DENPASAR – Malang benar nasih ibu muda berinisial RR, 24. Anaknya di ambil dan dirinya dilarang bertemu. Ia lalu mengadu ke Polda Bali.
Sembari berurai air mata ia berharap bayi kandungnya yang diambil paksa oleh seseorang agar segera dikembalikan.
Kepada Jawa Pos Radar Bali, RR mengaku sangat berharap anaknya kembali ka pengkuannya. Sebab, ia ingin menyusui dan merawat anak dengan baik.
Diurainya, pada usia yang masih muda, RR harus bertubi-tubi menjalani cobaan hidup. Ia hamil di luar nikah, sementara pacarnya tak mau bertanggungjawab dan memilih kabur.
Di tengah kebingungan biaya persalinan, korban berkenalan dengan sopir taksi online berinisial ES, 40, dan menceritakan kondisi yang dialaminya.
Oleh ES, korban lalu diajak ke rumah IMS di Taman Griya, Nusa Dua, Badung. Di sana IML berkata jika bayi yang dilahirkan korban berkelamin laki-laki maka ia mau membantu persalinan sekaligus merawat anak korban secara bersama-sama.
RR akhirnya melahirkan bayi laki-laki dengan berat 2.200 gram pada 31 Agustus 2020 di rumah seorang bidan bersalin berinisial NKSA, 35, di daerah Nusa Dua, Kuta Selatan, Badung.
Masih di rumah bidan setelah melahirkan, tiba-tiba RR disodori surat pernyataan agar bayinya diserahkan kepada seseorang berinisial IML beralamat tinggal di Taman Griya, Nusa Dua.
Sejak saat itu RR tidak pernah sempat menyusui anaknya karena sudah dilarang oleh bidan dan langsung dipisahkan.
“Bahkan dalam surat kenal lahir si bayi tidak mencantumkan nama ibu kandungnya (RR) tetapi yang dicantumkan nama istrinya IML,
dan nama bapaknya IML sendiri,” ucapnya dengan didampingi kuasa hukumnya Siti Sapurah, Selasa kemarin.
Menurut Ipung – sapaan Siti Sapurah, setelah dua bulan wanita malang ini tidak pernah diizinkan bertemu bahkan menyusui bayinya,
RR lalu melapor ke Polda Bali pada tanggal 7 Oktober 2020 dan diterima tanggal 12 Oktober 2020 dengan nomor Dumas/407/X/2020/Ditreskrimum.
Perbuatan pelaku diduga melanggar 263 KUHP ancaman pidana 6 tahun atau Pasal 264 KUHP ancaman hukuman 7 tahun penjara.
Tindakan polisi atas dumas tersebut adalah pada Senin 2 November 2020, RR dengan sopir ojek online dan IML (teradu) dipanggil untuk mediasi.
“Anehnya kata Ipung, pada saat mediasi RR merasa ditekan oleh penyidik agar menyerahkan anaknya kepada IML dengan alasan bahwa IML sudah sangat baik dan RR sudah menandatangi surat pernyataan di atas materai,” katanya.
Sambung Ipung, seharusnya polisi mengambil anak itu dan mengembalikan kepada ibunya. Hal ini mengacu pada Undang-undang Kesehatan Nomor. 36 Tahun 2009 Pasal 128.
Yang mana dalam pasal tersebut anak berumur 0 sampai 6 bulan berhak mendapatkan ASI dari ibunya dan barang siapa yang menghalangi diancam pidana 1 tahun penjara dan denda Rp.100 juta.
Dan ini juga dikuatkan dengan Peraturan Kementerian PPPA Nomor. 3 Tahun 2010. Kasus ini juga melanggar Pasal 330 KUHP ancaman pidananya 9 tahun merebut anak dari orang yang mempunyai hak atas dirinya.
Seharusnya penyidik polisi yang menangani kasus ini juga memeriksa bidan yang membantu persalinan RR, karena di sana ada pemalsuan dokumen.
“Selain itu memasukkan keterangan palsu dalam dokumen tersebut surat kenal lahir si bayi,” tegas Ipung.