31.2 C
Jakarta
27 April 2024, 12:40 PM WIB

Aneh! Dhamantra Datangi Kejati, Desak Penangguhan Penahanan Yonda Cs

RadarBali.com – Desakan penangguhan penahanan terhadap I Made Wijaya alias Yonda dan lima prajuru Desa Tanjung Benoa,  I Made Mentra (koordinaotr Panureksa Adat) I Made Dwi Widnyana,

I Made Suartha, I Made Marna dan I Ketut Sukada atas kasus dugaan perluasan daratan tanpa izin dan perusakan kawasan konservasi hutan taman raya (Tahura)  di Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung berlanjut. 

Setelah sebelumnya desakan agar penangguhan penahanan Yonda Cs oleh kuasa hukum, keluarga, dan para tokoh Tanjung Benoa di kepolisian (Polda Bali)  buntu alias ditolak, terbaru desakan yang sama pasca pelinpahan tahap II kembali dilakukan. 

Desakan kali ini datang dari politisi PDI Perjuangan yang juga Anggota Komisi VI DPR RI, Nyoman Dhamantra.

Dhamantra yang sebelumnya sempat mendatangi Polda Bali untuk meminta penangguhan penahanan Yonda Cs, Selasa (17/10) kemarin kembali mendatangi kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali dengan tujuan yang sama. 

Dhamantra yang dikonfirmasi di Kejati Bali, menjelaskan alasan permohonan penangguhan penahanan Yonda Cs dikarenakan aspirasi warga Tanjung Benoa yang datang kepadanya.

Itu melihat, dengan tuduhan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Yonda dan lima petugas adat Tanjung Benoa. 

Menurutnya, warga Tanjung Benoa menilai, bendesanya tidak melakukan kesalahan atas pemungutan dan tuduhan pelanggaran reklamasi.

“Warga Tanjung Benoa dalam aspirasinya menilai bahwa apa yang dilakukan oleh bendesanya sesuai dengan paruman adat (rapat tertinggi aspirasi krama adat).

Sehingga Bendesa dan lima orang anggota atau prajuru adat hanya sebagai pelaksana atas keputusan Paruman,” ujar Dhamantra, usai bertemu dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali.

Terkait kasus yang menjerat Yonda Cs, Dhamantra menilai  pertama harus diketahui ialah mekanisme dalam lembaga adat Bali.

 “Ini ketika berbicara soal pungutan liar, bendesa dan prajuru atau pengurus desa hanya sebagai pelaksana atas putusan Paruman Adat.

Artinya, tidaklah tepat ketika bendesa dan prajuru yang hanya sebagai pelaksana kemudian dituduh melakukan pelanggaran, “paparnya.

Menurutnya, posisi prajuru bersikap dan melakukan tugasnya atas dasar Awig-awig atau perarem (peraturan desa adat Bali).

“Jadi tidak bisa kemudian dipersangkakan. Belum bisa dibuktikan bahwa uang desa itu untuk kepentingan Pribadi Yonda selaku Bendesa Adat atau untuk prajuru atau pengurusnya,” tegasnya.

Terkait dengan tuduhan reklamasi yang dilakukan oleh Bendesa Adat, pada dasarnya, yang dilakukan pemotongan pohon Mangrove adalah untuk kelestarian Pura Gading dari abrasi.

Pendek kata, kata dia, itu terlebih hanya kesalahan administratif, atau kelengkapan perijinan. “Bukan menjadi kesalahan pidana seperti yang diproses saat ini, “tambah Dhamantra lagi.

“Maka di sini, saya selaku wakil rakyat dimohonkan penangguhannya. Karena apa yang dilakukan merupakan kegiatan yang dilaksanakan. Dan silahkan saja dilihat di pengadilan bagaimana hasilnya.

Dan informasi ini oleh Kajati akan diteruskan kepada timnya untuk penangguhan Yonda yang kini ditahan di Kerobokan,” bebernya.

Lalu bagaimana jika kemudian atas desakan penangguhan penahanan terhadap Yonda Cs tidak dikabulkan?

Menurut Dhamantra, jika permohonan itu tidak dikabulkan, kata dia,  tindakan polisi dan kejaksaan sama saja telah mengadili lembaga adat.

“Dan, ini preseden buruk bagi kejaksaan. Alasan mengadili lembaga adat karena itu dilakukan terhadap Yonda, dimana Yonda melakukan tindakannya berdasarkan paruman adat, “pungkasnya

RadarBali.com – Desakan penangguhan penahanan terhadap I Made Wijaya alias Yonda dan lima prajuru Desa Tanjung Benoa,  I Made Mentra (koordinaotr Panureksa Adat) I Made Dwi Widnyana,

I Made Suartha, I Made Marna dan I Ketut Sukada atas kasus dugaan perluasan daratan tanpa izin dan perusakan kawasan konservasi hutan taman raya (Tahura)  di Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung berlanjut. 

Setelah sebelumnya desakan agar penangguhan penahanan Yonda Cs oleh kuasa hukum, keluarga, dan para tokoh Tanjung Benoa di kepolisian (Polda Bali)  buntu alias ditolak, terbaru desakan yang sama pasca pelinpahan tahap II kembali dilakukan. 

Desakan kali ini datang dari politisi PDI Perjuangan yang juga Anggota Komisi VI DPR RI, Nyoman Dhamantra.

Dhamantra yang sebelumnya sempat mendatangi Polda Bali untuk meminta penangguhan penahanan Yonda Cs, Selasa (17/10) kemarin kembali mendatangi kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali dengan tujuan yang sama. 

Dhamantra yang dikonfirmasi di Kejati Bali, menjelaskan alasan permohonan penangguhan penahanan Yonda Cs dikarenakan aspirasi warga Tanjung Benoa yang datang kepadanya.

Itu melihat, dengan tuduhan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Yonda dan lima petugas adat Tanjung Benoa. 

Menurutnya, warga Tanjung Benoa menilai, bendesanya tidak melakukan kesalahan atas pemungutan dan tuduhan pelanggaran reklamasi.

“Warga Tanjung Benoa dalam aspirasinya menilai bahwa apa yang dilakukan oleh bendesanya sesuai dengan paruman adat (rapat tertinggi aspirasi krama adat).

Sehingga Bendesa dan lima orang anggota atau prajuru adat hanya sebagai pelaksana atas keputusan Paruman,” ujar Dhamantra, usai bertemu dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali.

Terkait kasus yang menjerat Yonda Cs, Dhamantra menilai  pertama harus diketahui ialah mekanisme dalam lembaga adat Bali.

 “Ini ketika berbicara soal pungutan liar, bendesa dan prajuru atau pengurus desa hanya sebagai pelaksana atas putusan Paruman Adat.

Artinya, tidaklah tepat ketika bendesa dan prajuru yang hanya sebagai pelaksana kemudian dituduh melakukan pelanggaran, “paparnya.

Menurutnya, posisi prajuru bersikap dan melakukan tugasnya atas dasar Awig-awig atau perarem (peraturan desa adat Bali).

“Jadi tidak bisa kemudian dipersangkakan. Belum bisa dibuktikan bahwa uang desa itu untuk kepentingan Pribadi Yonda selaku Bendesa Adat atau untuk prajuru atau pengurusnya,” tegasnya.

Terkait dengan tuduhan reklamasi yang dilakukan oleh Bendesa Adat, pada dasarnya, yang dilakukan pemotongan pohon Mangrove adalah untuk kelestarian Pura Gading dari abrasi.

Pendek kata, kata dia, itu terlebih hanya kesalahan administratif, atau kelengkapan perijinan. “Bukan menjadi kesalahan pidana seperti yang diproses saat ini, “tambah Dhamantra lagi.

“Maka di sini, saya selaku wakil rakyat dimohonkan penangguhannya. Karena apa yang dilakukan merupakan kegiatan yang dilaksanakan. Dan silahkan saja dilihat di pengadilan bagaimana hasilnya.

Dan informasi ini oleh Kajati akan diteruskan kepada timnya untuk penangguhan Yonda yang kini ditahan di Kerobokan,” bebernya.

Lalu bagaimana jika kemudian atas desakan penangguhan penahanan terhadap Yonda Cs tidak dikabulkan?

Menurut Dhamantra, jika permohonan itu tidak dikabulkan, kata dia,  tindakan polisi dan kejaksaan sama saja telah mengadili lembaga adat.

“Dan, ini preseden buruk bagi kejaksaan. Alasan mengadili lembaga adat karena itu dilakukan terhadap Yonda, dimana Yonda melakukan tindakannya berdasarkan paruman adat, “pungkasnya

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/