DENPASAR-Pascakalah prapreradilan melawan kapolri dan ditetapkan sebagai DPO (daftar pencarian orang), pengusaha Hartono Karjadi, 65, melawan.
Berikut tanggapan atas pernyataan Polda Bali, pada Rabu (19/9/) Soal DPO Hartono Karjadi
Dengan ini kami sampaikan sikap dan tanggapan atas ditetapkannya klien kami Hartono Karjadi dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh POLDA BALI nomor: DPO/03/IX/RES.2.5/2018/Ditreskrimsus, tanggal 13 September 2018.
Adapun yang perlu kami sampaikan adalah sebagai berikut :
Tidak benar dan menyesatkan jika dikatakan bahwa pengusaha Hartono Karjadi, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali sebagaimana Laporan Polisi No: 74/ II/ 2018/ SKPT tanggal 27 Februari 2018, dalam perkara dugaan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik gadai saham PT Geria Wijaya Prestige (pemilik dan pengelola Hotel Kuta Paradiso di Bali), telah melarikan diri atau kabur ke Singapura untuk menghindari proses hukum.
Faktanya, Hartono Karjadi pergi ke Singapura untuk kepentingan berobat dan perawatan atas sakit yang dideritanya, yang dapat dibuktikan dengan surat keterangan dokter dan atau klinik/rumah sakit tempat yang bersangkutan menjalani pemeriksaan medis.
Terkait panggilan pemeriksaan yang dilayangkan penyidik Polda Bali terhadap Hartono Karjadi, klien kami baru menerima panggilan pemeriksaan 2 kali sejak ditetapkan sebagai tersangka. Panggilan ke-1 tanggal 14 Agustus 2018 dan yang ke-2 tanggal 23 Agustus 2018. Hartono Karjadi berangkat berobat ke Singapura tanggal 20 Agustus 2018. Dan atas ketidakhadiran Hartono Karjadi memenuhi panggilan penyidik, kami selaku kuasa hukum selalu menyampaikan pemberitahuan/berkomunikasi, bahkan hadir di Polda Bali, dan menyampaikan kepada penyidik terkait alasan kenapa Hartono Karjadi berhalangan hadir untuk diperiksa, termasuk dengan menyampaikan surat keterangan medis tertanggal 23 Agustus 2018 dan 29 Agustus 2018. Lantas kami juga mengirim pemberitahuan resmi dengan surat tertanggal 30 Agustus 2018 ke penyidik bahwa klien kami masih belum selesai menjalani pemeriksaan medisnya di Singapura.
Status DPO yang dilekatkan kepada Hartono Karjadi adalah upaya stigmatisasi (memberi cap negatif) seolah-olah klien kami tidak kooperatif dan tidak patuh hukum. Kami menyesalkan cara-cara penyidik Pold Bali menggiring opini seperti ini. Hartono Karjadi bukan teroris atau koruptor. Dia adalah pengusaha biasa, dan tidak pernah melakukan tindak pidana apapun.
Lebih jauh, Hartono Karjadi sesungguhnya tidak pernah punya hubungan hukum apapun dengan pengusaha Tomy Winata, di mana yang terakhir ini membuat laporan polisi ke Ditreskrimsus Polda Bali melalui kuasa hukumnya Desrizal Chaniago setelah Tomy Winata menerima pengalihan piutang (cessie) PT GWP dari Bank China Construction Bank Indonesia (CCB) pada 12 Februari 2018. Persoalannya, pengalihan piutang (hak penagihan) yang digunakan Tomy Winata sebagai legal standing melaporkan Hartono Karjadi tersebut masih dalam proses gugatan pengesahan di PN Jakarta Pusat. Di sisi lain, keabsahan piutang yang dialihkan CCB tersebut juga masih terkait dalam perkara dugaan penggelapan sertifikat PT GWP yang tengah diproses Bareskrim Polri atas laporan Fireworks Ventures Limited dengan 2 tersangka, yaitu Priska M. Cahya dan Tohir Sutanto.
Demikian yang dapat kami sampaikan agar dapat diketahui bersama dan meluruskan pemberitaan yang berkembang saat ini.
Jakarta, 20 September 2018.
Hormat kami,
Boyamin Saiman Law Firm
Tim kuasa hukum Hartono Karjadi