28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 6:09 AM WIB

Korupsi Rp 5,2 Miliar, Dihukum Paling Berat, Artani Akhirnya Menyerah

DENPASAR – Pertarungan sengit antara pengacara terdakwa Ni Ketut Artani, 49, (mantan sekretaris LPD Kekeran) dengan JPU Kejari Badung berakhir antiklimaks.

Pasalnya, kedua pihak menyatakan sama-sama menerima putusan setelah hakim memberi waktu tujuh hari usai putusan.

“Sebenarnya kami ingin banding, tapi terdakwa dan keluarganya memutuskan menerima putusan hakim,” ujar Ni Luh Putu Nilawati, pengacara Artani, kemarin.

Dari tiga terdakwa yang diadili, Artani mendapat hukuman paling berat. Ia diganjar pidana penjara selama tiga tahun, denda Rp 50 juta subsider dua bulan, dan membayar uang pengganti Rp 574.372.000.

Jika tidak bisa membayar diganti pidana penjara selama enam bulan. Uang pengganti tersebut sesuai dengan uang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan Artani.

Menurut Nila, keluarga rela menerima putusan hakim karena jumlah uang pengganti yang harus dibayarkan tidak sampai miliaran sebagaimana dalam dakwaaan JPU.

Nila juga menyoal jabatan sekretaris Artani. Nila menyebut jabatan sekretaris hanya formalitas belaka.

“Faktanya Artani adalah tukang mengumpulkan uang tabungan nasabah,” bebernya. Namun, hakim sudah memutuskan dan terdakwa sudah legawa dengan putusan hakim.

“Maka putusan ini sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht),” tukasnya. Dikonfirmasi terpisah, Kasi Pidsus Kejari Badung Dewa Lanang Arya Raharja mengaku sudah mengecek ke PN Denpasar tentang sikap kuasa hukum terdakwa.

“Kuasa hukum tidak ada banding, maka kami juga menerima. Jadi sudah inkracht,” kata Dewa Lanang Arya Raharja.

Lanang menambahkan, setelah putusan inkracht pihaknya akan melakukan perbaikan manajemen LPD di Badung.

Hal itu sesuai instruksi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jam Pidsus). Kejaksaan memiliki kewajiban mengedukasi LPD yang uangnya diselewengkan.

“Kami tidak hanya menindak lalu meninggalkan begitu saja lembaga yang dikorupsi. Tapi, kami juga akan memberi masukan sesuai kebutuhan LPD,” tegasnya.

Untuk diketahui, selain Artani, ada terdakwa lain yang dihukum dalam kasus ini. Yakni I Wayan Suamba (mantan Ketua LPD) diganjar pidana penjara selama 1 tahun dan denda 50 juta subsider kurungan dua bulan.

Hakim pimpinan Angeliky Handajani Day menilai pria 52 tahun itu melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor.

Serupa dengan Suamba, terdakwa I Made Winda Widana, 56, (mantan bendahara) juga diganjar hukuman pidana penjara 1 tahun, denda 50 juta subsider 2 bulan kurungan.

Dengan hukuman tersebut, maka baik Suamba maupun Widana mendapat pengurangan hukuman enam bulan penjara.

Sebelumnya JPU Kejari Badung menuntut keduanya dengan pidana penjara selama 1,5 tahun. Alasan penuntutan ringan lantaran Suamba dan Widana menyesali perbuatannya dan sudah mengembalikan kerugian negara.

Sementara Artani dituntut empat tahun penjara oleh JPU. Ketiga terdakwa menyalahgunakan keuangan LPD Desa Adat Kekeran dalam kurun waktu 1 Januari 2016 -31 Mei 2017.

Mereka menggunakan uang nasabah untuk kepentingan pribadi. Total kerugian keuangan negara sebesar Rp 5,2 miliar.

Modus operandi para terdakwa yakni tidak meyetorkan uang nasabah berupa tabungan, deposito, dan kredit dari buku tabungan ke kas LPD. 

DENPASAR – Pertarungan sengit antara pengacara terdakwa Ni Ketut Artani, 49, (mantan sekretaris LPD Kekeran) dengan JPU Kejari Badung berakhir antiklimaks.

Pasalnya, kedua pihak menyatakan sama-sama menerima putusan setelah hakim memberi waktu tujuh hari usai putusan.

“Sebenarnya kami ingin banding, tapi terdakwa dan keluarganya memutuskan menerima putusan hakim,” ujar Ni Luh Putu Nilawati, pengacara Artani, kemarin.

Dari tiga terdakwa yang diadili, Artani mendapat hukuman paling berat. Ia diganjar pidana penjara selama tiga tahun, denda Rp 50 juta subsider dua bulan, dan membayar uang pengganti Rp 574.372.000.

Jika tidak bisa membayar diganti pidana penjara selama enam bulan. Uang pengganti tersebut sesuai dengan uang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan Artani.

Menurut Nila, keluarga rela menerima putusan hakim karena jumlah uang pengganti yang harus dibayarkan tidak sampai miliaran sebagaimana dalam dakwaaan JPU.

Nila juga menyoal jabatan sekretaris Artani. Nila menyebut jabatan sekretaris hanya formalitas belaka.

“Faktanya Artani adalah tukang mengumpulkan uang tabungan nasabah,” bebernya. Namun, hakim sudah memutuskan dan terdakwa sudah legawa dengan putusan hakim.

“Maka putusan ini sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht),” tukasnya. Dikonfirmasi terpisah, Kasi Pidsus Kejari Badung Dewa Lanang Arya Raharja mengaku sudah mengecek ke PN Denpasar tentang sikap kuasa hukum terdakwa.

“Kuasa hukum tidak ada banding, maka kami juga menerima. Jadi sudah inkracht,” kata Dewa Lanang Arya Raharja.

Lanang menambahkan, setelah putusan inkracht pihaknya akan melakukan perbaikan manajemen LPD di Badung.

Hal itu sesuai instruksi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jam Pidsus). Kejaksaan memiliki kewajiban mengedukasi LPD yang uangnya diselewengkan.

“Kami tidak hanya menindak lalu meninggalkan begitu saja lembaga yang dikorupsi. Tapi, kami juga akan memberi masukan sesuai kebutuhan LPD,” tegasnya.

Untuk diketahui, selain Artani, ada terdakwa lain yang dihukum dalam kasus ini. Yakni I Wayan Suamba (mantan Ketua LPD) diganjar pidana penjara selama 1 tahun dan denda 50 juta subsider kurungan dua bulan.

Hakim pimpinan Angeliky Handajani Day menilai pria 52 tahun itu melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor.

Serupa dengan Suamba, terdakwa I Made Winda Widana, 56, (mantan bendahara) juga diganjar hukuman pidana penjara 1 tahun, denda 50 juta subsider 2 bulan kurungan.

Dengan hukuman tersebut, maka baik Suamba maupun Widana mendapat pengurangan hukuman enam bulan penjara.

Sebelumnya JPU Kejari Badung menuntut keduanya dengan pidana penjara selama 1,5 tahun. Alasan penuntutan ringan lantaran Suamba dan Widana menyesali perbuatannya dan sudah mengembalikan kerugian negara.

Sementara Artani dituntut empat tahun penjara oleh JPU. Ketiga terdakwa menyalahgunakan keuangan LPD Desa Adat Kekeran dalam kurun waktu 1 Januari 2016 -31 Mei 2017.

Mereka menggunakan uang nasabah untuk kepentingan pribadi. Total kerugian keuangan negara sebesar Rp 5,2 miliar.

Modus operandi para terdakwa yakni tidak meyetorkan uang nasabah berupa tabungan, deposito, dan kredit dari buku tabungan ke kas LPD. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/