27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 0:09 AM WIB

Korupsi Dana KUR

Uang Dipakai Dugem, Diduga Ada Aktor Intelektual

DENPASAR– Sebelum mengajukan tuntutan, jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Denpasar terus menggali data dan fakta dugaan korupsi dana KUR salah satu bank BUMN di Kota Denpasar. JPU meminta dua saksi ahli sekaligus memeriksa terdakwa di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis kemarin (19/5).

 

Pengakuan menarik disampaikan terdakwa Riza Kerta Yudha. Dalam keterangannya, dari kerugian Rp 3,1 miliar, terdakwa mengaku hanya menikmati sekitar Rp 122 juta.

 

Ketika ditanya JPU uang itu dipakai apa saja, terdakwa mengaku untuk kepentingan pribadi. “Saya pakai makan. Pernah sekali ke tempat hiburan malam,” ungkap terdakwa di depan majelis hakim yang diketuai Putu Gde Novyartha.

 

Lalu, ke mana sisa uang lainnya? Terdakwa menyebut sejumlah nama yang menerima aliran dana. Ada nama Sukeni menerima Rp 2,7 miliar, Udin sebesar Rp 19 juta, dan Yudi sebesar Rp 52 juta.

 

Terkait Sukeni terdakwa mengaku hanya bertemu sekali di Jalan Teuku Umar Barat, Denpasar. Kini Sukeni masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) alias buron.

 

Terdakwa juga mengklaim pencairan dana KUR sudah sesuai prosedur. Yakni survei ke lapangan, memasukkan data, berlanjut ke customer service (CS), hingga dana ditransfer ke rekening debitur.

 

Soal KTP fiktif, dari 148 debitur hanya satu KTP yang asli, itupun orangnya sudah meninggal, terdakwa mengaku KTP cocok saat diajukan ke kantornya. Buktinya bisa cair saat dibawa ke bagian CS hingga terjadi pencairan pada debitur.

 

Sementara itu, dua saksi ahli yang dihadirkan JPU adalah Made Gde Subha Karma Resen (ahli keuangan negara), dan Murtapa (ketua tim audit dari BPKP Bali).

 

Dalam kesaksiannya, dosen Universitas Udayana (Unud) itu menyatakan perbuatan yang dilakukan terdakwa Riza Kerta Yudha terbukti menyebabkan kerugian negara.

 

“KUR merupakan kebijakan negara yang disalurkan melalui bank. KUR adalah keuangan negara yang dikelola bank, sehingga tindakan (terdakwa) menyebabkan kerugian negara,” jelas Subha.

 

 

Subha melanjutkan, setiap tindakan sengaja ataupun lalai yang menimbulkan kerugian negara, maka itu sudah sebagai pelanggaran.

 

Pun terkait komisi, menurut Subha, menerima komisi dalam konteks fraud (kecurangan) tidak benarkan. Komisi bisa diberikan asal sesuai regulasi atau aturan.

 

Terjadinya penyalahgunaan dana KUR menurut Subha juga tak lepas dari peran pengawasan suatu instansi. “Bicara fraud, maka harus dicari aktor intelektual siapa (dalang) dan pendistribusian dana ke mana saja,” bebernya.

 

Pernyataan tidak jauh beda diungkapkan saksi ahli Murtapa, saksi ahli dari BPKP Perwakilan Provinsi Bali. Murtapa mengatakan, pihaknya melakukan audit atas permintaan Polresta Denpasar.

 

Audit dilakukan selama Mei – Oktober 2021. Murtapa dan timnya diminta mengaudit dugaan korupsi dana KUR tahun 2016 – 2018, di mana ada 148 kredit yang diinisiasi terdakwa.

 

Dari 148 kredit fiktif, sebanyak 147 KTP dipastikan tidak valid lantaran tidak tercatat di Disdukcapil. Sedangkan satu orang meninggal dunia.

 

“Teorinya fraud itu tidak bisa dilakukan sendiri, pasti dibantu orang lain atau calo. Bisa juga ada kelalaian internal di pihak bank. Tapi, kalau pengakuan terdakwa dibantu calo,” jelasnya.  Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda tuntutan dari JPU. (san)

 

 

 

DENPASAR– Sebelum mengajukan tuntutan, jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Denpasar terus menggali data dan fakta dugaan korupsi dana KUR salah satu bank BUMN di Kota Denpasar. JPU meminta dua saksi ahli sekaligus memeriksa terdakwa di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis kemarin (19/5).

 

Pengakuan menarik disampaikan terdakwa Riza Kerta Yudha. Dalam keterangannya, dari kerugian Rp 3,1 miliar, terdakwa mengaku hanya menikmati sekitar Rp 122 juta.

 

Ketika ditanya JPU uang itu dipakai apa saja, terdakwa mengaku untuk kepentingan pribadi. “Saya pakai makan. Pernah sekali ke tempat hiburan malam,” ungkap terdakwa di depan majelis hakim yang diketuai Putu Gde Novyartha.

 

Lalu, ke mana sisa uang lainnya? Terdakwa menyebut sejumlah nama yang menerima aliran dana. Ada nama Sukeni menerima Rp 2,7 miliar, Udin sebesar Rp 19 juta, dan Yudi sebesar Rp 52 juta.

 

Terkait Sukeni terdakwa mengaku hanya bertemu sekali di Jalan Teuku Umar Barat, Denpasar. Kini Sukeni masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) alias buron.

 

Terdakwa juga mengklaim pencairan dana KUR sudah sesuai prosedur. Yakni survei ke lapangan, memasukkan data, berlanjut ke customer service (CS), hingga dana ditransfer ke rekening debitur.

 

Soal KTP fiktif, dari 148 debitur hanya satu KTP yang asli, itupun orangnya sudah meninggal, terdakwa mengaku KTP cocok saat diajukan ke kantornya. Buktinya bisa cair saat dibawa ke bagian CS hingga terjadi pencairan pada debitur.

 

Sementara itu, dua saksi ahli yang dihadirkan JPU adalah Made Gde Subha Karma Resen (ahli keuangan negara), dan Murtapa (ketua tim audit dari BPKP Bali).

 

Dalam kesaksiannya, dosen Universitas Udayana (Unud) itu menyatakan perbuatan yang dilakukan terdakwa Riza Kerta Yudha terbukti menyebabkan kerugian negara.

 

“KUR merupakan kebijakan negara yang disalurkan melalui bank. KUR adalah keuangan negara yang dikelola bank, sehingga tindakan (terdakwa) menyebabkan kerugian negara,” jelas Subha.

 

 

Subha melanjutkan, setiap tindakan sengaja ataupun lalai yang menimbulkan kerugian negara, maka itu sudah sebagai pelanggaran.

 

Pun terkait komisi, menurut Subha, menerima komisi dalam konteks fraud (kecurangan) tidak benarkan. Komisi bisa diberikan asal sesuai regulasi atau aturan.

 

Terjadinya penyalahgunaan dana KUR menurut Subha juga tak lepas dari peran pengawasan suatu instansi. “Bicara fraud, maka harus dicari aktor intelektual siapa (dalang) dan pendistribusian dana ke mana saja,” bebernya.

 

Pernyataan tidak jauh beda diungkapkan saksi ahli Murtapa, saksi ahli dari BPKP Perwakilan Provinsi Bali. Murtapa mengatakan, pihaknya melakukan audit atas permintaan Polresta Denpasar.

 

Audit dilakukan selama Mei – Oktober 2021. Murtapa dan timnya diminta mengaudit dugaan korupsi dana KUR tahun 2016 – 2018, di mana ada 148 kredit yang diinisiasi terdakwa.

 

Dari 148 kredit fiktif, sebanyak 147 KTP dipastikan tidak valid lantaran tidak tercatat di Disdukcapil. Sedangkan satu orang meninggal dunia.

 

“Teorinya fraud itu tidak bisa dilakukan sendiri, pasti dibantu orang lain atau calo. Bisa juga ada kelalaian internal di pihak bank. Tapi, kalau pengakuan terdakwa dibantu calo,” jelasnya.  Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda tuntutan dari JPU. (san)

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/