Warning: Undefined variable $reporternya in /var/www/devwpradar/wp-content/themes/Newspaper/functions.php on line 229
28 C
Jakarta
22 Juli 2024, 1:07 AM WIB

Kasus Pengrusakan Penjor Galungan di Gianyar

Forkopimda Diminta Selesaikan Kasus Perusakan Penjor di Taro Kelod

GIANYAR- Permasalahan adat yang berujung perusaka penjor galungan mendapat tanggapan dari tokoh masyarakat Gianyar. Bupati Gianyar Made Mahayastra diminta turun menyelesaikan konflik adat supaya tidak berlarut-larut.

 

“Secepatnya Pemkab Gianyar memediasi, bila perlu memanggil kedua pihak. Di Pemda ada perangkat, forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) itu harus dilibatkan,” ujar Ketua Garda Pejuang Penggerak Aspirasi Rakyat (Gappar) Gianyar, Ngakan Made Rai, Senin (20/6).

 

Ngakan mengataan Forkopimda terlibat karena punya power untuk menengahi permasalahan itu. “Karena semua pihak terkait dengan masalah ini. Sesegera mungkin mempertemukan. Kalau berlarut, kasihan pak Warka. Karena akan mendapatkan hukuman sosial. Keluarganya trauma,” ujarnya.

 

Ngakan Rai meminta Bupati menyisihkan waktu untuk menyelesaikan permasalahan ini demi keamanan Gianyar. “Di sana ada masalah hukum dan keagamaan. Ini harus dipertemukan langsung,” pintanya.

 

Ngakan Rai menyarankan agar kedua pihak baik desa adat dan Ketut Warka menurunkan ego. “Saya sarankan, untuk sama-sama turunkan ego masing-masing. Bagaimana sesama warga Gianyar, satu kepercayaan, sebaiknya jangan sampai terlalu parah. Hindari penyelesaian hukum, kalau bisa jalan damai,” ungkapnya.

 

Lebih lanjut dikatakan, apabila dalam mediasi semua sama-sama kekeh dan bertahan dengan pendapat masing-masing, maka penegakan hukum adalah jalan utama. “Kalau semua kekeh, satu-satunya jalan, tegak lurus menegakkan hukum. Itu satu-satunya tidak bisa lagi,” tegasnya.

 

Penegakan hukum merupakan upaya akhir. Lanjut LSM bidang hukum itu, bangsa ini telah berkomitmen secara nasional, menjadikan negara Indonesia sebagai negara hukum. Apalagi, saat ini ada Restorative Justice (RJ). “Dengan adanya RJ, harus diutamakan. Kalau kekeh bertahan, maka langkah diambil adalah langkah hukum. Tidak melihat banyak (massa) dan sedikit (perorangan),” ungkapnya.

 

Mengenai hukum adat yang dijatuhkan ke Warka bersama keluarganya, Ngakan Rai meminta masalah adat mengacu pada Perda No. 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat yang diterbitkan era Gubernur Wayan Koster. “Dalam Perda itu tidak ada Kanorayang atau Kasepekang tidak boleh lagi,” ungkapnya.

 

Pihaknya yakin Bupati bisa menyelesaikan permasalahan itu. “Kasus semacam ini banyak di Gianyar. Tapi hampir 99 persen, Pemda diredam dan dicari jalan keluarnya. Pak bupati saya yakin sudah berpengalaman. Contohnya kasus Pejeng dan Pakudui,” pungkasnya.

 

Sebelumnya diberitakan, kejadian tidak mengenakan itu menimpa keluarga dari Ketut Warka beserta anaknya I Wayan Gede Kartika di Desa Adat Taro Kelod, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang. Diduga karena alasan kasepekang, penjor Galungan di depan rumah mereka dicabut dan dibuang oleh sejumlah orang pada Selasa (7/6/2022) malam.

 

Penjor itu diduga dicabut oleh sejumlah orang dari prajuru desa adat Taro Kelod. “Ini bentuk pengerusakan simbol-simbol sarana upacara yaitu penjor beserta sangah di buang,” kata I Wayan Gede Kartika, Rabu (8/6/2022) lalu. (dra)

 

GIANYAR- Permasalahan adat yang berujung perusaka penjor galungan mendapat tanggapan dari tokoh masyarakat Gianyar. Bupati Gianyar Made Mahayastra diminta turun menyelesaikan konflik adat supaya tidak berlarut-larut.

 

“Secepatnya Pemkab Gianyar memediasi, bila perlu memanggil kedua pihak. Di Pemda ada perangkat, forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) itu harus dilibatkan,” ujar Ketua Garda Pejuang Penggerak Aspirasi Rakyat (Gappar) Gianyar, Ngakan Made Rai, Senin (20/6).

 

Ngakan mengataan Forkopimda terlibat karena punya power untuk menengahi permasalahan itu. “Karena semua pihak terkait dengan masalah ini. Sesegera mungkin mempertemukan. Kalau berlarut, kasihan pak Warka. Karena akan mendapatkan hukuman sosial. Keluarganya trauma,” ujarnya.

 

Ngakan Rai meminta Bupati menyisihkan waktu untuk menyelesaikan permasalahan ini demi keamanan Gianyar. “Di sana ada masalah hukum dan keagamaan. Ini harus dipertemukan langsung,” pintanya.

 

Ngakan Rai menyarankan agar kedua pihak baik desa adat dan Ketut Warka menurunkan ego. “Saya sarankan, untuk sama-sama turunkan ego masing-masing. Bagaimana sesama warga Gianyar, satu kepercayaan, sebaiknya jangan sampai terlalu parah. Hindari penyelesaian hukum, kalau bisa jalan damai,” ungkapnya.

 

Lebih lanjut dikatakan, apabila dalam mediasi semua sama-sama kekeh dan bertahan dengan pendapat masing-masing, maka penegakan hukum adalah jalan utama. “Kalau semua kekeh, satu-satunya jalan, tegak lurus menegakkan hukum. Itu satu-satunya tidak bisa lagi,” tegasnya.

 

Penegakan hukum merupakan upaya akhir. Lanjut LSM bidang hukum itu, bangsa ini telah berkomitmen secara nasional, menjadikan negara Indonesia sebagai negara hukum. Apalagi, saat ini ada Restorative Justice (RJ). “Dengan adanya RJ, harus diutamakan. Kalau kekeh bertahan, maka langkah diambil adalah langkah hukum. Tidak melihat banyak (massa) dan sedikit (perorangan),” ungkapnya.

 

Mengenai hukum adat yang dijatuhkan ke Warka bersama keluarganya, Ngakan Rai meminta masalah adat mengacu pada Perda No. 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat yang diterbitkan era Gubernur Wayan Koster. “Dalam Perda itu tidak ada Kanorayang atau Kasepekang tidak boleh lagi,” ungkapnya.

 

Pihaknya yakin Bupati bisa menyelesaikan permasalahan itu. “Kasus semacam ini banyak di Gianyar. Tapi hampir 99 persen, Pemda diredam dan dicari jalan keluarnya. Pak bupati saya yakin sudah berpengalaman. Contohnya kasus Pejeng dan Pakudui,” pungkasnya.

 

Sebelumnya diberitakan, kejadian tidak mengenakan itu menimpa keluarga dari Ketut Warka beserta anaknya I Wayan Gede Kartika di Desa Adat Taro Kelod, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang. Diduga karena alasan kasepekang, penjor Galungan di depan rumah mereka dicabut dan dibuang oleh sejumlah orang pada Selasa (7/6/2022) malam.

 

Penjor itu diduga dicabut oleh sejumlah orang dari prajuru desa adat Taro Kelod. “Ini bentuk pengerusakan simbol-simbol sarana upacara yaitu penjor beserta sangah di buang,” kata I Wayan Gede Kartika, Rabu (8/6/2022) lalu. (dra)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/