30.4 C
Jakarta
12 Desember 2024, 10:17 AM WIB

Kebebasan Pers Terancam,Aksi Tuntut Jokowi Cabut Remisi Susrama Meluas

DENPASAR – Berbagai elemen masyarakat Bali hari ini menggelar aksi mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut

remisi terhadap I Nyoman Susrama, dalang pembunuhan jurnalis Jawa Pos Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa. 

Peserta aksi yang sudah memastikan bergabung antara lain, PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia) Bali; Solidaritas Jurnalistik Bali (SJB);

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Denpasar; Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali; Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali; Perhimpunan Jurnalis NTT; dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali.

Selain itu, masih ada lagi anggota masyarakat yang menyatakan sukarela datang bergabung. Titik berkumpul aksi di Lapangan Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Bajra Sandhi, Renon, Denpasar, pukul 09.00 Wita, Jumat (25/1).

Setelah itu massa long march menuju Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali.  “Kami melihat remisi Presiden untuk aktor utama pembunuh jurnalis Radar Bali ini

sebagai ancaman terhadap kebebasan pers. Karena itu, kami memutuskan ikut bergabung,” ujar Made Aritya Kerta Setiawan, 21, Sekjen PPMI Bali.

Menurut Aritya, sebagai mahasiswa dirinya terpanggil ikut memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan pers.

Mahasiswa tidak cukup belajar di dalam kelas, dengan memiliki waktu lebih bisa mencari pengalaman di tengah masyarakat.

Karena itu, ketika mendengar digelar aksi membela kebebasan pers, dengan kerelaan mahasiswa ikut bergabung. “Ini kalau dibiarkan akan semakin menjadi-jadi,” tandas mahasiswa Fakultas Hukum Unud, itu.

Hal senada diungkapkan Kuasa hukum Solidaritas Jurnalistik Bali (SJB), I Made “Ariel” Suardana. Suardana memastikan bakal mengajak advokat lain ikut bergabung. 

Suardana sendiri sudah bergabung sejak pengungkapan kasus pembunuhan Prabangsa yang terjadi pada 26 Mei 2009.

Selain mengawal membongkar keterlibatan Susrama, SJB juga telah berhasil memberikan sanksi pelanggaran etika profesi bagi Suryadarma karena menjadi kuasa hukum para tersangka.

“Karena itu turunnya saya besok (hari ini, Red) untuk bersolidaritas. Kami menuntut pencabutan atau pembatalan penjara sementara bagi Susrama,” ujarnya.

“Bagi saya pemberian keistimewaan ini ibarat grasi berkedok remisi,” sindir Suardana. Suardana mengaku heran dengan argumentasi hukum yang dibangun dalam Keppres Nomor 29/2018  yang didasarkan pada Keppres Nomor 174/1999.

Pers sebagai pilar demokrasi berhak mendapatkan perlindungan sebagaimana amanat UU No 40/1999.

“Itulah salah satu esensi desakan pencabutan remisi ini, demi tegaknya wibawa hukum di republik ini.

Intinya keputusan Presiden telah mengubah status penjara seumur hidup menjadi penjara 20 tahun. Ini yang sangat kami sesalkan,” tukasnya.

Pihaknya juga mengingatkan kepada Presiden agar segera merespons penolakan remisi ini. Selain itu segera memberikan catatan penting bagi Narapidana Susrama agar tidak mendapatkan keistimewaan apapun.

“Jadi saya turun ini adalah kewajiban moral karena sejak awal kita kawal, maka sampai akhir pun tak akan kita biarkan,” tegas pengacara yang juga musisi itu.

Sementara itu, Sekretaris IJTI Bali, Alfani S menyatakan mendukung gerakan cabut remisi pembunuh jurnalis karena ingin memperjuangkan kemerdekaan pers.

Pihaknya tidak peduli politik apapun. “Dalam hal ini IJTI Bali netral. Kami cuma ingin hukum di atas segalanya, keadilan ditegakkan. Presiden harus segera mencabut remisi seumur hidup menjadi 20 tahun penjara,” desaknya.

Hal yang sama diungkapkan Ketua AJI Kota Denpasar, Nandang R. Astika. Ditegaskan, aksi hari ini merupakan wujud nyata memperjuangkan kebebasan pers pascaremisi presiden.

Selain itu, pihaknya  juga ingin mengingatkan kembali masyarakat pers dan warga Bali terhadap peristiwa pembantaian yang dilakukan Susrama.

“Kami akan mempertanyakan langsung kepada Kepala Kanwil Kemenkum dan HAM Bali sebagai pihak yang ikut melakukan pemeriksaan nama-nama mendapat remisi,” kata Nandang.

Pria berambut gondrong dan hobi memelihara ular itu yakin ada lebih dari satu nama yang diusulkan mendapat remisi Presiden.

Informasi yang didapat koran ini sendiri ada empat nama yang diusulkan. Namun, hanya satu yang dikabulkan Presiden, yaitu Susrama.

“Kenapa yang mendapat remisi hanya Susrama saja? Ada apa ini? Ini yang akan kami tanyakan,” tandasnya.

Aksi penolakan remisi terhadap Susrama juga sudah terjadi di tempat lain. Salah satunya di Jogjakarta. Aksi penolakan ini bakal terus meluas di sejumlah kabupaten/kota se-Indonesia. 

DENPASAR – Berbagai elemen masyarakat Bali hari ini menggelar aksi mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut

remisi terhadap I Nyoman Susrama, dalang pembunuhan jurnalis Jawa Pos Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa. 

Peserta aksi yang sudah memastikan bergabung antara lain, PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia) Bali; Solidaritas Jurnalistik Bali (SJB);

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Denpasar; Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali; Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali; Perhimpunan Jurnalis NTT; dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali.

Selain itu, masih ada lagi anggota masyarakat yang menyatakan sukarela datang bergabung. Titik berkumpul aksi di Lapangan Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Bajra Sandhi, Renon, Denpasar, pukul 09.00 Wita, Jumat (25/1).

Setelah itu massa long march menuju Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali.  “Kami melihat remisi Presiden untuk aktor utama pembunuh jurnalis Radar Bali ini

sebagai ancaman terhadap kebebasan pers. Karena itu, kami memutuskan ikut bergabung,” ujar Made Aritya Kerta Setiawan, 21, Sekjen PPMI Bali.

Menurut Aritya, sebagai mahasiswa dirinya terpanggil ikut memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan pers.

Mahasiswa tidak cukup belajar di dalam kelas, dengan memiliki waktu lebih bisa mencari pengalaman di tengah masyarakat.

Karena itu, ketika mendengar digelar aksi membela kebebasan pers, dengan kerelaan mahasiswa ikut bergabung. “Ini kalau dibiarkan akan semakin menjadi-jadi,” tandas mahasiswa Fakultas Hukum Unud, itu.

Hal senada diungkapkan Kuasa hukum Solidaritas Jurnalistik Bali (SJB), I Made “Ariel” Suardana. Suardana memastikan bakal mengajak advokat lain ikut bergabung. 

Suardana sendiri sudah bergabung sejak pengungkapan kasus pembunuhan Prabangsa yang terjadi pada 26 Mei 2009.

Selain mengawal membongkar keterlibatan Susrama, SJB juga telah berhasil memberikan sanksi pelanggaran etika profesi bagi Suryadarma karena menjadi kuasa hukum para tersangka.

“Karena itu turunnya saya besok (hari ini, Red) untuk bersolidaritas. Kami menuntut pencabutan atau pembatalan penjara sementara bagi Susrama,” ujarnya.

“Bagi saya pemberian keistimewaan ini ibarat grasi berkedok remisi,” sindir Suardana. Suardana mengaku heran dengan argumentasi hukum yang dibangun dalam Keppres Nomor 29/2018  yang didasarkan pada Keppres Nomor 174/1999.

Pers sebagai pilar demokrasi berhak mendapatkan perlindungan sebagaimana amanat UU No 40/1999.

“Itulah salah satu esensi desakan pencabutan remisi ini, demi tegaknya wibawa hukum di republik ini.

Intinya keputusan Presiden telah mengubah status penjara seumur hidup menjadi penjara 20 tahun. Ini yang sangat kami sesalkan,” tukasnya.

Pihaknya juga mengingatkan kepada Presiden agar segera merespons penolakan remisi ini. Selain itu segera memberikan catatan penting bagi Narapidana Susrama agar tidak mendapatkan keistimewaan apapun.

“Jadi saya turun ini adalah kewajiban moral karena sejak awal kita kawal, maka sampai akhir pun tak akan kita biarkan,” tegas pengacara yang juga musisi itu.

Sementara itu, Sekretaris IJTI Bali, Alfani S menyatakan mendukung gerakan cabut remisi pembunuh jurnalis karena ingin memperjuangkan kemerdekaan pers.

Pihaknya tidak peduli politik apapun. “Dalam hal ini IJTI Bali netral. Kami cuma ingin hukum di atas segalanya, keadilan ditegakkan. Presiden harus segera mencabut remisi seumur hidup menjadi 20 tahun penjara,” desaknya.

Hal yang sama diungkapkan Ketua AJI Kota Denpasar, Nandang R. Astika. Ditegaskan, aksi hari ini merupakan wujud nyata memperjuangkan kebebasan pers pascaremisi presiden.

Selain itu, pihaknya  juga ingin mengingatkan kembali masyarakat pers dan warga Bali terhadap peristiwa pembantaian yang dilakukan Susrama.

“Kami akan mempertanyakan langsung kepada Kepala Kanwil Kemenkum dan HAM Bali sebagai pihak yang ikut melakukan pemeriksaan nama-nama mendapat remisi,” kata Nandang.

Pria berambut gondrong dan hobi memelihara ular itu yakin ada lebih dari satu nama yang diusulkan mendapat remisi Presiden.

Informasi yang didapat koran ini sendiri ada empat nama yang diusulkan. Namun, hanya satu yang dikabulkan Presiden, yaitu Susrama.

“Kenapa yang mendapat remisi hanya Susrama saja? Ada apa ini? Ini yang akan kami tanyakan,” tandasnya.

Aksi penolakan remisi terhadap Susrama juga sudah terjadi di tempat lain. Salah satunya di Jogjakarta. Aksi penolakan ini bakal terus meluas di sejumlah kabupaten/kota se-Indonesia. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/