NEGARA-Usai ditetapkan tersangka dan ditahan, penyidik dari Unit Tipikor Polres Jembrana, Kamis (24/1) akhirnya melakukan pelimpahan tahap II kasus korupsi santunan kematian kepada penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana.
Selain melimpahkan kedua tersangka, yakni masing-masing Kepala Dusun (Kadus) Munduk Ranti I Gede Astawa, dan Kadus Sarikunung Tulungagung, Dewa Ketut Artawan, penyidik juga melimpahkan berkas dan barang bukti.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Jembrana, Ivan Praditya Putra dikonfirmasi terkait proses pelimpahan kedua tersangka membenarkan.
Menurutnya, usai menjalani sejumlah persyaratan administrasi dan kesehatan, kedua tersangka yang dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 tahun 1999, tentang tindak pidana korupsi dan Pasal 3 UU pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman paling singkat 4 tahun penjara itu juga langsung kembali ditahan.
“Penahanan melanjutkan penahanan Polres (Jembrana),” kata Kasipidsus Kejari Jembrana Ivan Praditya Putra.
Lebih lanjut kata Ivan, usai menerima pelimpahan, penyidik selanjutnya akan melimpahkan pada pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Denpasar, untuk mendapat jadwal sidang.
Adapun terkait tim jaksa penutut umum (JPU) yang ditunjuk menangani perkara ini, pihak Kejari Jembrana mengaku telah menyiapkan delapan orang jaksa. “Tim jaksa ada delapan orang termasuk kepala seksi,”terangnya.
Dijelaskan Ivan, hingga keduanya terjerat kasus korupsi proposal fiktif santunan kematian di Dinas Sosial Kabupaten Jembrana, ini menyusul keterlibatan keduanya keduanya dengan oknum PNS Dinas Sosial Kabupaten Jembrana Indah Suryaningsih ( Terpidana 4,5 tahun dan denda Rp 200 juta atau subsider 3 bulan penjara).
Sedangkan terkait peran, jelasnya, kedua oknum kadus ini berperan ikut andil atau terlibat mengajukan proposal santunan fiktif kepada terpidana Indah Suryaningsih selaku verifikator yang memiliki tugas memverifikasi dan memvalidasi dokumen pengajuan santunan kematian.
“Dengan modus ini maka dokumen fiktif yang diajukan itu lolos. Sehingga santunan kematian fiktif sebesar Rp 1,5 juta per orang itu dibayarkan oleh Pemkab Jembrana,” terangnya.
Selanjutnya, setelah proses pencairan, uang santunan kematian itu kemudian dibagi bertiga dengan rincian, Indah Suryaningsih mendapat bagian Rp 1 juta sementara Artawan dan Astawa mendapatkan Rp 500 ribu.
“Namun jika Artawan dan Astawa yang membuat dokumen, keduanya akan mendapatkan bagian Rp 700 ribu dan Indah Rp. 800 ribu,”ungkap Ivan.
Bahkan aksi para tersangka mengajukan dan memanipulasi permohonan santunan kematian fiktif itu dilakukan dari sejak Januari sampai Desember 2015.
Sesuai hasil penyidikan, dalam kurun waktu setahun itu, tersangka Dewa Ketut Artawan mengajukan 140 berkas fiktif dana santunan kematian ke Dinas Sosial Pemkab Jembrana.
Dari 140 berkas fiktif santunan kematian yang sudah dicairkan itu Unit Tipikor Polres Jembrana menghitung terdapat kerugian negara sebesar Rp 210 juta.
Sedangkan tersangka I Gede Astawa mengajukan 59 berkas fiktif dan sudah dicairkan dinas sosial jembranadengan kerugian Negara Rp 88 juta.
” Besarnya kerugian negara itu berdasarkan penghitungan yang dilakukan Badan Pengawas Keuangan Dan Pembangunan Bali.
Untuk mendapat uang Negara itu ada berkas orang meninggal yang diajukan dua kali termasuk juga ada orang yang masih hidup dibuatkan berkas fiktif,” jelasnya.