DENPASAR – Setelah tiga bulan lebih menjalani proses persidangan, mantan Wagub Bali I Ketut Sudikerta,52, akhirnya menjalani sidang putusan di PN Denpasar, kemarin (20/12).
Saat duduk di kursi panas, pria yang memiliki nama alias Tomi Kecil itu mulutnya langsung komat-kamit seperti orang berdoa. Posisi tangannya saling menggenggam di atas pangkuan.
Majelis hakim yang terdiri dari Esthar Oktavi (ketua), Kony Hartanto (anggota), dan Heriyanti (anggota II) sepakat
menyatakan Sudikerta terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Perbuatan Sudikerta menyebabkan korban Alim Markus yang juga bos PT Maspion Group menderita kerugian Rp 150 miliar.
Hakim Esthar dan Kony secara bergantian hampir dua jam membacakan amar putusan setebal 257 halaman.
Pada intinya, hakim berkeyakinan Sudikerta terbukti melanggar Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primer JPU.
Sudikerta juga terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 8/2010 tentang TPPU, sebagaimana dakwaan kedua JPU.
“Saudara terdakwa, kami akan membacakan putusan. Mohon saudara berdiri,” pertintah hakim Esthar sesaat sebelum membacakan hukuman.
I Ketut Sudikerta pun beranjak dari kursi terdakwa. Ia kemudian menarik napas panjang dan tetap tenang.
“Mengadili, menjatuhkan pidana penjara selama 12 tahun untuk terdakwa I Ketut Sudikerta,” tegas hakim Esthar.
Selain pidana badan, hakim juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 5 miliar. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama empat bulan.
Mendengar putusan tersebut, wajah Sudikerta langsung berubah menjadi pucat. Rasa kecewa dan sedih tergambar di raut mukanya.
Saat kembali dipersilakan duduk, mantan Wabup Badung dua periode itu juga terlihat lemas. Mata Sudikerta juga terlihat berkaca-kaca.
Yang menarik adalah pertimbangan memberatkan hukuman. Hakim berpandangan Sudikerta memanfaatkan jabatannya sebagai Wabup Badung untuk melakukan penipuan.
Sudikerta berusaha memengaruhi korban dengan cara berjanji akan membantu perizinan pembangunan hotel.
Pertimbangan lainnya, perbuatan Sudikerta melakukan penipuan terhadap investor bisa merusak iklim investasi di Bali.
“Perbuatan terdakwa juga merusak kepercayaan investor untuk berinvestasi di Bali,” imbuh hakim Esthar.
Sementara pertimbangan yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dan berjasa dalam pembangunan Bali saat menjabat menjadi Wabup Badung dan Wagub Bali.
Putusan hakim ini sejatinya lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Bali, Ketut Sujaya, Eddy Arta Wijaya, dan Martinus T. Suluh.
Sebelumnya trio jaksa Kejati Bali itu mengajukan tuntutan 15 tahun penjara, pidana denda Rp 5 miliar subsider enam bulan penjara.
“Saudara terdakwa, silakan konsultasi dengan penasihat hukumnya. Mau menerima putusan atau menolak dengan cara banding,” kata hakim Esthar.
Sudikerta kemudian bangkit dari kursi dan berjalan ke arah meja tim pengacaranya. Tidak lama kemudian Sudikerta kembali ke tempat duduknya sambil membuka potongan kertas kecil, mirip kertas sontekan anak sekolah.
“Yang Mulia, setelah berkonsultasi dengan penasihat hukum, saat ini juga saya menyatakan banding,” ucap Sudikerta sambil melihat potongan kertas yang dibawa.
Sementara itu, tim JPU menyatakan pikir-pikir. Sidang pun diakhiri. Dengan Sudikerta menyatakan banding, maka perkara ini belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap.