DENPASAR – Sidang kasus pencurian dengan terdakwa Dekrianto Adi Eka Putra Bulu, Jumat (24/5) berlansung panas.
Memanasnya suasana sidang itu setelah Ketua Majelis Hakim Sri Wahyuni Ariningsih geram dengan aksi yang dilakukan mahasiswa asal Ende, NTT ini
Hakim yang akrab disapa Riri ini pun tampak memarahi habis-habisan terdakwa Dekrianto yang berstatus mahasiswa semester VIII.
Sebagai mahasiswa tingkat akhir, terdakwa yang semestinya fokus menyelesaikan tugas agar bisa diwisuda malah mencuri sepeda motor di tempat kerjanya.
Hakim yang akrab disapa Riri itu semakin murka saat tahu jika selama kuliah terdakwa mendapat kiriman uang hidup dari orang tuanya di Ende, NTT.
“Hei, saudara terdakwa! Sekarang kamu tidak lulus malah masuk penjara. Kasihan orang tuamu yang sudah mengeluarkan biaya untuk kuliahmu. Kamu sadar atau tidak?!” damprat hakim Riri di PN Denpasar, kemarin (24/5).
Terdakwa hanya diam saja. Mukanya memerah karena menahan malu, dimarahi di depan tahanan lain dan pengunjung sidang. “Kamu itu harusnya kuliah bikin bangga orang tua, bukan malah bikin malu,” ketus hakim.
Hakim Riri lantas menanyakan alasan terdakwa mencuri motor. Atas pertanyaan hakim, terdakwa langsung menjawab nekat mencuri karena ingin sekali memiliki motor.
Kemudian atas jawaban terdakwa, hakim kembali menasihati terdakwa.”Jika ingin punya motor itu bekerja. Sekarang kamu menyesal atau tidak?” tanya hakim. “Menyesal, Yang Mulia,” jawabnya sambil menunduk.
Sementara jaksa penuntut umum (JPU) Yuni Astuti dalam dakwaannya mengungkapkan, pencurian yang dilakukan Dekrianto bermula pada Sabtu (23/2/2019) pukul 11.00.
Saat itu saksi korban Ayu Ari Astuti datang ke tempat cuci motor Ananta Motor milik saksi I Putu Sudira, untuk mencuci dua unit sepeda motor Vario dan Scoopy. Setelah selesai dicuci motor Vario dibawa pulang saksi Ayu. Sedangkan Scoopy warna merah putih nopol DK 2009 FN beserta kuncinya dititipkan di tempat cuci motor.
Sekitar pukul 21.00, terdakwa yang bekerja di tempat cucian motor melihat ada lima unit motor yang dititipkan. Saat itu terdakwa melihat motor Scoopy masih ada kuncinya. “Karena situasi sepi timbul niat terdakwa mengambil sepeda motor tersebut dengan cara mendorong keluar,” urai JPU.
Setelah dekat jalan raya barulah menghidupkan mesin sepeda motor dan membawanya menuju Kediri, Kota Tabanan. Apesnya, dalam perjalanan terdakwa mengalami kecelakaan lalulintas. Terdakwa menabrak mobil taksi Blue Bird. Pengemudi yang ditabrak meminta ganti rugi.
Namun, saat itu terdakwa tidak mempunyai uang sehingga terdakwa menaruh sepeda motor Scoopy sebagai jaminan di depo taksi Blue Bird. Kemudian terdakwa diantar temannya ke mes tempat pencucian sepeda motor.
Keesokan harinya, pukul 08.00 terdakwa menemui saksi I Putu Sudira untuk meminta KTP dengan maksud terdakwa fotokopi.
Saat itu Sudira menyampaikan agar setelah difotokopi dikembalikan. Namun, sampai siang hari terdakwa tidak kembali. Pada Minggu (24/2) sekitar pukul 16.00 korban Ayu datang mengambil sepeda motornya. Saat itulah Sudira baru mengetahui sepeda motor yang dititipkan ada yang hilang.
Pada Senin (25/2) sekitar pukul 09.00 Sudira melapor ke Polsek Mengwi, Badung. Tidak butuh waktu lama bagi polisi meringkus terdakwa. Tujuh jam kemudian, tepatnya pukul 16.00 terdakwa ditangkap di rumah sepupunya di Perumahan Tanah Bang, Kediri, Tabanan.
Saat dibawa ke Polsek Mengwi dan diinterogasi terdakwa mengaku sepeda motornya ditaruh sebagai jaminan di depo taksi. Akibat kejadian tersebut korban mengalami kerugian Rp 10 juta. Perbuatan terdakwa diatur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama tujuh tahun.