DENPASAR – Kim Anne Alloggia, 51, desainer asal Australia terdakwa penerima paket berisi cairan ganja seberat 0,57 gram netto kembali dibawa ke meja hijau.
Sidang yang diketuai hakim I Made Pasek itu mengagedankan pemeriksaan saksi. Didampingi tim pengacaranya Edward Pangkahila dkk, Kim tampak serius mendengarkan keterangan saksi dari Kantor Imigrasi, Bea dan Cukai, serta saksi umum.
Keterangan menarik diberikan saksi dr. Ririn Sriwijayanti, dari RS Bhayangkara Denpasar. “Terdakwa mengalami PTSD atau post traumatic stres disorder.
Artinya, terdakwa mengalami trauma karena suatu kondisi gangguan kejiwaan yang dipicu kejadian traumatis dan tragis di masa lalu,” ujar dokter Ririn, kemarin (21/6).
Lebih lanjut dijelaskan, terdakwa pernah mengalami kejadian tragis yang tidak bisa dilupakan, sehingga mengganggu jiwanya.
Gejala yang dialami terdakwa seperti tidak bisa tidur, cemas gelisah, dan selalu cuirga dengan orang lain.
Terdakwa juga pilih-pilih dengan orang tertentu untuk komunikasi. Tidak semua orang direspons. Hanya orang yang membuat aman dan nyaman yang direspons.
“Terdakwa akan membuat semacam pertahanan dan marah jika tidak nyaman,” tukasnya. Agar sembuh terdakwa harus diterapi secara berkesinambungan dengan psikiater.
“Nah, selama ini tidak melakukan terapi, tidak mau ke dokter. Dia menggunakan ganja untuk menstabilkan mood-nya jika ingat kejadian masa lalunya itu,” bebernya.
Selain didiagnosa mengalami PTSD, terdakwa juga mengalami ketergantungan ganja. Karena itu, terapinya harus satu per satu.
Pertama yang harus diterapi masalah gangguan jiwa. Setelah itu baru masuk ke rehabilitasi untuk mengobati ketergantungan ganja.
“Kalau tidak diterapi gangguan jiwanya, terdakwa akan terus memakai ganja untuk mendapat mood yang bagus.
Kalau diterapi secara medis, untuk jangka waktu tertentu bisa diobati atau diturunkan ke arah yang lebih baik,” tukasnya.
Dokter Ririn adalah dokter yang melakukan asesment (penilaian) kondisi kejiwaan Kim. Dari hasil serangkaian pemeriksaan kejiwaan, Kim disebut pernah mengalami sex abuse (pelecehan seksual) di masa lalunya.
Bahkan, sex abuse itu terjadi mengarah pada pemerkosaan. “Terdakwa ini mengalami dilema masa kecilnya karena pernah diperkosa. Dengan suami pertamanya ia juga diberi narkoba,” imbuh Edward.
Akibat hancurnya pernikahan pertama itu kini pernikahan kedua terdakwa tidak sehat. “Coba lihat tangan kirinya, banyak bekas suntikan. Itu dulu terdakwa dipaksa memakai putau atau heroin,” paparnya.
Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) I Gusti Lanang Suyadnyana mejerat perempuan kelahiran Sydney, 27 Juli 1967,
itu dengan tiga Pasal sekaligus yakni Pasal 113 ayat (1), 111 ayat (1), dan Pasal 127 ayat (1) huruf a, UU Narkotika.