27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 9:12 AM WIB

Korupsi Rp 5 Miliar di Bank Pelat Merah, 4 Orang Jadi Tersangka

DENPASAR– Empat orang berinisial IMK, DPS, SW, dan IKB ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Bali dalam kasus dugaan korupsi kredit fiktif salah satu bank pelat merah di Bali cabang Badung.

 

“Selain melakukan tindak pidana korupsi, keempat tersangka diduga melakukan tindak pidana pencucian uang,” ujar Kasi Penkum Kejati Bali, A Luga Harlianto dalam keterangan persnya Rabu (13/4).

 

Penetapan tersangka dimulai 11 April 2022. IMK dan DPS merupakan pensiunan pejabat di kantor cabang. Sedangkan SW dan IKB merupakan pihak swasta yang memiliki hubungan suami istri. Menurut Luga, surat penetapan tersangka telah diterima keempat tersangka pagi ini.

 

“Kredit fiktif yang diduga korupsi adalah dana kredit modal kerja usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa,” imbuh Luga.

 

Penetapan tersangka ini bisa dibilang cukup cepat. Pasalnya, penyidikan dimulai 15 Maret 2022, dan 11 April sudah ada tersangka. Luga mengungkapkan, penetapan tersangka karena ditemukannya bukti-bukti kuat.

 

Penyidik juga telah memeriksa 13 orang saksi dan memperoleh surat serta petunjuk. Penyidik melakukan penyitaan bukti-bukti berupa dokumen terkait kredit fiktif, sehingga ditemukan peran keempat tersangka. Dijelaskan lebih lanjut, kasus ini bermula pada 2016 dan 2017, saat tersangka SW mengajukan kredit modal kerja usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa pada pihak bank.

 

SW mengajukan kredit melalui tiga perusahaan konstruksi berbeda dengan nilai pinjaman sebesar Rp 5 miliar. Sebagai agunan adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa di institusi pendidikan swasta di Provinsi Bali.

 

“Penyidik menemukan bahwa kegiatan pengadaan barang dan jasa tersebut faktanya tidak ada atau fiktif,” beber mantan Kasi Datun Kejari Merauke itu.

 

Di sisi lain, tersangka IMK diduga telah mengetahui bahwa kegiatan yang menjadi dasar pengajuan kredit tersebut adalah fiktif. Namun, IMK sebagai petinggi bank tetap memberikan persetujuan atas permohonan kredit.

 

IMK tidak melakukan analisa atas pemberian kredit. Selanjutnya, tahun 2017, tersangka DPS juga memberikan persetujuan untuk pencairan kredit, namun persetujuan tersebut untuk mencairkan kredit ke rekening giro perusahaan. Seharusnya kredit dicairkan ke rekening yang tercantum dalam Surat Perintah Kerja (SPK).

 

Setelah diterima dalam rekening giro tiga perusahaan konstruksi, tersangka SW memerintahkan pegawainya untuk melakukan transfer bank ke rekening PT. DKP, dimana tersangka IKB merupakan direktur pada perusahaan tersebut.

 

Akibat perbuatan tersangka, negara mengalami kerugian Rp 5 miliar. Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 3 UU yang sama. Penyidik juga memasang Pasal 5 ayat (1) UU Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

DENPASAR– Empat orang berinisial IMK, DPS, SW, dan IKB ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Bali dalam kasus dugaan korupsi kredit fiktif salah satu bank pelat merah di Bali cabang Badung.

 

“Selain melakukan tindak pidana korupsi, keempat tersangka diduga melakukan tindak pidana pencucian uang,” ujar Kasi Penkum Kejati Bali, A Luga Harlianto dalam keterangan persnya Rabu (13/4).

 

Penetapan tersangka dimulai 11 April 2022. IMK dan DPS merupakan pensiunan pejabat di kantor cabang. Sedangkan SW dan IKB merupakan pihak swasta yang memiliki hubungan suami istri. Menurut Luga, surat penetapan tersangka telah diterima keempat tersangka pagi ini.

 

“Kredit fiktif yang diduga korupsi adalah dana kredit modal kerja usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa,” imbuh Luga.

 

Penetapan tersangka ini bisa dibilang cukup cepat. Pasalnya, penyidikan dimulai 15 Maret 2022, dan 11 April sudah ada tersangka. Luga mengungkapkan, penetapan tersangka karena ditemukannya bukti-bukti kuat.

 

Penyidik juga telah memeriksa 13 orang saksi dan memperoleh surat serta petunjuk. Penyidik melakukan penyitaan bukti-bukti berupa dokumen terkait kredit fiktif, sehingga ditemukan peran keempat tersangka. Dijelaskan lebih lanjut, kasus ini bermula pada 2016 dan 2017, saat tersangka SW mengajukan kredit modal kerja usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa pada pihak bank.

 

SW mengajukan kredit melalui tiga perusahaan konstruksi berbeda dengan nilai pinjaman sebesar Rp 5 miliar. Sebagai agunan adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa di institusi pendidikan swasta di Provinsi Bali.

 

“Penyidik menemukan bahwa kegiatan pengadaan barang dan jasa tersebut faktanya tidak ada atau fiktif,” beber mantan Kasi Datun Kejari Merauke itu.

 

Di sisi lain, tersangka IMK diduga telah mengetahui bahwa kegiatan yang menjadi dasar pengajuan kredit tersebut adalah fiktif. Namun, IMK sebagai petinggi bank tetap memberikan persetujuan atas permohonan kredit.

 

IMK tidak melakukan analisa atas pemberian kredit. Selanjutnya, tahun 2017, tersangka DPS juga memberikan persetujuan untuk pencairan kredit, namun persetujuan tersebut untuk mencairkan kredit ke rekening giro perusahaan. Seharusnya kredit dicairkan ke rekening yang tercantum dalam Surat Perintah Kerja (SPK).

 

Setelah diterima dalam rekening giro tiga perusahaan konstruksi, tersangka SW memerintahkan pegawainya untuk melakukan transfer bank ke rekening PT. DKP, dimana tersangka IKB merupakan direktur pada perusahaan tersebut.

 

Akibat perbuatan tersangka, negara mengalami kerugian Rp 5 miliar. Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 3 UU yang sama. Penyidik juga memasang Pasal 5 ayat (1) UU Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/