buku tabungan yang dipegang nasabah rata-rata lebih besar daripada kartu primanota LPD,” beber Riki.

Sementara pada kredit ditemukan pemberian kredit tidak sesuai prosedur, baik dari administrasi, jaminan, dan tandatangan.

Selain itu, adanya kredit fiktif, di mana ada nama nasabah yang tertera dalam daftar pinjaman di LPD, namun saat dilakukan pengecekan lapangan ternyata yang bersangkutan tidak pernah mengajukan kredit.

Wardana sebagai pengawas LPD yang baru melakukan pengecekan langsung kepada nasabah-nasabah LPD. Hasil pengecekan itu menemukan sejumlah fakta mengejutkan.

Di antaranya, pada laporan antara kas dan bank dengan kenyatan (cek fisik) ditemukan ketidaksesuaian dalam penjumlahan.

Setelah dilakukan pengecekan langsung kepada nasabah-nasabah, Pandit kembali mendapat temua terdapat selisih kas sebesar Rp 3,9 miliar.

“Selisih neraca terjadi karena laporan  neraca bulanan maupun rugi laba selalu dibuat seolah-olah seimbang oleh para terdakwa,” terang jaksa yang juga Kasi Pidsus Kejari Badung itu.

Ditegaskan Riki, secara administrasi posisi keuangan LPD Desa Adat Kekeran selalu dalam keadaan sehat.

Padahal, faktanya selama tahun 1997 – 2017, para terdakwa telah memakai setoran uang tabungan dan setoran deposito  milik nasabah,

mempergunakan  uang kas, menggunakan uang pembayaran angsuran kredit milik nasabah, dan mengajukan kredit fiktif untuk keperluan pribadinya.

Selenjutnya pengurus LPD diganti yang baru. Setelah serah terima pengurus pada 2 Juni 2017, kondisi Kas LPD tidak sesuai dengan neraca.

Terdapat selisih kas per-31 Mei 2017 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp 2,9 miliar.

Akibat pebuatan para terdakwa, LPD Desa Adat Kekeran mengalami kerugian sebesar Rp 5,2 miliar, sebagaimana laporan akuntan independen.

Rinciannya, selisih kas yang tidak dapat dipertanggungjawabkan Rp 2,9 miliar,     jumlah kredit yang tidak dapat dipertanggungjawabkan Rp 1,9 miliar,

jumlah tabungan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp 93 juta, jumlah deposito yang tidak dapat dipertanggungjawabkan Rp 310 juta.

JPU menilai perbuatan terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan primer.

Sementara dalam dakwaan subsider, terdakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama, atau dakwaan kedua terdakwa

diancam pidana Pasal 8 juncto Pasal 18 UU yang sama, atau dakwaan ketiga terdakwa diancam Pasal 18 UU yang sama.

MANGUPURA – Kejari Badung harus mampu membuktikan dugaan korupsi di LPD Desa Adat Kekeran, Abiansemal, Badung, yang merugikan negara sebesar Rp 5,2 miliar.

Agenda pembuktian itu akan dimulai pada sidang hari ini di Pengadilan Tipikor Denpasar. Pada sidang dakwaan sebelumnya terdakwa I Wayan Suamba, 52, yang juga mantan Ketua LPD periode 1997 – 2017 tidak mengajukan eksepsi.

“Saat sidang dakwaan digelar daring atau online, besok (hari ini, Red) sidang pembuktian digelar tatap muka atau offline,” ujar Kasi Intel Kejari Badung, I Made Gde Bamaxs Wira Wibowo.

Majelis hakim diketuai Angeliky Handajani Day dengan anggota Sumali, dan Miftahul Halis. Sementara itu, JPU Riki Saputra dalam dakwaannya memasang empat dakwaan sekaligus.

Dijelaskan, pada 15 Maret 2017 bertempat di Desa Adat Kekeran, saat itu dilaksanakan paruman agung atas laporan pertanggungjawaban pengurus LPD periode 1 Januari 2016 – 31 Mei 2017.

Namun, masyarakat menolak laporan yang dibuat terdakwa Suamba bersama Ni Ketut Artani dan I Made Winda Widana (para terdakwa dalam penuntutan terpisah).

Masyarakat menolak lantaran laporan tersebut tidak ditandatangani seluruh pengurus LPD dan Ketua Badan Pengawas periode sebelumnya, yaitu Ida Bagus Made Widnyana.

Sementara bendesa adat yang baru, I Made Wardana meminta I Gusti Komang Pernawa Pandit membuat sistem komputerisasi terkait administrasi LPD.

Di luar dugaan, Pandit menemukan selisih atau ketimpangan antara neraca yang dibuat menggunakan aplikasi komputer dengan pencatatan neraca manual sebesar Rp 2,9 miliar.

Ketimpangan tersebut meliputi tabungan, kredit, deposito, dan kas bank. “Buku tabungan yang dipegang oleh nasabah berbeda jumlahnya dengan kartu primanota yang ada di LPD.

Nominal pada buku tabungan yang dipegang nasabah rata-rata lebih besar daripada kartu primanota LPD,” beber Riki.

Sementara pada kredit ditemukan pemberian kredit tidak sesuai prosedur, baik dari administrasi, jaminan, dan tandatangan.

Selain itu, adanya kredit fiktif, di mana ada nama nasabah yang tertera dalam daftar pinjaman di LPD, namun saat dilakukan pengecekan lapangan ternyata yang bersangkutan tidak pernah mengajukan kredit.

Wardana sebagai pengawas LPD yang baru melakukan pengecekan langsung kepada nasabah-nasabah LPD. Hasil pengecekan itu menemukan sejumlah fakta mengejutkan.

Di antaranya, pada laporan antara kas dan bank dengan kenyatan (cek fisik) ditemukan ketidaksesuaian dalam penjumlahan.

Setelah dilakukan pengecekan langsung kepada nasabah-nasabah, Pandit kembali mendapat temua terdapat selisih kas sebesar Rp 3,9 miliar.

“Selisih neraca terjadi karena laporan  neraca bulanan maupun rugi laba selalu dibuat seolah-olah seimbang oleh para terdakwa,” terang jaksa yang juga Kasi Pidsus Kejari Badung itu.

Ditegaskan Riki, secara administrasi posisi keuangan LPD Desa Adat Kekeran selalu dalam keadaan sehat.

Padahal, faktanya selama tahun 1997 – 2017, para terdakwa telah memakai setoran uang tabungan dan setoran deposito  milik nasabah,

mempergunakan  uang kas, menggunakan uang pembayaran angsuran kredit milik nasabah, dan mengajukan kredit fiktif untuk keperluan pribadinya.

Selenjutnya pengurus LPD diganti yang baru. Setelah serah terima pengurus pada 2 Juni 2017, kondisi Kas LPD tidak sesuai dengan neraca.

Terdapat selisih kas per-31 Mei 2017 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp 2,9 miliar.

Akibat pebuatan para terdakwa, LPD Desa Adat Kekeran mengalami kerugian sebesar Rp 5,2 miliar, sebagaimana laporan akuntan independen.

Rinciannya, selisih kas yang tidak dapat dipertanggungjawabkan Rp 2,9 miliar,     jumlah kredit yang tidak dapat dipertanggungjawabkan Rp 1,9 miliar,

jumlah tabungan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp 93 juta, jumlah deposito yang tidak dapat dipertanggungjawabkan Rp 310 juta.

JPU menilai perbuatan terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan primer.

Sementara dalam dakwaan subsider, terdakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama, atau dakwaan kedua terdakwa

diancam pidana Pasal 8 juncto Pasal 18 UU yang sama, atau dakwaan ketiga terdakwa diancam Pasal 18 UU yang sama.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/