28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 5:49 AM WIB

TEGAS! Usai Ditegur Bupati, Imigrasi Deportasi Pengelola House of Om

DENPASAR – Jika Bupati Gianyar I Made Mahayastra hanya sekadar memberikan teguran lisan, maka sikap tegas ditunjukkan Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bali terhadap Barakeh Wissam.

Pria berkewarganegaraan Suriah itu diusir dari Bali alias dideportasi. Pria penekun yoga itu dinyatakan melakukan pelanggaran administratif keimigrasian.

Barakeh adalah pengelola House of Om di Gianyar. Di tempat itu pada 18 Juni lalu ada acara yoga massal dengan jumlah peserta lebih dari 60 orang.

Acara berkerumun di tengah masa pandemi itu lantas viral dan menjadi polemik publik. Barakeh yang menjadi penanggungjawab acara dianggap melanggar sejumlah aturan.

Di antaranya Peraturan Bupati Gianyar tentang pembatasan kegiatan masyarakat (PKM). Selain melanggar Perbup,

Barakeh juga dianggap melanggar Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2) huruf f UU Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian.

Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM Bali, Jamaruli Manihuruk dalam siaran persnya kemarin mengatakan,

sambil menunggu proses deportasi, Barakeh menjadi tahanan imigrasi dan ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi Denpasar di Jimbaran, Kuta Selatan.

“Sesuai protap, penahanan dalam rangka proses deportasi selama 30 hari. Namun, dalam masa Covid-19, harus melihat penerbangan ke negaranya ada atau tidak,” jelasnya.

Menariknya, meski ditempatkan di ruangan berjeruji, Barakeh tetap terlihat tenang. Mengenakan baju putih dan ikat kepala putih, ia bersila dengan kedua tangan mencakup ke bawah, persis seperti orang beryoga.

Menurut Jamaruli, kegiatan yoga massal itu menimbulkan keresahan warga di tengah larangan-larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah pada masa pandemi Covid-19.

Sesuai hasil pemeriksaan petugas dari Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar, diperoleh keterangan Barakeh Wissam merupakan

pemegang Izin Tinggal Terbatas (ITAS) investor dengan nomor register 2C12EB0367-T yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar.

Masa berlaku ITAS tersebut sejak 12 Desember 2019 sampai dengan 11 November 2021.

Jamaruli melanjutkan, kegiatan yoga tersebut tidak mendapat persetujuan resmi dari desa adat setempat atau hanya pemberitahuan secara lisan.

“Sebagai penanggungjawab, yang bersangkutan tidak berusaha membubarkan atau membatalkan acara setelah mengetahui bahwa jumlah peserta yang hadir melebihi yang ditentukan pemerintah,” tukasnya.

Dari hasil pengambilan keterangan, Barakeh dinilai tidak mematuhi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial berskala Besar

Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona dan Instruksi Gubernur Bali Nomor 8551/2020 Tentang Penguatan

Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di Bali, yaitu mengenai pembatasan kegiatan yang melibatkan paling banyak 25 orang.

Berdasar hal tersebut,  Barakeh dikenakan tindakan administratif Keimigrasian sebagaimana Pasal 75 Ayat 1 Undang-undang Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian, yang berbunyi

“Pejabat Imigrasi berwenang melakukan tindakan administratif keimigrasian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang melakukan

kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan.

Jamaruli menyebut mendapat dukungan dari Pemprov Bali. Sebab, Bali sebagai destinasi pariwisata dunia, harus ekstra hati-hati membuka sektor pariwisata.

Dalam konteks new normal atau tatanan kehidupan era baru, sektor pariwisata dan pendidikan menjadi sektor terakhir yang akan dibuka.

“Tindakan tegas perlu dilakukan, agar tidak menjadi bumerang bagi masyarakat. Di satu sisi dilakukan pendisiplinan kepada

warga Bali untuk menaati protokol kesehatan, maka sudah sewajarnya aktivitas yoga massal ini pun ditindak tegas,” tukasnya.

Jamaruli juga tak menutup kemungkinan menelusuri privat party di wilayah Mengwi, Badung. Pihaknya bisa mengecek lagi apakah ada pelanggaran keimigrasian.

“Jangan sampai asal tangkap tanpa ada pelanggaran keimigrasian. Kalau pelanggaran pidana itu bukan urusan imigrasi, tapi polisi,” tukasnya.

DENPASAR – Jika Bupati Gianyar I Made Mahayastra hanya sekadar memberikan teguran lisan, maka sikap tegas ditunjukkan Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bali terhadap Barakeh Wissam.

Pria berkewarganegaraan Suriah itu diusir dari Bali alias dideportasi. Pria penekun yoga itu dinyatakan melakukan pelanggaran administratif keimigrasian.

Barakeh adalah pengelola House of Om di Gianyar. Di tempat itu pada 18 Juni lalu ada acara yoga massal dengan jumlah peserta lebih dari 60 orang.

Acara berkerumun di tengah masa pandemi itu lantas viral dan menjadi polemik publik. Barakeh yang menjadi penanggungjawab acara dianggap melanggar sejumlah aturan.

Di antaranya Peraturan Bupati Gianyar tentang pembatasan kegiatan masyarakat (PKM). Selain melanggar Perbup,

Barakeh juga dianggap melanggar Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2) huruf f UU Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian.

Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM Bali, Jamaruli Manihuruk dalam siaran persnya kemarin mengatakan,

sambil menunggu proses deportasi, Barakeh menjadi tahanan imigrasi dan ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi Denpasar di Jimbaran, Kuta Selatan.

“Sesuai protap, penahanan dalam rangka proses deportasi selama 30 hari. Namun, dalam masa Covid-19, harus melihat penerbangan ke negaranya ada atau tidak,” jelasnya.

Menariknya, meski ditempatkan di ruangan berjeruji, Barakeh tetap terlihat tenang. Mengenakan baju putih dan ikat kepala putih, ia bersila dengan kedua tangan mencakup ke bawah, persis seperti orang beryoga.

Menurut Jamaruli, kegiatan yoga massal itu menimbulkan keresahan warga di tengah larangan-larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah pada masa pandemi Covid-19.

Sesuai hasil pemeriksaan petugas dari Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar, diperoleh keterangan Barakeh Wissam merupakan

pemegang Izin Tinggal Terbatas (ITAS) investor dengan nomor register 2C12EB0367-T yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar.

Masa berlaku ITAS tersebut sejak 12 Desember 2019 sampai dengan 11 November 2021.

Jamaruli melanjutkan, kegiatan yoga tersebut tidak mendapat persetujuan resmi dari desa adat setempat atau hanya pemberitahuan secara lisan.

“Sebagai penanggungjawab, yang bersangkutan tidak berusaha membubarkan atau membatalkan acara setelah mengetahui bahwa jumlah peserta yang hadir melebihi yang ditentukan pemerintah,” tukasnya.

Dari hasil pengambilan keterangan, Barakeh dinilai tidak mematuhi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial berskala Besar

Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona dan Instruksi Gubernur Bali Nomor 8551/2020 Tentang Penguatan

Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di Bali, yaitu mengenai pembatasan kegiatan yang melibatkan paling banyak 25 orang.

Berdasar hal tersebut,  Barakeh dikenakan tindakan administratif Keimigrasian sebagaimana Pasal 75 Ayat 1 Undang-undang Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian, yang berbunyi

“Pejabat Imigrasi berwenang melakukan tindakan administratif keimigrasian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang melakukan

kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan.

Jamaruli menyebut mendapat dukungan dari Pemprov Bali. Sebab, Bali sebagai destinasi pariwisata dunia, harus ekstra hati-hati membuka sektor pariwisata.

Dalam konteks new normal atau tatanan kehidupan era baru, sektor pariwisata dan pendidikan menjadi sektor terakhir yang akan dibuka.

“Tindakan tegas perlu dilakukan, agar tidak menjadi bumerang bagi masyarakat. Di satu sisi dilakukan pendisiplinan kepada

warga Bali untuk menaati protokol kesehatan, maka sudah sewajarnya aktivitas yoga massal ini pun ditindak tegas,” tukasnya.

Jamaruli juga tak menutup kemungkinan menelusuri privat party di wilayah Mengwi, Badung. Pihaknya bisa mengecek lagi apakah ada pelanggaran keimigrasian.

“Jangan sampai asal tangkap tanpa ada pelanggaran keimigrasian. Kalau pelanggaran pidana itu bukan urusan imigrasi, tapi polisi,” tukasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/