25.9 C
Jakarta
25 April 2024, 3:25 AM WIB

Mega Korupsi Rp 151 Miliar di LPD Anturan

Pengacara Ajukan Saksi Ahli

SINGARAJA, Radar Bali – Tim kuasa hukum dari Nyoman Arta Wirawan, tersangka dalam perkara dugaan korupsi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat Anturan, akan mengajukan saksi ahli. Kuasa hukum bersikukuh bahwa perbuatan kliennya bukan termasuk tindak pidana korupsi.

I Wayan Sumardika, kuasa hukum dari Kantor Pengacara Bali Privacy dengan tegas menyatakan, perbuatan kliennya, Nyoman Arta Wirawan, tidak termasuk dalam tindak pidana korupsi. Sebab modal pemerintah yang disuntikkan di LPD Adat Anturan hanya Rp 4,5 juta. Masing-masing sebanyak Rp 2 juta disuntikkan pada tahun 1990 dan Rp 2,5 juta diberikan pada tahun 1992.

Ia mengacu pada tiga aturan. Masing-masing Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

“Di sana jelas dinyatakan kerugian negara harus dapat dihitung secara nyata dan pasti. Orang modalnya saja Rp 4,5 juta, bagaimana bisa jadi Rp 151 miliar. Selain itu putusan MK (Mahkamah Konstitusi) tegas menyatakan, dalam pidana korupsi harus ada syarat kerugian uang negara. Sekarang uang negara di LPD Anturan itu berapa? Kan cuma Rp 4,5 juta,” kata Sumardika.

Selain itu ia menyoroti hasil audit Inspektorat Buleleng yang dijadikan dasar bagi penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng menentukan kerugian negara. Ia menilai Inspektorat tidak memiliki kewenangan menghitung kerugian negara. Undang-undang, kata Sumardika, memberi amanat pada BPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dia juga berencana mengajukan keterangan saksi ahli. Ia mengklaim telah mengajukan nama I Dewa Gede Palguna, mantan Hakim Konstitusi, sebagai saksi ahli.

“Saya sudah ajukan keterangan ahli dari bapak Dewa Palguna, mantan hakim konstitusi. Kami yakin ini bukan pidana korupsi kok,” tegasnya.

Sementara itu Kasi Intel Kejari Buleleng Anak Agung Ngurah Jayalantara mengatakan, penyidik siap meminta keterangan saksi meringankan alias ad charge yang diajukan oleh tersangka. “Sebagaimana pasal 65 KUHAP, tersangka memiliki hak tersebut. Tersangka berencana menghadirkan saksi yang menguntungkan baginya, dan nanti penyidik tentu akan mengambil keterangan dari saksi yang diajukan tersebut,” kata Jayalantara.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua LPD Adat Anturan Nyoman Arta Wirawan ditahan penyidik pada Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Buleleng, pada Selasa (22/6) sore. Dia dibawa ke Rutan Mapolres Buleleng pada pukul 17.43 sore.

Tersangka diduga melakukan tindakan korupsi senilai Rp 151 miliar sepanjang tahun 2018-2020. Dampaknya LPD Anturan kolaps pada pertengahan 2020 lalu. (eps)

SINGARAJA, Radar Bali – Tim kuasa hukum dari Nyoman Arta Wirawan, tersangka dalam perkara dugaan korupsi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat Anturan, akan mengajukan saksi ahli. Kuasa hukum bersikukuh bahwa perbuatan kliennya bukan termasuk tindak pidana korupsi.

I Wayan Sumardika, kuasa hukum dari Kantor Pengacara Bali Privacy dengan tegas menyatakan, perbuatan kliennya, Nyoman Arta Wirawan, tidak termasuk dalam tindak pidana korupsi. Sebab modal pemerintah yang disuntikkan di LPD Adat Anturan hanya Rp 4,5 juta. Masing-masing sebanyak Rp 2 juta disuntikkan pada tahun 1990 dan Rp 2,5 juta diberikan pada tahun 1992.

Ia mengacu pada tiga aturan. Masing-masing Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

“Di sana jelas dinyatakan kerugian negara harus dapat dihitung secara nyata dan pasti. Orang modalnya saja Rp 4,5 juta, bagaimana bisa jadi Rp 151 miliar. Selain itu putusan MK (Mahkamah Konstitusi) tegas menyatakan, dalam pidana korupsi harus ada syarat kerugian uang negara. Sekarang uang negara di LPD Anturan itu berapa? Kan cuma Rp 4,5 juta,” kata Sumardika.

Selain itu ia menyoroti hasil audit Inspektorat Buleleng yang dijadikan dasar bagi penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng menentukan kerugian negara. Ia menilai Inspektorat tidak memiliki kewenangan menghitung kerugian negara. Undang-undang, kata Sumardika, memberi amanat pada BPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dia juga berencana mengajukan keterangan saksi ahli. Ia mengklaim telah mengajukan nama I Dewa Gede Palguna, mantan Hakim Konstitusi, sebagai saksi ahli.

“Saya sudah ajukan keterangan ahli dari bapak Dewa Palguna, mantan hakim konstitusi. Kami yakin ini bukan pidana korupsi kok,” tegasnya.

Sementara itu Kasi Intel Kejari Buleleng Anak Agung Ngurah Jayalantara mengatakan, penyidik siap meminta keterangan saksi meringankan alias ad charge yang diajukan oleh tersangka. “Sebagaimana pasal 65 KUHAP, tersangka memiliki hak tersebut. Tersangka berencana menghadirkan saksi yang menguntungkan baginya, dan nanti penyidik tentu akan mengambil keterangan dari saksi yang diajukan tersebut,” kata Jayalantara.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua LPD Adat Anturan Nyoman Arta Wirawan ditahan penyidik pada Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Buleleng, pada Selasa (22/6) sore. Dia dibawa ke Rutan Mapolres Buleleng pada pukul 17.43 sore.

Tersangka diduga melakukan tindakan korupsi senilai Rp 151 miliar sepanjang tahun 2018-2020. Dampaknya LPD Anturan kolaps pada pertengahan 2020 lalu. (eps)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/