28 C
Jakarta
22 September 2024, 2:08 AM WIB

Korban Penyiraman Air Panas di Gianyar Dapat Tawaran Lanjutkan Kuliah

DENPASAR – Masih ingat kasus penyiraman air panas dan penganiayaan pada  dua orang pembantu rumah tangga di Gianyar pada Mei 2019 silam?

Kasus itu kini sudah bergulir di PN Gianyar. Saat ini dua orang korban, Eka Febriyanti dan Santi Yuni Astuti, berada di rumah aman dengan difasilitasi oleh Lembaga Perlindungan Korban Saksi (LPSK).

Perkembangan terbaru, dua korban itu mendapat tawaran untuk melanjutkan kuliah dari pengacara senior Nyoman Sudiantara.

“Sejak awal saya terharu mendengar kisah mereka tapi baru bisa komunikasi sekarang melalui LPSK,” kata Sudiantara kemarin.

Selasa (17/9) lalu, tokoh yang akrab disapa Ponglik ini sempat bertemu keduanya untuk mengomunikasikan maksudnya tersebut.

“Alasannya, semata-mata karena kemanusiaan, juga agar jangan sampai ada pemikiran bahwa seperti itu sikap orang Bali terhadap orang luar,” sebutnya.

“Dengan menawarkan kebaikan atau hal positif dengan ikhlas dan tanpa pamrih, itulah sejujurnya bekal yang kita bawa nanti saat pergi dari dunia fana,” imbuhnya.

Dijelaskannya, tawaran untuk menjalani kuliah itu bersifat terbuka dimana keduanya juga boleh memilih untuk bekerja sesuai dengan ketrampilannya.

Yang paling penting, kata dia, keduanya bisa melepaskan diri dari trauma dan rasa takut dari ancaman-ancaman yang sempat diterima sebelumnya.

Menanggapi tawaran itu, Eka menyatakan sangat berterima kasih. “Ini sungguh tidak kami duga sebelumnya,” katanya.

Dia dan adik tirinya Yuni menyebut, masih ingin kuliah dan kalau bisa sambil bekerja. Tapi, meminta waktu untuk meminta ijin kepada orang tua terlebih dahulu.

Sementara itu pihak LPSK yang diwakili petugas biro Pemenuhan Hak Saksi dan Korban, Paskalis Prasetya menyebut, adanya tawaran semacam itu merupakan hal yang sangat diharapkan lembaganya.

“Sebab ini bagian dari tanggungjawab masyarakat yang juga diatur dalam UU untuk memenuhi hak rehabilitasi dari korban,” ujarnya.

Selama ini, hak tersebut diupayakan LPSK untuk dipenuhi oleh pemerintah melalui instansi yang terkait. Tetapi umumnya prosesnya menjadi lebih rumit karena adanya prosedur adminstrasi dan birokrasi.

Bila bantuan itu bisa terwujud, menurutnya, juga adalah yang pertama terjadi di Indonesia dan bisa menjadi model untuk dikembangkan dalam berbagai kasus.

DENPASAR – Masih ingat kasus penyiraman air panas dan penganiayaan pada  dua orang pembantu rumah tangga di Gianyar pada Mei 2019 silam?

Kasus itu kini sudah bergulir di PN Gianyar. Saat ini dua orang korban, Eka Febriyanti dan Santi Yuni Astuti, berada di rumah aman dengan difasilitasi oleh Lembaga Perlindungan Korban Saksi (LPSK).

Perkembangan terbaru, dua korban itu mendapat tawaran untuk melanjutkan kuliah dari pengacara senior Nyoman Sudiantara.

“Sejak awal saya terharu mendengar kisah mereka tapi baru bisa komunikasi sekarang melalui LPSK,” kata Sudiantara kemarin.

Selasa (17/9) lalu, tokoh yang akrab disapa Ponglik ini sempat bertemu keduanya untuk mengomunikasikan maksudnya tersebut.

“Alasannya, semata-mata karena kemanusiaan, juga agar jangan sampai ada pemikiran bahwa seperti itu sikap orang Bali terhadap orang luar,” sebutnya.

“Dengan menawarkan kebaikan atau hal positif dengan ikhlas dan tanpa pamrih, itulah sejujurnya bekal yang kita bawa nanti saat pergi dari dunia fana,” imbuhnya.

Dijelaskannya, tawaran untuk menjalani kuliah itu bersifat terbuka dimana keduanya juga boleh memilih untuk bekerja sesuai dengan ketrampilannya.

Yang paling penting, kata dia, keduanya bisa melepaskan diri dari trauma dan rasa takut dari ancaman-ancaman yang sempat diterima sebelumnya.

Menanggapi tawaran itu, Eka menyatakan sangat berterima kasih. “Ini sungguh tidak kami duga sebelumnya,” katanya.

Dia dan adik tirinya Yuni menyebut, masih ingin kuliah dan kalau bisa sambil bekerja. Tapi, meminta waktu untuk meminta ijin kepada orang tua terlebih dahulu.

Sementara itu pihak LPSK yang diwakili petugas biro Pemenuhan Hak Saksi dan Korban, Paskalis Prasetya menyebut, adanya tawaran semacam itu merupakan hal yang sangat diharapkan lembaganya.

“Sebab ini bagian dari tanggungjawab masyarakat yang juga diatur dalam UU untuk memenuhi hak rehabilitasi dari korban,” ujarnya.

Selama ini, hak tersebut diupayakan LPSK untuk dipenuhi oleh pemerintah melalui instansi yang terkait. Tetapi umumnya prosesnya menjadi lebih rumit karena adanya prosedur adminstrasi dan birokrasi.

Bila bantuan itu bisa terwujud, menurutnya, juga adalah yang pertama terjadi di Indonesia dan bisa menjadi model untuk dikembangkan dalam berbagai kasus.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/