SINGARAJA – Polisi menyatakan masih belum menemukan cukup bukti, terkait dugaan perusakan pelinggih penunggun karang, yang diduga dilakukan oleh Lars Christensen, 52, WNA asal Denmark.
Polisi kini masih berusaha mengumpulkan bukti-bukti, serta fakta lain terkait hal tersebut. Perusakan pelinggih yang diduga dilakukan Lars Christensen mendapat komentar anggota Komisi I DPD RI Arya Wedakarna alias AWK.
Arya Wedakarna menyatakan dirinya mendukung langkah-langkah hukum yang ditempuh, untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Wedakarna juga menilai hal itu sudah memenuhi unsur-unsur pelecehan simbol agama. Pelecehan yang dimaksud adalah perobohan dengan menggunakan kaki.
“Itu sangat tidak patut. Dalam Hindu itu kan ada proses pralina, ada tata-titi yang baik. Apalagi itu linggih dari batara.
Secara kepatutan itu sangat melukai. Kalau ingin diperbaiki, harus dengan cara yang baik, pralina dengan baik. Ini akan kami sampaikan pada kepolisian,” katanya.
Wedakarna juga meminta polisi tak gegabah menangani kasus ini. “Jangan tergesa-gesa memutuskan ini tidak masuk ranah pidana.
Kami tidak mungkin mengintervensi hukum, karena ini sudah bergulir di kepolisian. Tapi kami minta agar ditangani sesuai prosedural,” tukasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, seorang WNA bernama Lars Christensen, 52, asal Denmark, diduga melakukan perusakan pelinggih di rumah milik Luh Sukerasih, yang terletak di Desa Kalibukbuk, pada Selasa (15/10) lalu.
Sukerasih mengklaim ada dua pelinggih yang dirusak, masing-masing pelinggih ganesha, dan pelinggih penunggun karang.
Luh Sukerasih melalui kuasa hukumnya Nengah Sukardika juga sempat menyayangkan upaya LC yang tiba-tiba memperbaiki pelinggih tersebut.
Mengingat pelinggih itu baru saja diupacarai pada rahina purnama kapat, Minggu (13/10) lalu.
“Kita di Bali kan nggak bisa seperti itu. Pelinggih sampai dirusak, apalagi pakai kaki seperti itu, ada prosesinya. Mulai guru piduka, mecaru, ngulapin, banyak lagi rangkaiannya,” kata Sukardika.