31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 11:52 AM WIB

Pengacara Tomy Winata Tegaskan Tak Bisa Dihentikan

DENPASAR-Desakan kuasa hukum PT Geria Wijaya Prestige (GWP/Hotel Kuta Paradiso), Boyamin Saiman agar Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menghentikan perkara yang menjerat bos hotel Kuta Paradiso, Harijanto Karjadi menuai reaksi keras dari pengacara Penguasa Taipan Tomy Winata (TW), Ignatius Supriyadi.

 

Menurut Ignatius, perkara tindak pidana tidak dapat dihentikan atau ditunda dengan adanya putusan legal standing (alas hak).

 

Pasalnya, selain belum inchract (memiliki kekuatan hukum tetap), putusan tersebut juga tidak ada relevansinya dengan materi pidana yang ditangani oleh Polda Bali.

 

“Terhadap putusan itu, kami telah menyatakan banding pada tanggal 22 Oktober 2019 sehingga putusan belum berkekuatan hukum tetap (inchract). Selain itu, putusan itu isinya tidak sesuai dengan fakta-fakta dan bukti-bukti yang telah terungkap dalam persidangan,” ungkap Ignatius Jumat (25/10).

 

Lanjut Ignatius, perkara yang ditangani di Polda Bali adalah menyangkut masalah penggelapan jaminan dan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik serta tindak pidana pencucian uang.

 

Sehingga memiliki materi atau pokok sengketa yang sama sekali berbeda dengan perkara dalam putusan yang belum inkraht itu.

 

“Jika putusan itu digunakan sebagai dalih untuk mendorong Polda Bali dan Kejati Bali untuk menyetop perkara pidananya, maka itu tidak benar dan demi hukum harus diabaikan,” tegasnya.

 

 

Sementara itu, masih menurut Ignatius, perkara yang ditangani Polda Bali itu terkait tindak pidana. Dan Polda Bali telah melakukan prosedur yang tepat, mulai dari penyelidikan sampai dengan penetapan tersangka dan penangkapan dengan meminta bantuan Interpol dan sampai dilimpahkan ke Kejati Bali.

 

 “Bahkan, saat penetapan menjadi tersangka, mereka sempat melakukan praperadilan di PN di Jakarta dan mereka dinyatakan kalah. Artinya, penetapan tersangka oleh penyidik Polda Bali itu sudah tetap dan sah,” imbuhnya. 

 

Seperti diketahui, perkara ini sendiri bermula setelah menerima pengalihan hak tagih piutang PT GWP dari Bank CCB pada 12 Februari 2018 melalui akta bawah tangan, Tomy Winata lewat kuasa hukumnya, Desrizal Chaniago melaporkan kakak-beradik Hartono Karjadi dan Harijanto Karjadi ke Dit Reskrimsus Polda Bali pada 27 Februari 2018 terkait dugaan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik gadai saham dan dugaan penggelapan.

 

Saat ini, Harijanto Karjadi telah menjadi tahanan Kejaksaan Tinggi Bali setelah berkas perkaranya dinyatakan P-21.

 

Harijanto dibekuk anggota Interpol di Malaysia pada awal Agustus lalu. Penangkapan tersebut berdasarkan Red Notice oleh Interpol.

 

Peristiwa yang menjerat Harijanto sesungguhnya terjadi pada 14 November 2011, dimana saat itu Tomy Winata sama sekali tidak mempunyai hubungan hukum dengan rapat umum pemegang saham PT GWP yang menyetujui pengalihan atau jual-beli saham milik Hartono Karjadi kepada adiknya, Sri Karjadi, yang memang saat itu masih berstatus digadaikan sebagai jaminan utang PT GWP. 

 

 

Fireworks sendiri telah memberikan persetujuan sebelum dilakukan peralihan saham dari Hartono Karjadi kepada Sri Karjadi.

 

Selain melaporkan Hartono Karjadi dan Harijanto Karjadi ke Dit Reskrimsus Polda Bali, Tomy Winata juga mengajukan gugatan wanprestasi kepada PT GWP dengan menuntut ganti rugi lebih dari US$31 juta.

 

Namun gugatan dalam perkara No. 223/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst. itu ditolak seluruhnya oleh majelis hakim yang diketuai H. Sunarso dalam sidang pembacaan putusan di PN Jakpus pada 18 Juli 2019. Tomy Winata diketahui mengajukan banding atas putusan perkara No. 223 tersebut.

 

DENPASAR-Desakan kuasa hukum PT Geria Wijaya Prestige (GWP/Hotel Kuta Paradiso), Boyamin Saiman agar Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menghentikan perkara yang menjerat bos hotel Kuta Paradiso, Harijanto Karjadi menuai reaksi keras dari pengacara Penguasa Taipan Tomy Winata (TW), Ignatius Supriyadi.

 

Menurut Ignatius, perkara tindak pidana tidak dapat dihentikan atau ditunda dengan adanya putusan legal standing (alas hak).

 

Pasalnya, selain belum inchract (memiliki kekuatan hukum tetap), putusan tersebut juga tidak ada relevansinya dengan materi pidana yang ditangani oleh Polda Bali.

 

“Terhadap putusan itu, kami telah menyatakan banding pada tanggal 22 Oktober 2019 sehingga putusan belum berkekuatan hukum tetap (inchract). Selain itu, putusan itu isinya tidak sesuai dengan fakta-fakta dan bukti-bukti yang telah terungkap dalam persidangan,” ungkap Ignatius Jumat (25/10).

 

Lanjut Ignatius, perkara yang ditangani di Polda Bali adalah menyangkut masalah penggelapan jaminan dan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik serta tindak pidana pencucian uang.

 

Sehingga memiliki materi atau pokok sengketa yang sama sekali berbeda dengan perkara dalam putusan yang belum inkraht itu.

 

“Jika putusan itu digunakan sebagai dalih untuk mendorong Polda Bali dan Kejati Bali untuk menyetop perkara pidananya, maka itu tidak benar dan demi hukum harus diabaikan,” tegasnya.

 

 

Sementara itu, masih menurut Ignatius, perkara yang ditangani Polda Bali itu terkait tindak pidana. Dan Polda Bali telah melakukan prosedur yang tepat, mulai dari penyelidikan sampai dengan penetapan tersangka dan penangkapan dengan meminta bantuan Interpol dan sampai dilimpahkan ke Kejati Bali.

 

 “Bahkan, saat penetapan menjadi tersangka, mereka sempat melakukan praperadilan di PN di Jakarta dan mereka dinyatakan kalah. Artinya, penetapan tersangka oleh penyidik Polda Bali itu sudah tetap dan sah,” imbuhnya. 

 

Seperti diketahui, perkara ini sendiri bermula setelah menerima pengalihan hak tagih piutang PT GWP dari Bank CCB pada 12 Februari 2018 melalui akta bawah tangan, Tomy Winata lewat kuasa hukumnya, Desrizal Chaniago melaporkan kakak-beradik Hartono Karjadi dan Harijanto Karjadi ke Dit Reskrimsus Polda Bali pada 27 Februari 2018 terkait dugaan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik gadai saham dan dugaan penggelapan.

 

Saat ini, Harijanto Karjadi telah menjadi tahanan Kejaksaan Tinggi Bali setelah berkas perkaranya dinyatakan P-21.

 

Harijanto dibekuk anggota Interpol di Malaysia pada awal Agustus lalu. Penangkapan tersebut berdasarkan Red Notice oleh Interpol.

 

Peristiwa yang menjerat Harijanto sesungguhnya terjadi pada 14 November 2011, dimana saat itu Tomy Winata sama sekali tidak mempunyai hubungan hukum dengan rapat umum pemegang saham PT GWP yang menyetujui pengalihan atau jual-beli saham milik Hartono Karjadi kepada adiknya, Sri Karjadi, yang memang saat itu masih berstatus digadaikan sebagai jaminan utang PT GWP. 

 

 

Fireworks sendiri telah memberikan persetujuan sebelum dilakukan peralihan saham dari Hartono Karjadi kepada Sri Karjadi.

 

Selain melaporkan Hartono Karjadi dan Harijanto Karjadi ke Dit Reskrimsus Polda Bali, Tomy Winata juga mengajukan gugatan wanprestasi kepada PT GWP dengan menuntut ganti rugi lebih dari US$31 juta.

 

Namun gugatan dalam perkara No. 223/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst. itu ditolak seluruhnya oleh majelis hakim yang diketuai H. Sunarso dalam sidang pembacaan putusan di PN Jakpus pada 18 Juli 2019. Tomy Winata diketahui mengajukan banding atas putusan perkara No. 223 tersebut.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/