DENPASAR – Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Juru Tengah, Purworejo, Jawa Tengah dan Sunda Empire yang dipimpin Grand Prime Minister telah membuka mata masyarakat bahwa kasus kerajaan-kerajaan fiktif memang nyata adanya.
Tak main-main, Raja Keraton Agung Sejagat Toto Santoso dan Sang Ratu, Fanni Aminadia resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Tengah atas kasus penipuan dan penyebaran berita bohong yang memicu keonaran.
Menariknya, kasus serupa di Pulau Dewata Bali nyaris tak tersentuh. Merespons hal tersebut, Pinisepuh Perguruan Sandi Murti Indonesia, I Gusti Ngurah Harta tak tinggal diam.
Tokoh yang melaporkan Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI), Munarman atas kasus penghinaan dan fitnah terhadap pecalang Bali itu meminta Polda Bali mulai menelusuri dan menyelidiki adanya kerajaan fiktif di Bali.
“Di Bali ada imajinasi kekuasaan dalam kerajaan fiktif yang sampai hari ini belum tersentuh hukum. Ini sangat meresahkan masyarakat Bali.
Sebab ini adalah sebuah penipuan yang sebenarnya. Seseorang itu selalu menghayalkan diri sebagai raja, yaitu Raja Majapahit,” tulis Ngurah Harta di laman facebook pribadi miliknya, Sabtu (18/1).
Menurut Ngurah Harta, bentuk penipuan dengan ilusi kerajaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tersebut telah banyak memakan korban.
Aksi penipuan tersebut berjalan mulus dengan bungkusan adat istiadat dan agama. Kalau ini tidak segera diproses pihak kepolisian, Ngurah Harta menilai tatanan tradisional yang terbina dengan baik di Bali akan rusak.
Sebab generasi milenial yang kurang memahami sejarah dengan baik dan benar akan merasa terwakili dan terlindungi keminoritasannya sebagai warga Bali dan pemeluk Hindu yang minoritas di NKRI
“Kalau saja Bapak Kapolda Bali mau melakukan aksi penangkapan atau pemeriksaan terhadap orang-orang yang terlibat di dalamnya, saya yakin sekali akan banyak yang siap jadi saksi
dan memberikan keterangan. Kita ingin mengedukasi generasi muda Bali agar menjadi generasi muda yang cerdas dan tidak gampang percaya
dengan imajinasi dan ramalan-ramalan yang membuat generasi kita menjadi generasi imajiner yang merusak mental mereka,”ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, banyak hal ganjil yang terjadi dalam pusaran “Raja Majapahit Provinsi Bali”. Antara lain beasiswa yang konon bernilai miliaran rupiah namun di sisi lain terjadi penelantaran mahasiswa yang dapat beasiswa.
Beasiswa ini, terang Ngurah Harta, merupakan sebuah kedok untuk memuluskan misi sang oknum sebagai seorang Raja Majapahit.
“Silahkan Pak Kapolda investigasi ke lembaganya, (termasuk) pelecehan terhadap simbol-simbol agama yang di Bali disebut Sulinggih.
Karena ini berbahaya bagi generasi muda Bali yang beragama Hindu. Di Jawa Tengah, polisi telah menangkap raja Keraton Agung Sejagat Purworejo Jawa Tengah dan Klaten
sekarang muncul kerajaan Majapahit versi Jawa Barat yaitu Sunda Empire dan juga sudah ditangkap oleh Polda Jawa Barat, Polda Bali kapan bereaksi?” tanyanya.